Puasa enam hari di bulan Syawwal
عَنْ اَبِى اَيُّوْبَ اْلاَنْصَارِيِّ اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله
عليه وسلم قَالَ: مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ اَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ،
كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ. مسلم 2: 822
Dari Abu Ayyub Al-Anshariy, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda,
"Barangsiapa puasa Ramadlan lalu ia iringi dengan puasa enam hari di bulan Syawwal,
adalah (pahalanya) itu seperti puasa setahun". [HR. Muslim juz 2, hal. 822]
عَنْ ثَوْبَانَ مَوْلَى رَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه وسلم عَنْ
رَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه وسلم اَنَّهُ قَالَ: مَنْ صَامَ سِتَّةَ اَيَّامٍ
بَعْدَ اْلفِطْرِ كَانَ تَمَامَ السَّنَةِ، مَنْ جَاءَ بِاْلحَسَنَةِ فَلَهُ عَشْرُ
اَمْثَالِهَا. ابن ماجه 1: 547، رقم: 1715
Dari Tsauban bekas budak Rasulullah SAW dari Rasulullah SAW, beliau
bersabda, "Barangsiapa puasa enam hari sesudah Hari Raya 'Iedul Fithri, adalah
(serupa) sempurna setahun, (karena) barangsiapa mengerjakan kebaikan, maka ia
mendapat pahala sepuluh kali lipat". [HR. Ibnu Majah juz 1, hal. 547, no. 1715]
عَنْ ثَوْبَانَ اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ: صِيَامُ
شَهْرٍ بِعَشْرَةِ اَشْهُرٍ وَسِتَّةِ اَيَّامٍ بَعْدَهُنَّ بِشَهْرَيْنِ فَذ?لِكَ
تَمَامُ سَنَةٍ يَعْنِى شَهْرَ رَمَضَانَ وَسِتَّةَ اَيَّامٍ بَعْدَهُ. الدارمى 2: 21، رقم: 1680
Dari Tsauban bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, "Puasa sebulan (Ramadlan) pahalanya sama dengan sepuluh bulan, dan enam hari
sesudahnya pahalanya sama dengan dua bulan. Maka yang demikian itu (pahalanya)
sama dengan puasa setahun penuh. Yakni bulan Ramadlan dan enam hari sesudahnya
(Syawwal)". [HR. Darimiy juz 2 hal. 21, no. 1680]
Keterangan :
a. Nabi SAW menggembirakan
ummatnya agar suka berpuasa enam hari di bulan Syawwal, dengan menyatakan bahwa
orang yang berpuasa satu bulan dibulan Ramadlan kemudian berpuasa enam hari di
bulan Syawwal, maka pahalanya semisal dengan puasa setahun.
Pengertiannya demikian
:
Puasa Ramadlan (yang
biasanya 30 hari) pahalanya senilai berpuasa 300 hari, karena tiap-tiap satu
hari mendapat pahala 10 kali lipat. Dan 6 hari di bulan Syawwal senilai dengan
puasa 60 hari, sehingga semuanya berjumlah 360 hari atau sama dengan 1
tahun.
b. Enam hari dalam bulan
Syawwal itu tidak mesti harus berturut-turut yang dimulai dari tanggal 2 (tepat
sehabis Hari Raya) sebagaimana yang biasa dikerjakan oleh ummat Islam pada
umumnya. Karena tidak ada penjelasan yang tegas dari agama atau keterangan yang
sharih (terang/tegas) dan shahih (kuat) dari agama. Dan kita tidak boleh membuat
ketentuan sendiri dalam masalah 'ibadah. Jadi, boleh dan tetap dipandang
sempurna oleh syara' bila kita mengerjakan berselang-seling maupun
berturut-turut yang tidak dimulai tanggal 2 Syawwal (tepat sehabis Hari Raya),
yang penting masih dalam bulan Syawwal. Kalaupun hendak mengerjakan tepat
sehabis Hari Raya dengan berturut-turutpun tidak mengapa, asal tidak dengan
keyakinan bahwa itulah cara yang paling sah yang dituntunkan oleh
syara'.
c. Hadits riwayat Muslim yang
dijadikan dalil puasa Syawwal tersebut ada sebagian ‘ulama yang menganggap
lemah, karena di dalam sanadnya ada perawi Sa’ad bin Sa’id bin Qais yang dicela
oleh sebagian ulama ahli hadits. Namun sebagian ‘ulama ahli hadits yang lain
berpendapat bahwa celanya Sa’ad bin Sa’id bin Qais tersebut tidak sampai
menyebabkan hadits itu menjadi dlaif (lemah). Lagi pula hadits riwayat Muslim
itu dikuatkan oleh dua hadits berikutnya yang diriwayatkan Ibnu Majah dan
Darimiy dimana dalam sanadnya tidak terdapat perawi Sa’ad bin Sa’id bin Qais
yang dipermasalahkan tersebut. Jadi hadits itu tetap bisa dipakai sebagai dalil.
[Bagi yang ingin mengetahui identitas Sa’ad bin Sa’id bin Qais lebih lanjut
silakan baca Tahdzibut-Tahdzib juz 3 hal. 408 no. 876, Mizanul I’tidal juz 2
hal. 120 no. 3109, Al-Jarhu wat Ta’dil juz 4 hal. 84 no. 370 dan Taqribut
Tahdzib hal. 171 no. 2237]. Walloohu a’lam.
2. Puasa 'Arafah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar