Kekhawatiran Kaum Quraisy Terhadap Al-Qur'an
Ketika
kaum Musyrikin Quraisy mendengar khabar bahwa sebagian dari pengikut-pengikut
Nabi SAW telah pergi ke negeri Habsyi, maka mereka menyuruh seseorang yang
dipercaya untuk menyelidiki perjalanan kaum Muslimin. Tetapi setelah orang yang
disuruh itu sampai di pantai laut merah, dilihatnya serombongan kaum Muslimin
telah menaiki perahu dan telah berlayar. Maka dari itu dengan sangat kecewa
suruhan itu lalu kembali ke Makkah dengan tangan hampa. Oleh sebab itu
bertamahlah kemarahan kaum musyrikin Quraisy terhadap kaum Muslimin yang masih
tinggal di Makkah.
Mereka
menghasut orang banyak yang belum menjadi pengikut Nabi Muhammad SAW. supaya
jangan mendengarkan ayat-ayat Al-Qur'an yang biasa dibaca oleh kaum Muslimin,
terutama oleh Nabi SAW. Di antara ketua-ketua dan pembesar-pembesar kaum
musyrikin berkata kepada orang-orang: "Janganlah kamu mendengarkan ayat-ayat
Al-Qur'an, dan cemoohkanlah bacaan yang biasa dibaca oleh Muhammad dan para
pengikutnya itu, dan buatlah hiruk-pikuk terhadapnya, supaya kamu dapat
mengalahkan dia !".
Sehubungan
dengan itu, maka Allah menurunkan wahyu kepada Nabi SAW.
وَقَالَ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا لاَ تَسْمَعُوْا لِهذَا اْلقُرْانِ
وَاْلغَوْا فِيْهِ لَعَلَّكُمْ تَغْلِبُوْنَ. فَلَنُذِيْقَنَّ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا
عَذَابًا شَدِيْدًا وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ اَسْوَاَ الَّذَيْ كَانُوْا يَعْمَلُوْنَ.
ذلِكَ جَزَآءُ اَعْدَآءِ اللهِ النَّارُ لَهُمْ فِيْهَا دَارُ اْلخُلْدِ،
جَزَآءً بِمَا كَانُوْا بِايتِنَا
يَجْحَدُوْنَ. فصلت:26-28
Dan
orang-orang yang kafir berkata, "Janganlah kamu mendengarkan dengan
sungguh-sungguh Al-Qur'an ini dan buatlah hiruk-pikuk terhadapnya, supaya kamu
dapat mengalahkan (mereka). Maka sesungguhnya Kami akan merasakan adzab yang
keras kepada orang-orang kafir dan Kami akan memberi balasan kepada mereka
dengan seburuk-buruk pembalasan bagi apa yang telah mereka kerjakan. Demikianlah
balasan (terhadap) musuh-musuh Allah, (yaitu) neraka; mereka mendapat tempat
tinggal yang kekal di dalamnya sebagai pembalasan atas keingkarannya terhadap
ayat-ayat Kami".
[Fushshilat : 26-28]
3.
Kaum Muslimin Kembali dari Negeri Habsyi
Setelah
kurang lebih 3 bulan lamanya rombongan dari kaum Muslimin berhijrah dan menetap
di negeri Habsyi, akhirnya mereka pulang kembali ke Makkah, ini terjadi pada
pertengahan bulan Syawwal tahun ke 5 Bi'tsah.
Adapun
sebabnya mereka kembali ke Makkah, karena mereka mendengar berita bahwa kaum
Musyrikin Quraisy di Makkah yang selalu menghalang halangi dakwah Nabi SAW telah
takluk dan mengikut seruan Nabi SAW. Di samping itu, juga karena adanya
kesulitan-kesulitan yang lain lantaran adanya perbedaan bahasa dan lain
sebagainya.
Dan
setelah tiba kembali di Makkah barulah mereka insaf, bahwa khabar tunduknya kaum
musyrikin kepada seruan Nabi SAW itu adalah khabar bohong yang dibuat-buat oleh
kaum Musyrikin Quraisy.
4.
Islamnya 'Umar bin Khaththab RA.
Umar
bin Al-Khaththab adalah seorang dari bangsa Quraisy di kota Makkah yang sangat
berpengaruh di kalangan bangsanya, karena pada waktu itu ia adalah seorang yang
gagah berani, cerdas, tangkas dan kuat. Ia adalah seorang Quraisy yang
kegagahannya, keberaniannya, dan pengaruhnya seimbang dengan Abu Jahal. Dan ia
termasuk seorang pemuka Quraisy Musyrikin yang sangat memusuhi Nabi SAW
sebagaimana Abu Jahal. Oleh sebab itu sering ia menganiaya dan menyakiti
orang-orang yang menjadi pengikut Nabi SAW, bahkan pernah juga ia menyiksa budak
beliannya yang telah menjadi pengikut Nabi SAW. Oleh sebab itu, maka Nabi SAW
seringkali berdo'a kepada Allah :
اَللّهُمَّ اَعِزَّ اْلاِسْلاَمَ بِاَحَبِّ هذَيْنِ الرَّجُلَيْنِ
اِلَيْكَ. بِاَبِى جَهْلٍ اَوْ بِعُمَرَ بْنِ اْلخَطَّابِ. الترمذى عن ابن
عمر
Ya
Allah, berilah kemenangan Islam ini dengan sebab kecintaan dua orang laki-laki
ini kepada-Mu, yaitu dengan Abu Jahal atau dengan 'Umar bin
Khaththab.
[HR. Tirmidzi dari Ibnu 'Umar]
Dan
permohonan beliau itu akhirnya dikabulkan Allah. Yakni dengan kejadian bahwa
'Umar bin Al-Khaththab tunduk kepada seruan beliau dan memeluk Islam serta cinta
kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan akibat dari kejadian ini, maka agama Islam yang
tadinya masih dalam keadaan yang sangat menyedihkan, menjadi kelihatan di
kalangan khalayak ramai dengan menyinarkan cahaya yang amat menggoyahkan fihak
musuh dan sangat mencemaskan mereka yang menghalang-halangi
Islam.
5.
Sebab-sebab Islamnya 'Umar bin Khaththab
'Umar
bin Khaththab mempunyai adik perempuan yang bernama Fathimah. Pada waktu itu
Fathimah telah bersuami dengan seorang laki-laki yang bernama Sa'id bin Zaid,
dan sejak mereka mendengar dakwah Nabi SAW, mereka berdua segera mengikutnya
dengan setia dan menjadi pemeluk Islam yang sungguh-sungguh. Tetapi pada waktu
itu 'Umar belum mengetahui bahwa adiknya dan iparnya telah mengikut seruan Nabi
SAW.
Dan
pada waktu Laila dan suaminya 'Amir bin Rabi'ah akan berangkat berhijrah ke
negeri Habsyi, ketika Laila akan menaiki untanya, mendadak hal itu diketahui
oleh 'Umar. Laila lalu ditanya : "Hai Ummu 'Abdillah (julukan bagi Laila).
Engkau akan pergi kemana ?"
Laila
menjawab : "Engkau toh sudah menyakiti aku dan kawan-kawanku yang mengikut
seruan Muhammad. Maka sekarang aku akan pergi ke bumi Tuhan, di mana aku dapat
berbakti kepada Tuhan, di sanalah aku akan bertempat tinggal, agar supaya aku
tidak kamu sakiti dengan kawan-kawanmu".
'Umar
menjawab : "Ya, mudah-mudahan Tuhan beserta kamu". Lantas 'Umar seketika
itu pergi.
Setelah
Laila bertemu dengan suaminya, ia lalu menceritakan kepada-nya, bahwa ia telah
ditanya oleh 'Umar, dan 'Umar lalu mendo'akan kese-lamatannya. Suaminya lalu
berkata : "Apakah engkau mengharapkan Islamnya 'Umar bin Khaththab ?
Janganlah engkau mengharapkan demikian ! 'Umar tidak akan mengikut seruan
Muhammad, kecuali jika himarnya si Khaththab sudah mengikut Muhammad lebih
dahulu".
Adapun
sebabnya shahabat 'Amir sampai berani berkata seperti itu, karena ia selalu
ingat akan perbuatan-perbuatan 'Umar bin Khaththab yang sangat kejam, ganas dan
buas terhadap orang-orang yang telah mengikut seruan Nabi SAW, terutama ia ingat
perbuatannya ketika ia menyiksa salah seorang budak beliannya yang sudah memeluk
Islam sehingga jiwanya melayang.
Pada
waktu itu shahabat 'Amir tidaklah mengetahui bahwa Nabi SAW telah seringkali
berdo'a kepada Allah untuk keislamannya 'Umar.
Pada
suatu hari pemuka-pemuka kaum Musyrikin Quraisy memutuskan bahwa 'Umar bin
Khaththab diberi tugas untuk membunuh Nabi SAW. Maka dari itu 'Umar mencari Nabi
SAW di mana beliau berada dan jika bertemu beliau akan dibunuhnya dengan kejam
dan terang-terangan.
Pada
waktu itu 'Umar berjalan seorang diri dengan pedang terhunus dan kebetulan
diwaktu panas terik.
Ketika
'Umar sampai di suatu jalan di kota Makkah, tiba-tiba ia bertemu dengan seorang
shahabat karibnya, bernama Sa'ad bin Abi Waqqash. Maka dia bertanya kepada 'Umar
: "Engkau akan pergi kemana hai Ibnul-Khaththab ? Mengapa engkau membawa
pedang terhunus seperti itu ?"
'Umar
menjawab : "Aku akan pergi mencari Muhammad, orang celaka itu, karena ia
sudah berani mendirikan agama baru, sehingga memutuskan persaudaraan kita,
memecah belah persatuan bangsa kita, membodoh-bodohkan orang-orang pandai kita,
mencaci maki agama nenek moyang kita, menghina tuhan-tuhan kita, merendahkan
kemuliaan kita dan sebagainya. Maka dari itu jika kudapati dia, akan kubunuh,
akan kuhabisi nyawanya".
Sa'ad
menjawab : "Wahai 'Umar ! Engkau ini lebih kecil dan lebih hina, apakah
engkau akan membunuh Muhammad ? Apakah engkau mengira, kalau engkau telah
membunuh Muhammad, lalu anak keturunan 'Abdul-Muththalib akan membiarkan engkau
hidup lebih lama di muka bumi ini ? Sudah tentu mereka tidak akan membiarkan
engkau hidup lebih lama lagi".
'Umar
menjawab : "Agaknya engkau sekarang berani kepadaku, sekarag aku mengerti,
bahwa engkau sudah berganti agama. Engkau sudah mengikut agama Muhammad ! Jika
begitu, sekarang engkau akan kubunuh lebih dulu, karena engkau sudah berlainan
agama denganku".
Mendengar
ucapan 'Umar itu Sa'ad lalu segera membaca Kalimah syahadat, yang artinya :
"Aku bersaksi bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan melainkan Allah, dan bahwa
sesungguhnya Muhammad itu pesuruh Allah"
Setelah
'Umar mendengar syahadat Sa'ad itu, segera ia mengacungkan pedangnya kepada
Sa'ad. Sa'ad pun segera menghunus pedangnya dan mengacungkannya kepada 'Umar.
Kedua-duanya tampak sama beraninya sehingga kedua-duanya hampir mengadu kekuatan
pedang yang sama tajamnya, lalu 'Umar diam sebentar. Pada waktu itu Sa'ad
berkata kepadanya : "Hai 'Umar, mengapa engkau tidak berbuat demikian kepada
adikmu perempuan dan iparmu ?".
Segera
muka 'Umar menjadi merah padam, seraya berkata : "Mengapa begitu ? Apakah
adikku dan iparku sudah bertukar agama dan menjadi pengikut Muhammad
?".
Sa'ad
menjawab : "Mengapa tidak ? Mereka semua tokh sudah lama menjadi pemeluk
agama Muhammad dengan patuh dan ta'at".
'Umar
berkata : "Kalau begitu, lebih baik sekarang ini juga aku datangi rumahnya,
dan nanti kalau bertemu, akan kubunuh kedua-duanya ! Apa gunanya aku bersaudara
dengan orang-orang yang menjadi pengikut agama Muhammad
?".
Oleh
sebab itu 'Umar dan Sa'ad lalu berpisah, dan 'Umar terus pergi menuju ke rumah
adiknya perempuan, Fathimah. Dan ketika itu justru shahabat Sa'id bin Zaid dan
isterinya (Fathimah) sedang berada di rumah, dan sedang belajar menbaca
ayat-ayat Al-Qur'an pada shahabat Khabbab bin Al-Aratt
Setelah
'Umar sampai di rumah Sa'id bin Zaid dan ternyata bahwa pintunya terkunci, maka
diketuknya pintu itu dengan keras sambil memegang pedangnya yang terhunus tadi.
Setelah mendengar ketokan pintu dari luar, Sa'id bin Zaid bertanya dari dalam
rumah : "Siapa itu ?"
'Umar
menjawab : "Ibnul-Khaththab !".
Setelah
Khabbab mendengar suara 'Umar begitu keras, ia mengintai dari dalam, dan
dilihatnya, bahwa kedatangan 'Umar itu dengan membawa pedang terhunus. Maka dari
itu segera ia lari menyembunyikan dirinya di dalam rumah. Sedang catatan
ayat-ayat AlQur'an yang baru diajarkan tadi dengan secepatnya diambil dan
disembunyikan oleh Fathimah, lalu pintu itu dibuka oleh
Sa'id.
'Umar
lantas masuk ke dalam dengan muka merah padam sambil berkata kepada Fathimah :
"Hai, orang yang memusuhi dirinya sendiri, sungguh aku sekarang telah
mendengar khabar, engkau telah berganti agama, begitu juga suamimu. Betulkah
engkau sekarang telah mengikut agama Muhammad ?". Lalu 'Umar memegang
janggut Sa'id dan mencekik lehernya, lantas Sa'id dibanting lalu dadanya
diinjak-injak.
Oleh
karena shahabat Sa'id tidak begitu kuat, tentu saja ia tak dapat melepaskan diri
dari 'Umar.
Setelah
Fathimah melihat suaminya dianiaya, ia tidak tahan lagi, lalu akan menolongnya
sekuat tenaganya. Tetapi ketika ia baru mendekati 'Umar, kepalanya dipukul
dengan keras oleh kakaknya, dan mulutnya disikut, sehingga mengeluarkan darah.
Setelah mengetahui bahwa mukanya sudah berdarah, lalu Fathimah menunjukkan
keberaniannya seraya berkata kepada kakaknya : "Apakah engkau akan memukuli
aku, atau akan membunuhku, hai seteru Allah ?".
'Umar
lalu diam sambil duduk di atas dada iparnya.
Fathimah
lalu berkata lagi : "Hai seteru Allah ! Aku dan suamiku tokh sudah lama
memeluk agama Muhamnmad. Mengapa engkau baru bertanya sekarang ? Kalau engkau
memang akan membunuh diriku, aku tidak akan takut sedikitpun: dan kalau engkau
akan mengamukku, akupun tidak gentar dan tidak akan mundur selangkahpun.
Cobalah, dekatilah aku, bunuhlah aku dan suamiku! Aku akan tetap mengikut agama
Muhammad".
Setelah
'Umar mendengar suara adiknya dan melihat mukanya berlumuran darah yang mengalir dari atas kepalanya, ia
lantas bangun melepaskan iparnya, kemudian duduk di atas sebuah kurnsi. Lalu
termenung, dan tampak sangat menyesal atas pebuatannya yang sekejam itu dan
kelihatan sangat malu kepada iparnya, serta matanya melihat ke atas dan ke
bawah, ke kanan dan ke kiri. Tidak berapa lama kemudian, ia melihat tulisan pada
sehelai kertas yang tergantung di atas pintu. Dan ia tertarik kepada tulisan itu
dan selalu memperhatikannya. Karena ia adalah seorang Quraisy yang dapat menulis
dan membaca.
Lantaran
tertariknya kepada tulisan itu, maka ia memperhatikannya, dan lama kelamaan
hatinya tidak tahan, lalu ia bertanya kepada adiknya perempuan yang masih
kesakitan itu : "Hai Fathimah ! Itu tulisan Apa ?" Fathimah tidak mau
menjawab. Maka dari itu 'Umar bertanya lagi : "Hai Fathimah ! Cobalah tulisan
itu kau ambil sebentar, aku ingin melihatnya sebentar saja. Cobalah ambilkan
!".
Fathimah
menjawab dengan tegas : "Jangan ! Aku tidak sudi mengambilkannya, nanti kau
robek, dan tidak akan boleh engkau memegang tulisan itu, karena engkau seteru
Allah".
Berulang-ulang
'Umar meminta supaya diambilkan tulisan itu, tetapi Fathimah tetap tidak mau
mengambilkannya. Sebab itu akhirnya 'Umar bersumpah : "Demi Allah ! Jika aku
sudah melihat dan membaca tulisan itu, dengan segera akan ku kembalikan dan
tidak akan ku robek-robek Demi Allah! Aku tidak
berbohong".
Mendengar
sumpah 'Umar itu, akhirnya Fathimah mau mengambilkan tulisan itu dan memberikan
kepada 'Umar.
Setelah
'Umar memegang tulisan itu ia membaca permulaannya :
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ.
Baru
saja ia membaca "Bismillah" itu, hatinya pun terasa berdebar-debar.
lantaran itu tulisan itu dijatuhkan ke tanah. Kemudian tulisan itu diambilnya
dan dibaca lagi. Adapun tulisan itu, selain tertulis "Bismillah", ada
tertulis beberapa ayat Al-Qur'an telah diajarkan oleh beliau kepada para
pengikutnya. Yaitu surat Thaahaa ayat 1 s/d 16.
Setelah
'Umar selesai membaca ayat-ayat tersebut dan memperhatikan-nya, lantas ia
mengucapkan dengan sekeras-kerasnya :
اَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلهَ اِلاَّ اللهُ وَ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُه
وَرَسُوْلُهُ.
Kemudian
'Umar berkata kepada adiknya perempuan : "Sekarang ini juga, aku minta
ditunjukkan tempat Muhammad. Katakanlah kepadaku, sekarang Muhammad ada di mana,
aku sekarang harus bertemu dengan Muhammad".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar