11/07/2019

Percakapan antara Raja Habsyi

Percakapan antara Raja Habsyi (Najasyi) dengan kaum Muslimin

Raja Habsyi mengemukakan beberapa pertanyaan kepada kaum Muslimin, tanyanya : "Mengapa kamu sekalian tidak bersujud kepada raja ?"
Shahabat Ja'far selaku kepala rombongan menjawab : "Sesungguhnya kami tidak bersujud melainkan kepada Allah yang Maha Mulia dan Maha Tinggi".
Amr bin Ash (utusan Quraisy) berkata kepada raja : "Wahai tuanku raja : Tidakkah tuanku melihat bahwa mereka itu begitu sombong, dan mereka tidak mau menghormat kepada tuanku raja dengan penghormatan cara tuanku !".
Raja Najasyi lalu bertanya kepada kaum Muslimin : "Apa yang menghalangi kalian untuk bersujud kepadaku dan memberi penghormatan kepadaku dengan penghormatan yang telah biasa dilakukan orang kepadaku ?".

Pawai Kaum Muslimin Yang Pertama Kali

Pawai Kaum Muslimin Yang  Pertama Kali


Keesokan harinya, di waktu pagi Umar bin Khaththab datang ke rumah shahabat Al-Arqam, disitu ia menanti-nanti kedatangan kaum Muslimin di rumah itu. Karena kaum Muslimin biasa setiap pagi datang di rumah Al-Arqam untuk menerima pelajaran dari Nabi SAW.
Pada hari itu, setelah kaum Muslimin datang ke rumah Al-Arqam, lalu dikumpulkan dan disuruh berbaris oleh Umar bin Khaththab. Kemudian setelah Nabi SAW hadir di tempat itu, dan kaum Muslimin sudah berbaris, maka Umar bin Khaththab meminta Nabi SAW supaya berjalan di muka barisan, dan di belakang beliau adalah Umar bin Khaththab bersama Hamzah bin Abdul Muththalib. Memang kedua shahabat inilah yang mengepalai pawai kaum Muslimin tersebut, dan kedua shahabat itu berjalan dengan menyelempangkan panahnya sambil membawa pedang terhunus, dan dalam pawai itu, kedua-duanya membaca :
Juga kaum Muslimin di belakangnya membacanya bersama-sama. Dan Umar berkata dengan suara keras :
 "Barangsiapa yang berani mengganggu salah seorang yang ada di belakangku, maka tentu pedangku ini akan memotong lehernya".

9/28/2019

Keutamaan Menghormati Tamu dan Saling Mengunjungi

Keutamaan Menghormati Tamu dan Saling Mengunjungi

عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ رض عَنِ النَّبِيِّ ص قَالَ: مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَ اْليَوْمِ اْلآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ، وَ مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَ اْليَوْمِ اْلآخِرِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ، وَ مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَ اْليَوْمِ اْلآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا اَوْ لِيَصْمُتْ. البخارى و مسلم
Dari Abu Hurairah RA, dari Nabi SAW, beliau bersabda, "Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah memulyakan tamunya. Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah menyambung kerabatnya. Dan barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah berkata yang baik atau diam. [HR. Bukhari dan Muslim]

Berbuat Baik Terhadap Kerabat dan Menyambung Shilaturrahim

Berbuat Baik Terhadap Kerabat dan Menyambung Shilaturrahim

   Kerabat (sanak saudara) ialah setiap orang yang ada hubungan kekeluargaan antara kamu dengan dia. Saudara laki-laki, saudara perempuan dan anak-anak mereka adalah termasuk kerabat. Paman dan bibi baik dari pihak ayah maupun dari pihak ibu termasuk kerabat pula.
Kasih sayang diantara manusia yang menghimpun orang-orang tercinta yang bertebaran, daripadanya terbentuklah satu ikatan, yaitu ikatan keluarga, dari keluarga terbentuklah ummat. Setiap saat keadaan keluarga saling kuat menguatkan, hatinya erat, bertenggang rasa dan manunggal dalam merasakan kebutuhan-kebutuhan mereka. Dan keadaan ummat pun demikian itu juga, saling bertalian, saling tolong menolong. Marilah kita perhatikan firman Allah dan sabda Rasulullah SAW di bawah ini :
ياَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا اللهَ رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مّنْ نَّفْسٍ وَّاحِدَةٍ وَّ خَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَ بَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَّ نِسَآءً، وَ اتَّقُوا اللهَ الَّذِيْ تَسَآءَلُوْنَ بِه وَ اْلاَرْحَامَ، اِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا. النساء:1
Hai sekalian manusia, bertaqwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan istrinya, dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertaqwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan kerabat. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu. [QS. An-Nisaa' : 1]

Berbuat Baik Terhadap Tetangga

Berbuat Baik Terhadap Tetangga

Kita wajib berbuat baik terhadap tetangga, baik tetangga yang muslim maupun yang non muslim.
Berbuat baik terhadap tetangga meliputi : tolong-menolong dalam hal kebaikan, saling menjaga keamanannya, tidak mengganggu maupun berbuat jahat kepada mereka. Untuk lebih jelasnya marilah kita perhatikan firman Allah SWT dan sabda Rasulullah SAW berikut ini :
وَ اعْبُدُوا اللهَ وَ لاَ تُشْرِكُوْا بِه شَيْئًا وَّ بِاْلوَالِدَيْنِ اِحْسَانًا وَّ بِذِى اْلقُرْبى وَ اْليَتمى وَ اْلمَسكِيْنِ وَ اْلجَارِ ذِى اْلقُرْبى وَ اْلجَارِ اْلجُنُبِ وَ الصَّاحِبِ بِاْلجَنْبِ وَ ابْنِ السَّبِيْلِ وَ مَا مَلَكَتْ اَيْمَانُكُمْ، اِنَّ اللهَ لاَ يُحِبُّ مَنْ كَانَ مُخْتَالاً فَخُوْرًا. النساء:36
Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu-pun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu bapak, karib kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri [QS. An-Nisaa' : 36]
وَ تَعَاوَنُوْا عَلَى اْلبِرّ وَ التَّقْوى وَ لاَ تَعَاوَنُوْا عَلَى اْلاِثْمِ وَ اْلعُدْوَانِ، وَ اتَّقُوا اللهَ، اِنَّ اللهَ شَدِيْدُ اْلعِقَابِ. المائدة:2
Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya. [QS. Al-Maidah : 2]

6/15/2019

Puasa bulan syawal

Puasa enam hari di bulan Syawwal


عَنْ اَبِى اَيُّوْبَ اْلاَنْصَارِيِّ اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ: مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ اَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ، كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ. مسلم 2: 822
Dari Abu Ayyub Al-Anshariy, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, "Barangsiapa puasa Ramadlan lalu ia iringi dengan puasa enam hari di bulan Syawwal, adalah (pahalanya) itu seperti puasa setahun". [HR. Muslim juz 2, hal. 822]

6/07/2019

Keutamaan mengingat mati

Keutamaan mengingat mati


Firman Allah SWT :
كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ اْلمَوْتِ وَ نَبْلُوْكُمْ بِالشَّرّ وَ اْلخَيْرِ فِتْنَةً، وَ اِلَيْنَا تُرْجَعُوْنَ. الانبياء:35
Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan. [QS. Al-Anbiyaa’ : 35]

Keutamaan menangis karena takut kepada Allah

Keutamaan menangis karena takut kepada Allah

عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِيِّ ص قَالَ: سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمُ اللهُ فِى ظِلِّهِ يَوْمَ لاَ ظِلَّ اِلاَّ ظِلُّهُ: َاْلاِمَامُ اْلعَادِلُ، وَ شَابٌّ نَشَأَ بِعِبَادَةِ اللهِ، وَ رَجُلٌ قَلْبُهُ مُعَلَّقٌ فِى اْلمَسَاجِدِ، وَ رَجُلاَنِ تَحَابَّا فِى اللهِ وَ اجْتَمَعَا عَلَيْهِ وَ تَفَرَّقَا عَلَيْهِ، وَ رَجُلٌ دَعَتْهُ امْرَأَةٌ ذَاتُ مَنْصِبٍ وَ جَمَالٍ، فَقَالَ: اِنِّى اَخَافُ اللهَ، وَ رَجُلٌ تَصَدَّقَ بِصَدَقَةٍ فَاَخْفَاهَا حَتَّى لاَ تَعْلَمَ يَمِيْنُهُ مَا تُنْفِقُ شِمَالُهُ، وَ رَجُلٌ ذَكَرَ اللهَ خَالِيًا فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ. البخارى و مسلم و اللفظ له. فاما لفظ البخارى: حَتَّى لاَ تَعْلَمَ شِمَالُهُ مَا تُنْفِقُ يَمِيْنُهُ
Dari Abu Hurairah, dari Nabi SAW, beliau bersabda, “Ada tujuh golongan manusia yang akan mendapat naungan Allah dalam naungan-Nya, pada hari yang tidak ada naungan kecuali naungan-Nya, yaitu : 1. pemimpin yang adil, 2. pemuda yang tumbuh dengan ibadah kepada Allah (selalu beribadah), 3. seseorang yang hatinya senantiasa bergantung pada masjid-masjid (sangat mencintainya dan selalu melakukan shalat jamaah di dalamnya), 4. dua orang yang saling mengasihi karena Allah (keduanya berkumpul dan berpisah karena Allah), 5. seorang laki-laki yang diajak (berzina) oleh seorang perempuan yang punya kedudukan lagi cantik, tetapi dia mengatakan, “Aku takut kepada Allah !”, 6. seseorang yang bersedeqah dengan merahasiakannya sehingga tangan kanannya tidak tahu apa yang diberikan oleh tangan kirinya, 7. dan seseorang yang ingat kepada Allah diwaktu sunyi, sehingga meleleh air mata dari kedua matanya”. [HR. Bukhari dan Muslim, dan lafadh itu baginya. Adapun pada lafadh Bukhari disebutkan : Sehingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang disedeqahkan tangan kanannya]

5/12/2019



















































































































































Ayat-ayat yang diturunkan untuk membersihkan diri ‘Aisyah RA tersebut ialah surat An-Nuur : 11-21, yang artinya sebagai berikut :
Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kamu juga. Janganlah kamu kira bahwa berita bohong itu buruk bagi kamu bahkan ia adalah baik bagi kamu. Tiap-tiap seseorang dari mereka mendapat balasan dari dosa yang dikerjakannya. Dan siapa diantara mereka yang mengambil bahagian yang terbesar dalam penyiaran berita bohong itu baginya adzab yang besar. (11)
Mengapa di waktu kamu mendengar berita bohong itu orang-orang mukminin dan mukminat tidak bersangka baik terhadap diri mereka sendiri, dan (mengapa tidak) berkata, "Ini adalah suatu berita bohong yang nyata”. (12)
Mengapa mereka (yang menuduh itu) tidak mendatangkan empat orang saksi atas berita bohong itu ? Oleh karena mereka tidak mendatangkan saksi-saksi maka mereka itulah pada sisi Allah orang-orang yang dusta. (13)
Sekiranya tidak ada kurnia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu semua di dunia dan di akhirat, niscaya kamu ditimpa adzab yang besar, karena pembicaraan kamu tentang berita bohong itu. (14)
(Ingatlah) diwaktu kamu menerima berita bohong itu dari mulut ke mulut, dan kamu katakan dengan mulutmu apa yang tidak kamu ketahui sedikit juga, dan kamu menganggapnya suatu yang ringan saja. Padahal dia pada sisi Allah adalah besar. (15)
Dan mengapa kamu tidak berkata, diwaktu mendengar berita bohong itu, "Sekali-kali tidaklah pantas bagi kita memperkatakan ini. Maha Suci Engkau (Ya Tuhan kami), ini adalah dusta yang besar”. (16)
Allah memperingatkan kamu agar (jangan) kembali memperbuat yang seperti itu selama-lamanya, jika kamu orang-orang yang beriman, (17)
dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada kamu. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (18)
Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar (berita) perbuatan yang amat keji itu tersiar di kalangan orang-orang yang beriman, bagi mereka adzab yang pedih di dunia dan di akhirat. Dan Allah mengetahui, sedang, kamu tidak mengetahui. (19)
Dan sekiranya tidaklah karena kurnia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu semua, dan Allah Maha Penyantun dan Maha Penyayang, (niscaya kamu akan ditimpa adzab yang besar). (20)
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaithan. Barangsiapa yang mengikuti langkah-langkah syaithan, maka sesungguhnya syaithan itu menyuruh mengerjakan perbuatan yang keji dan yang mungkar. Sekiranya tidaklah karena kurnia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu sekalian, niscaya tidak seorangpun dari kamu bersih (dari perbuatan-perbuatan keji dan mungkar itu) selama-lamanya, tetapi Allah membersihkan siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (21) [QS. An-Nuur : 11-21]
Setelah turun ayat-ayat tersebut yang membersihkan diri ‘Aisyah juga membersihkan diri Sofwan bin Mu’aththal, lalu Nabi SAW menjatuhkan hukuman kepada orang-orang yang jelas-jelas menuduh ‘Aisyah berbuat keji. Maka pada waktu itu ada tiga orang yang dikenai hukuman, yaitu Hamnah binti Jahsy, Misthah bin Utsatsah dan Hasan bin Tsabit. Mereka itu masing-masing didera delapan puluh kali, sesuai dengan ayat 4 Surat An-Nuur yang telah turun sebelumnya.
وَ الَّذِيْنَ يَرْمُوْنَ اْلمُحْصَنَاتِ ثُمَّ لَمْ يَاْتُوْا بِاَرْبَعَةِ شُهَدَآءَ، فَاجْلِدُوْهُمْ ثَمَانِيْنَ جَلْدَةً وَّ لاَ تَقْبَلُوْا لَهُمْ شَهَادَةً اَبَدًا، وَ اُولئِكَ هُمُ اْلفَاسِقُوْنَ(4)
اِلاَّ الَّذِيْنَ تَابُوْا مِنْ بَعْدِ ذلِكَ وَ اَصْلَحُوْا فَاِنَّ اللهَ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ(5) النور
Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, maka deralah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera, dan janganlah kamu terima kesaksian mereka buat selama-lamanya. Dan mereka itulah orang-orang yang fasiq. (4)
kecuali orang-orang yang bertaubat sesudah itu dan memperbaiki (dirinya), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (5) [QS. An-Nuur]
Dengan dijatuhinya hukuman kepada orang-orang yang menuduh itu, maka rumah tangga Nabi SAW menjadi tenteram kembali seperti semula.

Tindakan Abu Bakar terhadap Misthah
Misthah bin  Utsatsah adalah masih kerabat dengan Abu Bakar ash-Shiddiq, dan dia juga termasuk orang yang keperluan sehari-harinya menjadi tanggungan Abu Bakar karena miskin. Setelah Misthah ini termasuk orang yang menuduh ‘Aisyah berbuat keji, maka Abu Bakar bersumpah tidak akan memberi nafkah lagi kepadanya. Namun tindakan Abu Bakar yang demikian itu tidak dibenarkan oleh Allah. Kemudian Allah menurunkan wahyu kepada Nabi SAW : 
وَ لاَ يَاْتَلِ اُولُو اْلفَضْلِ مِنْكُمْ وَ السَّعَةِ اَنْ يُّؤْتُوْا اُولِى اْلقُرْبى وَ اْلمَسكِيْنَ وَ اْلمُهجِرِيْنَ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ، وَ لْيَعْفُوْا وَ لْيَصْفَحُوْا، اَلاَ تُحِبُّوْنَ اَنْ يَّغْفِرَ اللهُ لَكُمْ وَ اللهُ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ(22) اِنَّ الَّذِيْنَ يَرْمُوْنَ اْلمُحْصَنتِ اْلغفِلتِ اْلمُؤْمِنتِ لُعِنُوْا فِى الدُّنْيَا وَ اْلاخِرَةِ وَ لَهُمْ عَذَابٌ عَظِيْمٌ(23) يَوْمَ تَشْهَدُ عَلَيْهِمْ اَلْسِنَتُهُمْ وَ اَيْدِيْهِمْ و َاَرْجُلُهُمْ بِمَا كَانُوْا يَعْمَلُوْنَ(24) يَوْمَئِذٍ يُّوَفّيْهِمُ اللهُ دِيْنَهُمُ اْلحَقَّ وَ يَعْلَمُوْنَ اَنَّ اللهَ هُوَ اْلحَقُّ اْلمُبِيْنُ(25) اْلخَبِيْثتُ لِلْخَبِيْثِيْنَ وَ اْلخَبِيْثُوْنَ لِلْخَبِيْثتِ، وَ الطَّيّبتُ لِلطَّيّبِيْنَ وَ الطَّيّبُوْنَ لِلطَّيّبتِ، اُولئِكَ مُبَرَّءُوْنَ مِمَّا يَقُوْلُوْنَ، لَهُمْ مَّغْفِرَةٌ وَّرِزْقٌ كَرِيْمٌ(26) النور
Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan diantara kamu bersumpah bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantuan) kepada kaum kerabat(nya), orang-orang yang miskin dan orang-orang yang berhijrah pada jalan Allah, dan hendaklah mereka mema’afkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah mengampunimu ? Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (22)
Sesungguhnya orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik, yang lengah lagi beriman (berbuat zina), mereka kena laknat di dunia dan akhirat, dan bagi mereka adzab yang besar, (23)
pada hari (ketika), lidah, tangan dan kaki mereka menjadi saksi atas mereka terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan. (24)
Di hari itu, Allah akan memberi mereka balasan yang setimpal menurut semestinya, dan tahulah mereka bahwa Allah lah Yang Benar, lagi Yang menjelaskan (segala sesuatu menurut hakikat yang sebenarnya). (25)
Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula). Mereka (yang dituduh) itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka (yang menuduh itu). Bagi mereka ampunan dan rezqi yang mulia (surga). (26) [QS. An-Nuur].
Setelah turun ayat tersebut, maka Abu Bakar mengatakan : 
اِنّى اُحِبُّ اَنْ يَغْفِرَ اللهُ لِى
“Sesungguhnya aku senang bahwa Allah mengampuniku”.
Kemudian Abu Bakar mencabut sumpah yang telah terlanjur diucapkan, lalu kembali memberi nafkah kepada Misthah seperti semula.

Perkawinan Zaid bin Haritsah dengan Zainab binti Jahsy
Zainab binti Jahsy adalah anak bibinya Nabi SAW, bernama Umaimah binti Abdul Muththalib. Pada waktu itu Nabi SAW mempunyai seorang anak angkat bernama Zaid, bekas budak pemberian dari Khadijah yang sebelum turunnya ayat yang melarang menganggap anak angkat seperti anaknya sendiri, ia dipanggil dengan sebutan Zaid bin Muhammad. Setelah Zaid  dewasa, lalu pada suatu hari beliau menyuruh supaya dia menikah dengan seorang perempuan bernama Zainab binti Jahsy tersebut. Nabi SAW lalu meminangkan untuk Zaid. Pinangan pertama kali ditolak oleh keluarganya, karena Zaid dianggap tidak seimbang kalau menjadi suami Zainab. Karena Zaid dianggap bukan seorang keturunan bangsawan, bahkan seorang bekas budak, sedangkan Zainab adalah seorang gadis rupawan dan keturunan bangsawan.
Karena penolakan mereka itu hanya berdasar kebiasaan jahiliyah saja, bukan karena tuntunan Islam, padahal diutusnya Nabi SAW itu untuk memberantas adat jahiliyah yang salah, maka kemudian Allah SWT menurunkan firman-Nya :
وَ مَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَّ لاَ مُؤْمِنَةٍ اِذَا قَضَى اللهُ وَ رَسُوْلُه اَمْرًا اَنْ يَّكُوْنَ لَهُمُ اْلخِيَرَةُ مِنْ اَمْرِهِمْ، وَ مَنْ يَّعْصِ اللهَ وَ رَسُوْلَه فَقَدْ ضَلَّ ضَللاً مُّبِيْنًا. الاحزاب:36
Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata. [QS. Al-Ahzab : 36]
Setelah ayat tersebut disampaikan oleh Nabi SAW kepada segenap kaum Muslimin, maka akhirnya keluarga Zainab mau menerima pinangan Zaid anak angkat Nabi SAW tersebut.
Setelah Zaid menjadi suami Zainab, seringkali Zainab menampakkan kesombongannya, menunjukkan kebangsawanannya dan merendah-kan suaminya.  Oleh karena Zaid merasa dirinya selalu dihina dan diremehkan oleh isterinya, dan setiap hari selalu mendengar perkataan yang tidak enak didengar, maka akhirnya Zaid pun mengadukan halnya kepada Nabi SAW. Berulang-ulang dia mengadukan kepada beliau SAW tentang Zainab, tetapi Nabi SAW hanya memberikan jawaban dan nasehat. “Tahanlah istrimu dan takutlah kepada Allah”. Demikianlah jawaban Nabi SAW bilamana menerima pengaduan Zaid.
Kemudian oleh karena Zaid semakin hari semakin tidak kuat lagi, akhirnya Nabi SAW mengijinkan Zaid untuk mencerai isterinya.

Perkawinan Nabi SAW dengan Zainab binti Jahsy
Telah menjadi kebiasaan orang-orang Arab pada waktu itu, jika mengambil anak angkat, maka anak angkat tersebut dianggap seperti anaknya sendiri, baik tentang sebutan maupun tentang hak waris dan sebagainya. Dan dengan demikian si bapak angkat tidak boleh menikahi bekas istri anak angkatnya.
Kemudian hal itu diberantas oleh Allah SWT dengan firman-Nya :
.... وَ مَا جَعَلَ اَدْعِيَآءَكُمْ اَبْنَآءَكُمْ، ذلِكُمْ قَوْلُكُمْ بِاَفْوَاهِكُمْ وَ اللهُ يَقُوْلُ اْلحَقَّ وَ هُوَ يَهْدِى السَّبِيْلَ(4) اُدْعُوْهُمْ ِلابَآئِهِمْ هُوَ اَقْسَطُ عِنْدَ اللهِ، فَاِنْ لَّمْ تَعْلَمُوْا ابآءَهُمْ فَاِخْوَانُكُمْ فِى الدّيْنِ، وَ مَوَالِيْكُمْ، وَ لَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ فِيْمَآ اَخْطَأْتُمْ بِه وَ لكِنْ مَّا تَعَمَّدَتْ قُلُوْبُكُمْ، وَ كَانَ اللهُ غَفُوْرًا رَّحِيْمًا(5) الاحزاب
...... dan Allah tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu (sendiri). Yang demikian itu hanyalah perkataanmu di mulutmu saja. Dan Allah mengatakan yang sebenarnya dan Dia menunjukkan jalan (yang benar). (4)
Panggillah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka. Itulah yang lebih adil pada sisi Allah, dan jika kamu tidak mengetahui bapak-bapak mereka, maka (panggillah mereka sebagai) saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu. Dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (5) [QS. Al-Ahzab : 4-5]
Setelah turun ayat tersebut maka sebutan Zaid bin Muhammad lalu diganti dengan Zaid bin Haritsah.
Kemudian setelah Zainab binti Jahsy dicerai oleh Zaid bin Haritsah, selang beberapa bulan, lalu Allah memerintahkan Nabi SAW supaya menikahi Zainab (bekas isteri anak angkat beliau). Tetapi hal tersebut tidak lekas dilaksanakan oleh Nabi SAW karena khawatir terhadap suara orang bahwa Nabi menikahi bekas isteri anak angkatnya.
Kemudian Allah menurunkan wahyu kepada beliau :
وَ اِذْ تَقُوْلُ لِلَّذِيْ اَنْعَمَ اللهُ عَلَيْهِ وَ اَنْعَمْتَ عَلَيْهِ اَمْسِكْ عَلَيْكَ زَوْجَكَ وَ اتَّقِ اللهَ وَ تُخْفِيْ فِيْ نَفْسِكَ مَا اللهُ مُبْدِيْهِ وَ تَخْشَى النَّاسَ وَ اللهُ اَحَقُّ اَنْ تَخْشيهُ، فَلَمَّا قَضى زَيْدٌ مّنْهَا وَطَرًا، زَوَّجْنكَهَا لِكَيْ لاَ يَكُوْنَ عَلَى اْلمُؤْمِنِيْنَ حَرَجٌ فِيْ اَزْوَاجِ اَدْعِيَائِهِمْ اِذَا قَضَوْا مِنْهُنَّ وَطَرًا، وَ كَانَ اَمْرُ اللهِ مَفْعُوْلاً(37) مَا كَانَ عَلَى النَّبِيّ مِنْ حَرَجٍ فِيْمَا فَرَضَ اللهُ لَه، سُنَّةَ اللهِ فِى الَّذِيْنَ خَلَوْا مِنْ قَبْلُ، وَ كَانَ اَمْرُ اللهِ قَدَرًا مَّقْدُوْرًا(38) الاحزاب
Dan (ingatlah), ketika kamu berkata kepada orang yang Allah telah melimpahkan nikmat kepadanya dan kamu (juga) telah memberi nikmat kepadanya, "Tahanlah terus istrimu dan bertaqwalah kepada Allah", sedang kamu menyembunyikan di dalam hatimu apa yang Allah akan menyatakannya, dan kamu takut kepada manusia, sedang Allah-lah yang lebih berhak untuk kamu takuti. Maka tatkala Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap istrinya (menceraikannya), Kami kawinkan kamu dengan dia supaya tidak ada keberatan bagi orang mukmin untuk (mengawini) istri-istri anak-anak angkat mereka, apabila anak-anak angkat itu telah menyelesaikan keperluannya daripada istrinya. Dan adalah ketetapan Allah itu pasti terjadi. (37)
Tidak ada suatu keberatanpun atas Nabi tentang apa yang telah ditetapkan Allah baginya. (Allah telah menetapkan yang demikian) sebagai sunnah-Nya pada nabi-nabi yang telah berlalu dahulu. Dan adalah ketetapan Allah itu suatu ketetapan yang pasti berlaku, (38) [QS. Al-Ahzab].
Dan ternyata setelah Nabi SAW menikahi Zainab binti Jahsy, maka ramailah suara orang-orang yang mengatakan bahwa Nabi SAW menikahi janda bekas istri anak angkatnya.
Kemudian Allah menurunkan wahyu kepada beliau SAW
مَا كَانَ مُحَمَّدٌ اَبَآ اَحَدٍ مّنْ رّجَالِكُمْ، وَ لكِنْ رَّسُوْلَ اللهِ وَخَاتَمَ النَّبِيّنَ، وَ كَانَ اللهُ بِكُلّ شَيْءٍ عَلِيْمًا الاحزاب:40
Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki diantara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. [QS. Al-Ahzab : 40]

Demikianlah riwayat perkawinan Nabi SAW dengan Zainab binti Jahsy. Peristiwa tersebut menurut Tarikh Nuurul Yaqin terjadi pada tahun ke-5 Hijrah (tetapi ada pula yang mengatakan pada tahun ke-3 H). Walloohu a’lam.

4/15/2019

Anjuran Bershadaqah

Anjuran Bershadaqah


Firman Allah SWT :
قُلْ اِنَّ رَبِّيْ يَبْسُطُ الرِّزْقَ لِمَنْ يَّشَآءُ مِنْ عِبَادِه وَيَقْدِرُ لَهُ، وَ مَآ اَنْفَقْتُمْ مِّنْ شَيْءٍ فَهُوَ يُخْلِفُه، وَهُوَ خَيْرُ الرّ?زِقِيْنَ. سبأ:39
Katakanlah, "Sesungguhnya Tuhanku melapangkan rezqi bagi siapa yang dikehendaki-Nya diantara hamba-hamba-Nya dan menyempitkan bagi (siapa yang dikehendaki-Nya)". Dan barang apasaja yang kamu nafqahkan, maka Allah akan menggantinya dan Dia lah Pemberi rezqi yang sebaik-baiknya. [QS. Saba’ : 39]

Menepati janji

Menepati janji, Amanat dan Larangan Khianat


Firman Allah SWT :
يَا أَيُّهَا الَّذِيـْنَ ا?مَـنُوْآ اَوْفُوْا بِاْلعُقُوْدِ. المائدة:1
Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu. [QS. Al-Maaidah : 1]
وَاَوْفُوْا بِعَهْدِي أُوفِ بِعَهْدِكُمْ، وَاِيـَّايَ فَارْهَبُوْنِ. البقرة:40
Dan Penuhilah janjimu kepada-Ku, niscaya Aku penuhi janji-Ku kepadamu; dan hanya kepada-Ku-lah kamu harus takut (tunduk). [QS. Al-Baqarah : 40]

3/25/2019

Teguran Allah SWT kepada Nabi SAW
 mengenai tawanan Badr.

    Setelah Nabi SAW melepaskan para tawanan Badr, kemudian Allah SWT menurunkan wahyu kepada beliau :
مَا كَانَ لِنَبِيّ اَنْ يَّكُوْنَ لَه اَسْرى حَتّى يُثْخِنَ فِى اْلاَرْضِ، تُرِيْدُوْنَ عَرَضَ الدُّنْيَا، وَ اللهُ يُرِيْدُ اْلاخِرَةَ، وَ اللهُ عَزِيْزٌ حَكِيْمٌ. لَوْ لاَ كِتبٌ مّنَ اللهِ سَبَقَ لَمَسَّكُمْ فِيْمَآ اَخَذْتُمْ عَذَابٌ عَظِيْمٌ. فَكُلُوْا مِمَّا غَنِمْتُمْ حَللاً طَيّبًا وَّ اتَّقُوا اللهَ، اِنَّ اللهَ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ. الانفال:67-69
Tidak patut bagi seorang Nabi mempunyai tawanan sebelum ia dapat melumpuhkan musuhnya di muka bumi. Kamu menghendaki harta benda duniawiyah sedangkan Allah menghendaki (pahala) akhirat (untukmu). Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana (67). Kalau sekiranya tidak ada ketetapan yang telah terdahulu dari Allah, niscaya kamu ditimpa siksaan yang besar karena tebusan yang kamu ambil (68). Maka makanlah dari sebagian rampasan perang yang telah kamu ambil itu, sebagai makanan yang halal lagi baik, dan bertakwalah kepada Allah; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (69). [QS. Al-Anfaal]

Kegoncangan Kaum Quraisy di Makkah

Kegoncangan Kaum Quraisy di Makkah

  Tentara Quraisy yang pertama kali tiba di Makkah dari Badr ialah seorang yang bernama Haisuman bin ‘Abdillah Al-Khuza’iy. Setelah ia sampai di Makkah sudah tentu mendapat beberapa pertanyaan oleh orang-orang yang tinggal di Makkah terutama ketua-ketua Quraisy yang tidak ikut ke Badr. Ketika itu ia menjawab dengan sebenarnya, “Bahwa tentara Quraisy hancur luluh dikalahkan oleh tentara Muhammad, kepala-kepala dan pahlawan-pahlawan Quraisy binasa. Abu Jahl, ‘Utbah bin Rabi’ah, Abul Bakhtari, Walid bin ‘Utbah, Syaibah bin Rabi’ah dan Umayyah bin Khalaf, Zam’ah bin Aswad, Nubaih bin Hajjaj dan Munabbih bin Hajjaj terbunuh, dan barisan tentara Quaisy kocar-kacir”. Demikianlah Haisuman menerangkan kekalahan tentara Quraisy di Badr.

Tawanan Badr

Bermusyawarah mengenai tawanan Badr.

Telah menjadi kebiasaan Nabi SAW apabila hendak mengerjakan sesuatu perkara yang penting, sedang wahyu dari Allah belum diturunkan, maka beliau SAW mengadakan “musyawarah” dengan shahabat-shahabat beliau yang terpandang. Yakni shahabat-shahabat yang mempunyai pengetahuan dan pandangan luas serta berpengaruh besar di kalangan kaumnya. Terutama shahabat Abu Bakar dan ‘Umar bin Khaththab tidak pernah beliau tinggalkan, karena kedua shahabat ini kecuali terpandang oleh Nabi juga berpengaruh besar bagi shahabat Muhajirin. Begitu pula shahabat Sa’ad bin Mu’adz, disamping dia terpandang oleh Nabi juga terpandang bagi shahabat Anshar, tidak ada bedanya dengan Abu Bakar dan ‘Umar.
Pada waktu itu karena Nabi SAW belum mengetahui tentang cara-cara memberi hukuman (keputusan) kepada orang-orang yang tertawan, maka beliau SAW mengadakan musyawarah dengan para shahabat untuk mengambil keputusan.

3/23/2019

Perang Badar Kubra

Perang Badar Kubra

1. Asal mula kejadian perang Badr
Diriwayatkan, bahwa setelah terjadinya perampasan oleh 'Abdullah bin Jahsy dan kawan-kawan sebagaimana riwayat terdahulu, maka kaum musyrikin Quraisy ketika itu sangat marah terhadap kaum muslimin. Oleh sebab itu pada saat mereka akan mengadakan angkatan perdagangan ke negeri Syam, mereka berjaga-jaga, sebab perjalanan perdagangan mereka pergi dan pulangnya melalui kota Madinah, padahal waktu itu kota Madinah sudah menjadi kotanya kaum muslimin.B

dalam bai'at 'Aqabah yang kedua berbicara di hadapan Nabi SAW atas nama kaumnya (Banu Salamah) dan dialah yang ditetapkan menjas bagi kaumnya. e. Kelahiran 'Abdullah bin Zubair RA Menurut riwayat, beberapa bulan sesudah Nabi SAW sampai di Madinah dalam hijrah beliau, keluarga shahabat Abu Bakar Ash-Shiddiq RA menyusul hijrah. Diantara keluarga ini ialah Asma' yaitu putri shahabat Abu Bakar, kakak perempuan 'Aisyah, dan dia adalah istri shahabat Zubair bin 'Awwam. Ketika Asma' berangkat berhijrah dia sedang hamil. Kemudian, beberapa bulan sesudah dia sampai di Madinah, dia melahirkan seorang putera yang dinamakan 'Abdullah. 'Abdullah bin Zubair ini adalah seorang putera dari shahabat Muhajirin yang pertama-tama dilahirkan. Lahirnya shahabat 'Abdullah bin Zubair berarti lahirnya seorang calon pejuang Islam, karena ternyata dia adalah seorang pejuang Islam sampai akhir hayatnya. Dan pada tahun 1 Hijrah itu pula 2 orang musuh Islam telah meninggal : 1. Kematian Walid bin Mughirah. Walid bin Mughirah adalah seorang yang sangat memusuhi Islam dan merintangi seruan Nabi SAW ketika di Makkah, karena dia memang salah seorang ketua dan kepala bangsa Quraisy di Makkah. Pada tahun pertama hijrah, dia mati dengan penuh penyesalan. Dan diriwayatkan bahwa pada saat ajalnya hampir tiba, ia sering mengeluh dan tampak sangat susah. Maka Abu Jahl bertanya kepadanya, "Wahai pamanku, mengapa engkau tampak begitu sedih, lalu apa yang menyebabkan engkau mengeluh ?". Walid bin Mughirah menjawab, "Saya sedih ini bukan karena takut akan mati, tetapi karena saya khawatir, kalau-kalau sepeninggal saya nanti agama Ibnu Abi Kabsyah mendapat kemenangan". [Yang dimaksud Ibnu Abi Kabsyah adalah Nabi SAW]. Kemudian Abu Sufyan segera menyahut, "Jangan khawatir, jangan takut, saya tanggung agama Ibnu Abi Kabsyah tidak akan dapat masuk ke Makkah. Jangankan mendapat kemenangan, masuk saja tidak akan bisa". Demikianlah riwayat kematian Walid bin Mughirah. 2. Kematian 'Ash bin Waail. Beberapa hari sesudah Walid bin Mughirah meninggal, lalu 'Ash bin Waail As-Sahmiy menyusul meninggal. 'Ash ini adalah seorang kepala Quraisy Makkah yang sangat memusuhi seruan Nabi SAW. 3. Perang Waddan. Menurut riwayat, Ibnu Hisyam dari Ibnu Ishaq, dan dikuatkan pula oleh Imam Bukhari dalam Tarikh Shaghirnya, bahwa ghazwah Waddan ini adalah ghazwah (peperangan) yang pertama kali yang dikepalai oleh Nabi SAW. Waddan adalah suatu nama gunung yang terletak diantara Makkah dan Madinah. Dan perang tersebut juga dinamakan ghazwah Abwa', karena berdekatan dengan desa Abwa'. Ghazwah Waddan ini terjadi pada tanggal 12 bulan Shafar tahun kedua Hijrah. Pada hari dan bulan itu, berangkatlah Nabi SAW dengan diiringi oleh shahabat-shahabat Muhajirin sebanyak 70 orang. Shahabat-shahabat Anshar tidak ada yang disuruh ikut. Sebelum Nabi SAW berangkat, pimpinan kaum muslimin di Madinah diserahkan kepada shahabat Sa'ad bin 'Ubadah RA. Nabi SAW berangkat menuju Waddan diiringi oleh pasukan tersebut dengan berbendera putih yang dibawa oleh shahabat Hamzah RA, Nabi dan tentaranya berangkat untuk menghadang seperangkatan unta yang membawa perdagangan kaum musyrikin Quraisy. Tetapi ternyata seperangkatan unta tersebut telah lewat, maka ghazwah tadi tidak sampai terjadi. Kemudian di tempat tersebut Nabi SAW mengadakan perjanjian dengan kaum Arab dari Bani Dlamrah, perjanjian tersebut oleh pembesar kaum ini yang bernama Makhsyi bin Amr Adl-Dlamriy pemimpin mereka pada saat itu, dan telah diterima dengan baik. Adapun isi perjanjiannya ialah : 1. Bahwa Bani Dlamrah tidak diperkenankan menyerang atau memerangi lebih dahulu kepada kaum muslimin. 2. Bahwa kaum muslimin tidak diperkenankan menyerang atau memerangi lebih dahulu kepada mereka. 3. Bahwa jika masing-masing dari dua golongan mendapat serangan dari luar, maka wajib membela dan menolong dengan sekuat-kuatnya. 4. Bahwa Bani Dlamrah tidak diperkenankan membantu apasaja kepada orang yang hendak memusuhi Islam. Selanjutnya setelah perjanjian perdamaian selesai, Nabi SAW bersama tentara Islam kembai ke Madinah dengan selamat, dan menurut riwayat bahwa sejak dari berangkat sampai kembalinya tentara Islam ini dalam waktu 15 hari. 4. Perang Buwath. Sekembali Nabi SAW ke Madinah, tidak lama kemudian Nabi SAW menerima khabar, bahwa seperangkatan unta yang membawa perdagangan kaum musyrikin Quraisy dari negeri Syam sebanyak dua ribu lima ratus unta dan seratus orang laki-laki yang dipimpin Umayyah bin Khalaf akan kembali ke Makkah. Oleh sebab itu Nabi SAW segera berangkat menuju desa Buwath. Buwath adalah nama suatu gunung yang letaknya dari Madinah kira-kira perjalanan 5 pos (dekat pelabuhan Yanbu'). Nabi SAW berangkat diiringi oleh pasukan muslimin yang terdri dari shahabat Muhajirin sebanyak 200 orang, dengan berbendera putih di bawa oleh shahabat Sa'ad bin Abi Waqqash RA. Ketika itu pimpinan kaum muslimin di Madinah diserahkan kepada shahabat Saaib bin 'Utsman bin Madl'un RA. Nabi SAW berangkat dalam bulan Rabi'ul Awwal tahun kedua Hijrah. Setelah Nabi SAW sampai di tempat yang dituju, ternyata seperangkatan unta kaum musyrikin Quraisy tersebut sudah berlalu dari Buwath, maka dari itu pertempuran tidak terjadi, dan Nabi SAW bersama tentara Islam lalu pulang kembali ke Madinah dengan selamat. 5. Perang 'Usyairah. Menurut riwayat, bahwa sekembali Nabi SAW di Madinah, tidak beberapa lama, terdengarlah khabar oleh Nabi, bahwa kaum Quraisy di Makkah akan mengadakan angkatan perdagangannya lagi ke negeri Syam, angkatan tersebut sebanyak 1.000 unta, dengan membawa perdagangan seharga 50.000 dinar, dan orang-orang yang mengiringinya lebih dari 30 orang dan dikepalai oleh seorang ketua Quraisy yang tidak asing lagi namanya ialah Abu Sufyan bin Harb. Maka setelah khabar ini didengar oleh Nabi SAW lalu beliau bersiap mengatur pasukan tentara kaum muslimin sebanyak 150 orang, kemudian pada hari permulaan bulan Jumadil Ula tahun kedua Hijrah, berangkatlah Nabi SAW dengan diiringi oleh pasukannya yang terdiri dari shahabat-shahabat Muhajirin dengan membawa bendera putih dan dibawa shahabat Hamzah RA. Pimpinan kaum muslimin di Madinah ketika itu diserahkan kepada Abu Salamah bin 'Abdul Asad. Beliau berangkat menuju suatu desa yang bernama 'Usyairah. Nama 'Usyairah ini asal mulanya nama suatu jurang di dekat Yanbu', dimana beliau sengaja hendak menghadang kaum Quraisy. Tetapi setelah tentara kaum muslimin sampai di tempat tersebut seperangkatan unta kaum Quraisy itu telah berlalu. Maka dari itu tidak terjadi pertempuran. Dan waktu itu Nabi SAW lalu mengadakan perjanjian perdamaian dengan kepala qabilah Bani Mudlij, yang ketika itu mereka di bawah pengaruh Banu Dlamrah, padahal Banu Dlamrah telah mengadakan perdamaian dengan Nabi SAW. Dan perjanjian Nabi SAW dengan Banu Mudlij tersebut adalah seperti perjanjian beliau dengan Banu Dlamrah juga. Kemudian Nabi SAW bersama kaum muslimin kembali ke Madinah dengan selamat. 6. Perang Badar yang pertama. Diriwayatkan, bahwa sekembali Nabi SAW dan kaum muslimin dari 'Usyairah tersebut, selang beberapa hari Nabi SAW menerima khabar, bahwa di suatu desa yang bernama Badr, ada seorang bernama Kurz bin Jabir Al-Fahriy merusak tanaman dan merampas buah-buahan kepunyaan penduduk Madinah. Maka Nabi SAW segera berangkat bersama kaum muslimin (yang jumlahnya di dalam kitab-kitab tarikh yang telah kami baca tidak disebutkan). Beliau berangkat dengan berbendera putih dan dibawa oleh shahabat 'Ali bin Abu Thalib RA. Adapun pimpinan kaum muslimin di Madinah diserahkan kepada shahabat Zaid bin Haritsah. Nabi SAW berangkat sengaja hendak mengejar perampas dan perusak tadi, tetapi setelah Nabi sampai di Badr, perampas dan perusak tadi sudah meloloskan diri, maka pertempuran itu tidak terjadi. Kemudian Nabi SAW bersama pengiringnya kembali ke Madinah dengan selamat. Nama Badr ini adalah nama suatu tempat mata air yang terletak diantara Makkah dan Madinah, tetapi lebih dekat dari Madinah, dan perang ini di dalam kitab-kitab tarikh dinamakan Perang Badrul ula dan disebut pula Perang Shafwan. Nama Shafwan ini adalah nama suatu jurang di dekat Badr. 7. Pasukan Islam yang dipimpin 'Abdullah bin Jahsy. Pada bulan Rajab tahun kedua Hijrah, Nabi SAW memberangkatkan 'Abdullah bin Jahsy bersama 8 orang dan dikepalai oleh 'Abdullah bin Jahsy, adapun 8 orang tadi merupakan jago-jago pemuda shahabat Muhajirin, yaitu : 1. Sa'ad bin Abu Waqqash, 2. 'Ukkasyah bin Mihshan, 3. 'Utbah bin Ghazwan, 4. Abu Hudzaifah bin 'Utbah, 5. Suhail bin Baidla', 6. 'Amir bin Rabi'ah, 7. Waqid bin 'Abdullah, 8. Khalid bin Bukair, dan 'Abdullah bin Jahsy sebagai kepala mereka. Tiap-tiap dua orang diantara mereka, berkendaraan unta. Sebelum mereka berangkat, pimpinan mereka diberi sepucuk surat tertutup oleh Nabi SAW. Surat tersebut tidak boleh dibuka sebelum perjalanan dua hari dua malam. Setelah perjalanan dua hari dua malam, barulah surat tersebut dibuka oleh 'Abdullah bin Jahsy, dan di dalamnya berisi petunjuk, yaitu : "Apabila kamu telah membaca suratku ini, hendaklah kamu terus berjalan sehingga sampai di desa Nakhlah yang desa itu terletak diantara Makkah dan Thaif. Setelah tiba di sana, lalu kamu turun dan selidikilah keadaan kaum Quraisy. Kemudian setelah kamu mendapatkan berita tentang mereka, maka segeralah kamu memberi khabar kepada kami". Setelah surat tersebut dibaca 'Abdullah bin Jahsy, kemudian dia berkata kepada kawan-kawannya, "Sesungguhnya Rasulullah SAW telah memerintahkan kepadaku supaya menyelidiki kaum Quraisy dan rencana-rencana yang akan mereka perbuat. Dan Rasulullah SAW juga melarangku untuk memaksa seorangpun diantara kalian semua. Maka dari itu barangsiapa diantara kalian akan mencari mati syahid dan cinta padanya, marilah kita berangkat bersama-sama, dan barangsiapa tidak cinta kepada yang demikian itu, maka pulanglah. Adapun aku akan terus berjalan mengikuti perintah Rasulullah SAW". Dan ternyata kawan-kawan 'Abdullah bin Jahsy semuanya ikut meneruskan perjalanan sebagaimana yang diperintahkan oleh Rasulullah SAW, dan tidak ada seorangpun yang ingin kembali pulang. Namun sebelum sampai desa Nakhlah, tiba-tiba tersesatlah unta yang dikendarai Sa'ad bin Abi Waqqash dan Utbah bin Ghazwan dari jalan yang sebenarnya, sehingga mereka itu tertinggal dari kawan-kawannya. Dan Abdullah bin Jahsy melanjutkan perjalanannya bersama kawan-kawannya hingga sampai di desa Nakhlah. Dan di tempat itulah mereka dapat bertemu dengan seperangkatan unta kaum Quraisy yang membawa dagangan sedang berjalan dengan dipi

Berbagai Peristiwa Penting

Sebelum membahas peperangan yang dilakukan Rasulullah SAW perlu kita ketahui bahwa peperangan pada zaman Rasulullah SAW itu ada 2 macam, yaitu :
1.  Sariyyah ialah peperangan yang dilakukan oleh pasukan tentara Islam yang dikirim oleh Nabi SAW, sedangkan beliau tidak turut di dalamnya.
2.  Ghazwah ialah peperangan yang Nabi SAW turut di dalamnya.

Tentang kehidupan Dunia

  TENTANG DUNIA فعَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ رض قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: لَوْ كَانَتِ الدُّنْيَا تَعْدِلُ عِنْدَ اللهِ جَنَاحَ بَعُوْضَةٍ ...