3/25/2019

Teguran Allah SWT kepada Nabi SAW
 mengenai tawanan Badr.

    Setelah Nabi SAW melepaskan para tawanan Badr, kemudian Allah SWT menurunkan wahyu kepada beliau :
مَا كَانَ لِنَبِيّ اَنْ يَّكُوْنَ لَه اَسْرى حَتّى يُثْخِنَ فِى اْلاَرْضِ، تُرِيْدُوْنَ عَرَضَ الدُّنْيَا، وَ اللهُ يُرِيْدُ اْلاخِرَةَ، وَ اللهُ عَزِيْزٌ حَكِيْمٌ. لَوْ لاَ كِتبٌ مّنَ اللهِ سَبَقَ لَمَسَّكُمْ فِيْمَآ اَخَذْتُمْ عَذَابٌ عَظِيْمٌ. فَكُلُوْا مِمَّا غَنِمْتُمْ حَللاً طَيّبًا وَّ اتَّقُوا اللهَ، اِنَّ اللهَ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ. الانفال:67-69
Tidak patut bagi seorang Nabi mempunyai tawanan sebelum ia dapat melumpuhkan musuhnya di muka bumi. Kamu menghendaki harta benda duniawiyah sedangkan Allah menghendaki (pahala) akhirat (untukmu). Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana (67). Kalau sekiranya tidak ada ketetapan yang telah terdahulu dari Allah, niscaya kamu ditimpa siksaan yang besar karena tebusan yang kamu ambil (68). Maka makanlah dari sebagian rampasan perang yang telah kamu ambil itu, sebagai makanan yang halal lagi baik, dan bertakwalah kepada Allah; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (69). [QS. Al-Anfaal]

Kegoncangan Kaum Quraisy di Makkah

Kegoncangan Kaum Quraisy di Makkah

  Tentara Quraisy yang pertama kali tiba di Makkah dari Badr ialah seorang yang bernama Haisuman bin ‘Abdillah Al-Khuza’iy. Setelah ia sampai di Makkah sudah tentu mendapat beberapa pertanyaan oleh orang-orang yang tinggal di Makkah terutama ketua-ketua Quraisy yang tidak ikut ke Badr. Ketika itu ia menjawab dengan sebenarnya, “Bahwa tentara Quraisy hancur luluh dikalahkan oleh tentara Muhammad, kepala-kepala dan pahlawan-pahlawan Quraisy binasa. Abu Jahl, ‘Utbah bin Rabi’ah, Abul Bakhtari, Walid bin ‘Utbah, Syaibah bin Rabi’ah dan Umayyah bin Khalaf, Zam’ah bin Aswad, Nubaih bin Hajjaj dan Munabbih bin Hajjaj terbunuh, dan barisan tentara Quaisy kocar-kacir”. Demikianlah Haisuman menerangkan kekalahan tentara Quraisy di Badr.

Tawanan Badr

Bermusyawarah mengenai tawanan Badr.

Telah menjadi kebiasaan Nabi SAW apabila hendak mengerjakan sesuatu perkara yang penting, sedang wahyu dari Allah belum diturunkan, maka beliau SAW mengadakan “musyawarah” dengan shahabat-shahabat beliau yang terpandang. Yakni shahabat-shahabat yang mempunyai pengetahuan dan pandangan luas serta berpengaruh besar di kalangan kaumnya. Terutama shahabat Abu Bakar dan ‘Umar bin Khaththab tidak pernah beliau tinggalkan, karena kedua shahabat ini kecuali terpandang oleh Nabi juga berpengaruh besar bagi shahabat Muhajirin. Begitu pula shahabat Sa’ad bin Mu’adz, disamping dia terpandang oleh Nabi juga terpandang bagi shahabat Anshar, tidak ada bedanya dengan Abu Bakar dan ‘Umar.
Pada waktu itu karena Nabi SAW belum mengetahui tentang cara-cara memberi hukuman (keputusan) kepada orang-orang yang tertawan, maka beliau SAW mengadakan musyawarah dengan para shahabat untuk mengambil keputusan.

3/23/2019

Perang Badar Kubra

Perang Badar Kubra

1. Asal mula kejadian perang Badr
Diriwayatkan, bahwa setelah terjadinya perampasan oleh 'Abdullah bin Jahsy dan kawan-kawan sebagaimana riwayat terdahulu, maka kaum musyrikin Quraisy ketika itu sangat marah terhadap kaum muslimin. Oleh sebab itu pada saat mereka akan mengadakan angkatan perdagangan ke negeri Syam, mereka berjaga-jaga, sebab perjalanan perdagangan mereka pergi dan pulangnya melalui kota Madinah, padahal waktu itu kota Madinah sudah menjadi kotanya kaum muslimin.B

dalam bai'at 'Aqabah yang kedua berbicara di hadapan Nabi SAW atas nama kaumnya (Banu Salamah) dan dialah yang ditetapkan menjas bagi kaumnya. e. Kelahiran 'Abdullah bin Zubair RA Menurut riwayat, beberapa bulan sesudah Nabi SAW sampai di Madinah dalam hijrah beliau, keluarga shahabat Abu Bakar Ash-Shiddiq RA menyusul hijrah. Diantara keluarga ini ialah Asma' yaitu putri shahabat Abu Bakar, kakak perempuan 'Aisyah, dan dia adalah istri shahabat Zubair bin 'Awwam. Ketika Asma' berangkat berhijrah dia sedang hamil. Kemudian, beberapa bulan sesudah dia sampai di Madinah, dia melahirkan seorang putera yang dinamakan 'Abdullah. 'Abdullah bin Zubair ini adalah seorang putera dari shahabat Muhajirin yang pertama-tama dilahirkan. Lahirnya shahabat 'Abdullah bin Zubair berarti lahirnya seorang calon pejuang Islam, karena ternyata dia adalah seorang pejuang Islam sampai akhir hayatnya. Dan pada tahun 1 Hijrah itu pula 2 orang musuh Islam telah meninggal : 1. Kematian Walid bin Mughirah. Walid bin Mughirah adalah seorang yang sangat memusuhi Islam dan merintangi seruan Nabi SAW ketika di Makkah, karena dia memang salah seorang ketua dan kepala bangsa Quraisy di Makkah. Pada tahun pertama hijrah, dia mati dengan penuh penyesalan. Dan diriwayatkan bahwa pada saat ajalnya hampir tiba, ia sering mengeluh dan tampak sangat susah. Maka Abu Jahl bertanya kepadanya, "Wahai pamanku, mengapa engkau tampak begitu sedih, lalu apa yang menyebabkan engkau mengeluh ?". Walid bin Mughirah menjawab, "Saya sedih ini bukan karena takut akan mati, tetapi karena saya khawatir, kalau-kalau sepeninggal saya nanti agama Ibnu Abi Kabsyah mendapat kemenangan". [Yang dimaksud Ibnu Abi Kabsyah adalah Nabi SAW]. Kemudian Abu Sufyan segera menyahut, "Jangan khawatir, jangan takut, saya tanggung agama Ibnu Abi Kabsyah tidak akan dapat masuk ke Makkah. Jangankan mendapat kemenangan, masuk saja tidak akan bisa". Demikianlah riwayat kematian Walid bin Mughirah. 2. Kematian 'Ash bin Waail. Beberapa hari sesudah Walid bin Mughirah meninggal, lalu 'Ash bin Waail As-Sahmiy menyusul meninggal. 'Ash ini adalah seorang kepala Quraisy Makkah yang sangat memusuhi seruan Nabi SAW. 3. Perang Waddan. Menurut riwayat, Ibnu Hisyam dari Ibnu Ishaq, dan dikuatkan pula oleh Imam Bukhari dalam Tarikh Shaghirnya, bahwa ghazwah Waddan ini adalah ghazwah (peperangan) yang pertama kali yang dikepalai oleh Nabi SAW. Waddan adalah suatu nama gunung yang terletak diantara Makkah dan Madinah. Dan perang tersebut juga dinamakan ghazwah Abwa', karena berdekatan dengan desa Abwa'. Ghazwah Waddan ini terjadi pada tanggal 12 bulan Shafar tahun kedua Hijrah. Pada hari dan bulan itu, berangkatlah Nabi SAW dengan diiringi oleh shahabat-shahabat Muhajirin sebanyak 70 orang. Shahabat-shahabat Anshar tidak ada yang disuruh ikut. Sebelum Nabi SAW berangkat, pimpinan kaum muslimin di Madinah diserahkan kepada shahabat Sa'ad bin 'Ubadah RA. Nabi SAW berangkat menuju Waddan diiringi oleh pasukan tersebut dengan berbendera putih yang dibawa oleh shahabat Hamzah RA, Nabi dan tentaranya berangkat untuk menghadang seperangkatan unta yang membawa perdagangan kaum musyrikin Quraisy. Tetapi ternyata seperangkatan unta tersebut telah lewat, maka ghazwah tadi tidak sampai terjadi. Kemudian di tempat tersebut Nabi SAW mengadakan perjanjian dengan kaum Arab dari Bani Dlamrah, perjanjian tersebut oleh pembesar kaum ini yang bernama Makhsyi bin Amr Adl-Dlamriy pemimpin mereka pada saat itu, dan telah diterima dengan baik. Adapun isi perjanjiannya ialah : 1. Bahwa Bani Dlamrah tidak diperkenankan menyerang atau memerangi lebih dahulu kepada kaum muslimin. 2. Bahwa kaum muslimin tidak diperkenankan menyerang atau memerangi lebih dahulu kepada mereka. 3. Bahwa jika masing-masing dari dua golongan mendapat serangan dari luar, maka wajib membela dan menolong dengan sekuat-kuatnya. 4. Bahwa Bani Dlamrah tidak diperkenankan membantu apasaja kepada orang yang hendak memusuhi Islam. Selanjutnya setelah perjanjian perdamaian selesai, Nabi SAW bersama tentara Islam kembai ke Madinah dengan selamat, dan menurut riwayat bahwa sejak dari berangkat sampai kembalinya tentara Islam ini dalam waktu 15 hari. 4. Perang Buwath. Sekembali Nabi SAW ke Madinah, tidak lama kemudian Nabi SAW menerima khabar, bahwa seperangkatan unta yang membawa perdagangan kaum musyrikin Quraisy dari negeri Syam sebanyak dua ribu lima ratus unta dan seratus orang laki-laki yang dipimpin Umayyah bin Khalaf akan kembali ke Makkah. Oleh sebab itu Nabi SAW segera berangkat menuju desa Buwath. Buwath adalah nama suatu gunung yang letaknya dari Madinah kira-kira perjalanan 5 pos (dekat pelabuhan Yanbu'). Nabi SAW berangkat diiringi oleh pasukan muslimin yang terdri dari shahabat Muhajirin sebanyak 200 orang, dengan berbendera putih di bawa oleh shahabat Sa'ad bin Abi Waqqash RA. Ketika itu pimpinan kaum muslimin di Madinah diserahkan kepada shahabat Saaib bin 'Utsman bin Madl'un RA. Nabi SAW berangkat dalam bulan Rabi'ul Awwal tahun kedua Hijrah. Setelah Nabi SAW sampai di tempat yang dituju, ternyata seperangkatan unta kaum musyrikin Quraisy tersebut sudah berlalu dari Buwath, maka dari itu pertempuran tidak terjadi, dan Nabi SAW bersama tentara Islam lalu pulang kembali ke Madinah dengan selamat. 5. Perang 'Usyairah. Menurut riwayat, bahwa sekembali Nabi SAW di Madinah, tidak beberapa lama, terdengarlah khabar oleh Nabi, bahwa kaum Quraisy di Makkah akan mengadakan angkatan perdagangannya lagi ke negeri Syam, angkatan tersebut sebanyak 1.000 unta, dengan membawa perdagangan seharga 50.000 dinar, dan orang-orang yang mengiringinya lebih dari 30 orang dan dikepalai oleh seorang ketua Quraisy yang tidak asing lagi namanya ialah Abu Sufyan bin Harb. Maka setelah khabar ini didengar oleh Nabi SAW lalu beliau bersiap mengatur pasukan tentara kaum muslimin sebanyak 150 orang, kemudian pada hari permulaan bulan Jumadil Ula tahun kedua Hijrah, berangkatlah Nabi SAW dengan diiringi oleh pasukannya yang terdiri dari shahabat-shahabat Muhajirin dengan membawa bendera putih dan dibawa shahabat Hamzah RA. Pimpinan kaum muslimin di Madinah ketika itu diserahkan kepada Abu Salamah bin 'Abdul Asad. Beliau berangkat menuju suatu desa yang bernama 'Usyairah. Nama 'Usyairah ini asal mulanya nama suatu jurang di dekat Yanbu', dimana beliau sengaja hendak menghadang kaum Quraisy. Tetapi setelah tentara kaum muslimin sampai di tempat tersebut seperangkatan unta kaum Quraisy itu telah berlalu. Maka dari itu tidak terjadi pertempuran. Dan waktu itu Nabi SAW lalu mengadakan perjanjian perdamaian dengan kepala qabilah Bani Mudlij, yang ketika itu mereka di bawah pengaruh Banu Dlamrah, padahal Banu Dlamrah telah mengadakan perdamaian dengan Nabi SAW. Dan perjanjian Nabi SAW dengan Banu Mudlij tersebut adalah seperti perjanjian beliau dengan Banu Dlamrah juga. Kemudian Nabi SAW bersama kaum muslimin kembali ke Madinah dengan selamat. 6. Perang Badar yang pertama. Diriwayatkan, bahwa sekembali Nabi SAW dan kaum muslimin dari 'Usyairah tersebut, selang beberapa hari Nabi SAW menerima khabar, bahwa di suatu desa yang bernama Badr, ada seorang bernama Kurz bin Jabir Al-Fahriy merusak tanaman dan merampas buah-buahan kepunyaan penduduk Madinah. Maka Nabi SAW segera berangkat bersama kaum muslimin (yang jumlahnya di dalam kitab-kitab tarikh yang telah kami baca tidak disebutkan). Beliau berangkat dengan berbendera putih dan dibawa oleh shahabat 'Ali bin Abu Thalib RA. Adapun pimpinan kaum muslimin di Madinah diserahkan kepada shahabat Zaid bin Haritsah. Nabi SAW berangkat sengaja hendak mengejar perampas dan perusak tadi, tetapi setelah Nabi sampai di Badr, perampas dan perusak tadi sudah meloloskan diri, maka pertempuran itu tidak terjadi. Kemudian Nabi SAW bersama pengiringnya kembali ke Madinah dengan selamat. Nama Badr ini adalah nama suatu tempat mata air yang terletak diantara Makkah dan Madinah, tetapi lebih dekat dari Madinah, dan perang ini di dalam kitab-kitab tarikh dinamakan Perang Badrul ula dan disebut pula Perang Shafwan. Nama Shafwan ini adalah nama suatu jurang di dekat Badr. 7. Pasukan Islam yang dipimpin 'Abdullah bin Jahsy. Pada bulan Rajab tahun kedua Hijrah, Nabi SAW memberangkatkan 'Abdullah bin Jahsy bersama 8 orang dan dikepalai oleh 'Abdullah bin Jahsy, adapun 8 orang tadi merupakan jago-jago pemuda shahabat Muhajirin, yaitu : 1. Sa'ad bin Abu Waqqash, 2. 'Ukkasyah bin Mihshan, 3. 'Utbah bin Ghazwan, 4. Abu Hudzaifah bin 'Utbah, 5. Suhail bin Baidla', 6. 'Amir bin Rabi'ah, 7. Waqid bin 'Abdullah, 8. Khalid bin Bukair, dan 'Abdullah bin Jahsy sebagai kepala mereka. Tiap-tiap dua orang diantara mereka, berkendaraan unta. Sebelum mereka berangkat, pimpinan mereka diberi sepucuk surat tertutup oleh Nabi SAW. Surat tersebut tidak boleh dibuka sebelum perjalanan dua hari dua malam. Setelah perjalanan dua hari dua malam, barulah surat tersebut dibuka oleh 'Abdullah bin Jahsy, dan di dalamnya berisi petunjuk, yaitu : "Apabila kamu telah membaca suratku ini, hendaklah kamu terus berjalan sehingga sampai di desa Nakhlah yang desa itu terletak diantara Makkah dan Thaif. Setelah tiba di sana, lalu kamu turun dan selidikilah keadaan kaum Quraisy. Kemudian setelah kamu mendapatkan berita tentang mereka, maka segeralah kamu memberi khabar kepada kami". Setelah surat tersebut dibaca 'Abdullah bin Jahsy, kemudian dia berkata kepada kawan-kawannya, "Sesungguhnya Rasulullah SAW telah memerintahkan kepadaku supaya menyelidiki kaum Quraisy dan rencana-rencana yang akan mereka perbuat. Dan Rasulullah SAW juga melarangku untuk memaksa seorangpun diantara kalian semua. Maka dari itu barangsiapa diantara kalian akan mencari mati syahid dan cinta padanya, marilah kita berangkat bersama-sama, dan barangsiapa tidak cinta kepada yang demikian itu, maka pulanglah. Adapun aku akan terus berjalan mengikuti perintah Rasulullah SAW". Dan ternyata kawan-kawan 'Abdullah bin Jahsy semuanya ikut meneruskan perjalanan sebagaimana yang diperintahkan oleh Rasulullah SAW, dan tidak ada seorangpun yang ingin kembali pulang. Namun sebelum sampai desa Nakhlah, tiba-tiba tersesatlah unta yang dikendarai Sa'ad bin Abi Waqqash dan Utbah bin Ghazwan dari jalan yang sebenarnya, sehingga mereka itu tertinggal dari kawan-kawannya. Dan Abdullah bin Jahsy melanjutkan perjalanannya bersama kawan-kawannya hingga sampai di desa Nakhlah. Dan di tempat itulah mereka dapat bertemu dengan seperangkatan unta kaum Quraisy yang membawa dagangan sedang berjalan dengan dipi

Berbagai Peristiwa Penting

Sebelum membahas peperangan yang dilakukan Rasulullah SAW perlu kita ketahui bahwa peperangan pada zaman Rasulullah SAW itu ada 2 macam, yaitu :
1.  Sariyyah ialah peperangan yang dilakukan oleh pasukan tentara Islam yang dikirim oleh Nabi SAW, sedangkan beliau tidak turut di dalamnya.
2.  Ghazwah ialah peperangan yang Nabi SAW turut di dalamnya.

Islam Disebarkan Bukan Dengan Paksaan.

Islam Disebarkan Bukan Dengan Paksaan.
لا إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ قَدْ تَبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ فَمَنْ يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِنْ بِاللَّهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَى لا انْفِصَامَ لَهَا وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barang siapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui

Tentang kehidupan Dunia

  TENTANG DUNIA فعَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ رض قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: لَوْ كَانَتِ الدُّنْيَا تَعْدِلُ عِنْدَ اللهِ جَنَاحَ بَعُوْضَةٍ ...