SHOLATUL
LAIL
Shalat Sunnah Lail ialah :
Shalat-shalat Sunnah yang dikerjakan pada malam hari selain Ba'diyah
'Isya'.
Adapun waktunya ialah :
Sehabis shalat 'Isya' hingga akhir waktu 'Isya' sebelum masuk waktu Shubuh. Dan
shalat Lail itu boleh dikerjakan sebelum maupun sesudah
tidur.
Macam-macamnya
:
A.
Shalat Sunnah Tarawih. C. Shalat Sunnah
Witir.
B.
Shalat Sunnah Tahajjud. D. Shalat Sunnah
Iftitah.
A. Shalat
Tarawih
Tarawih artinya relax,
santai, istirahat.
Ulama mengistilahkan
Shalat Sunnah ini dengan Shalat Tarawih, karena melihat riwayat yang menjelaskan
tentang bagaimana cara Nabi SAW melakukannya. Yaitu dengan
perlahan-lahan/relax/santai serta diselingi dengan istirahat setiap habis salam,
sebagaimana riwayat dibawah ini:
Dari 'Aisyah RA, katanya
:
كَانَ رَسُوْلُ اللهِ ص يُصَلِّى اَرْبَعَ رَكَعَاتٍ فِى اللَّيْلِ
ثُمَّ يَتَرَوَّحُ فَاَطَالَ حَتَّى رَحِمْتُهُ. البيهقى 2: 49?
Adalah Rasulullah SAW
shalat 4 rekaat dimalam hari. Kemudian beliau beristirahat/bertarawih lama
sekali, sehingga aku merasa kasihan kepadanya. [HR. Baihaqi juz 2, hal.
497]
Waktu,
Bilangan dan Cara Pelaksanaan shalat tarawih
a.
Waktunya.
Setiap malam pada bulan
Ramadlan, boleh dikerjakan diawwal malam atau di pertengahan maupun di akhirnya,
baik sebelum tidur maupun sesudah tidur. Tegasnya, shalat tarawih adalah shalat
malam di bulan Ramadlan.
عَنْ اَبىْ ذَرٍّ قَالَ: صُمْنَا مَعَ رَسُوْلِ اللهِ ص رَمَضَانَ.
فَلَمْ يَقُمْ بِنَا شَيْئًا مِنَ الشَّهْرِ حَتَّى بَقِيَ سَبْعٌ فَقَامَ بِنَا
حَتَّى ذَهَبَ ثُلُثُ اللَّيْلِ فَلَمَّا كَانَتِ السَّادِسَةُ لَمْ يَقُمْ بِنَا
فَلَمَّا كَانَتِ اْلخَامِسَةُ قَامَ بِنَا حَتَّى ذَهَبَ شَطْرُ اللَّيْلِ. ابو
داود 2: 50، رقم: 13?5
Dari Abu Dzarr, ia berkata
: Kami berpuasa Ramadlan bersama Rasulullah SAW. Beliau tidak shalat (malam)
bersama kami sehingga tinggal tujuh hari dari bulan itu. Lalu beliau shalat
bersama kami hingga lewat sepertiga malam, kemudian beliau tidak shalat malam
bersama kami pada malam yang keenam. Tetapi beliau shalat malam bersama kami
pada malam yang ke lima hingga lewat tengah malam. [HR. Abu Dawud juz 2,
hal. 50, no. 1375]
عَنْ عَبْدِ الرَّحْم?نِ بْنِ عَبْدِ اْلقَارِيِّ اَنَّهُ قَالَ: خَرَجْتُ مَعَ عُمَرَ ابْنِ
اْلخَطَّابِ رض لَيْلَةً فِى رَمَضَانَ اِلىَ الْمَسْجِدِ فَاِذَا النَّاسُ
اَوْزَاعٌ مُتَفَرِّقُوْنَ يُصَلِّى الرَّجُلُ لِنَفْسِهِ وَيُصَلِّى الرَّجُلُ
فَيُصَلِّى بِصَلَاتِهِ الرَّهْطُ. فَقَالَ عُمَرُ: اِنِّى اَرَى لَوْ جَمَعْتُ
ه?ؤُلَاءِ عَلَى قَارِئٍ وَاحِدٍ لَكَانَ اَمْثَلَ. ثُمَّ عَزَمَ
فَجَمَعَهُمْ عَلَى اُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ. ثُمَّ خَرَجْتُ مَعَهُ لَيْلَةً اُخْرَى
وَالنَّاسُ يُصَلُّوْنَ بِصَلَاةِ قَارِئِهِمْ، قَالَ عُمَرُ: نِعْمَ اْلبِدْعَةُ
ه?ذِهِ، وَالَّتِى يَنَامُوْنَ عَنْهَا اَفْضَلُ مِنَ الَّتِى
يَقُوْمُوْنَ يُرِيْدُ ا?خِرَ اللَّيْلِ. وَكَانَ النَّاسُ يَقُوْمُوْنَ اَوَّلَهُ. البخارى
2: 252
Dari Abdurrahman bin Abdul
Qariyyi, bahwasanya ia berkata, "Saya pernah keluar ke masjid bersama Umar bin
Khaththab RA. pada suatu malam di bulan Ramadlan, Tiba-tiba kami dapati
orang-orang berkelompok-kelompok dan terpisah-pisah, ada yang shalat sendirian
dan ada yang shalat dengan diikuti beberapa orang. Maka Umar berkata, "Saya
berpendapat lebih baik mereka ini saya kumpulkan dengan diimami oleh seorang
imam". Kemudian Umar ber'azam dan mengumpulkan mereka itu dengan diimami oleh
Ubay bin Ka'ab. Kemudian saya keluar lagi bersama Umar pada malam yang lain,
sedang orang-orang shalat dengan bermakmum kepada imam mereka. Umar berkata,
"Sebaik-baik bid'ah adalah ini". Dan shalat yang mereka kerjakan pada akhir
malam adalah lebih utama dari pada yang mereka kerjakan di awwal malam.
Sedangkan orang-orang biasa mengerjakannya di awwal malam. [HR. Bukhari juz 2 :
252].
b. Bilangan
Raka'atnya
Shalat Sunnah Tarawih ini,
bilangan raka'at yang biasa dikerjakan oleh Nabi SAW adalah sebelas raka'at
beserta witirnya. Dan sebanyak-banyaknya tak terbatas, berapa saja seseorang
mampu melaksanakan-nya hingga habis waktu shalat sunnah tersebut, yaitu masuk
waktu Shubuh.
عَنْ عَائِشَةَ رض قَالَتْ: كَانَ رَسُوْلُ اللهِ ص يُصَلِّى مَا بَيْنَ
اَنْ يَفْرُغَ مِنْ صَلَاةِ اْلعِشَاءِ اِلىَ اْلفَجْرِ اِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً،
يُسَلِّمُ بَيْنَ كُلِّ رَكْعَتَيْنِ، وَ يُوْتِرُ بِوَاحِدَةٍ. مسلم 1: 508
Dari 'Aisyah RA, ia
berkata, "Rasulullah SAW shalat antara beliau selesai dari shalat 'Isyak hingga
fajar, 11 rekaat. Beliau salam antara tiap-tiap 2 rekaat, lalu berwitir 1
rekaat".
[HR. Muslim juz 1, hal. 508].
عَنْ اَبِي سَلَمَةَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْم?نِ اَنَّهُ سَأَلَ عَائِشَةَ رض كَيْفَ كَانَتْ صَلَاةُ رَسُوْلِ اللهِ
ص فِي رَمَضَانَ؟ فَقَالَتْ: مَا كَانَ رَسُوْلُ اللهِ ص يَزِيْدُ فِي رَمَضَانَ
وَلَا فِي غَيْرِهِ عَلَى اِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً يُصَلِّي اَرْبَعًا فَلَا
تَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُوْلِهِنَّ ثُمَّ يُصَلِّي اَرْبَعًا فَلَا تَسْأَلْ
عَنْ حُسْنِهِنَّ وَ طُوْلِهِنَّ ثُمَّ يُصَلِّي ثَلَاثًا. البخارى 2: 4?، مسلم 1: 509
Dari Abu Salamah bin
'Abdur Rahman, bahwasanya ia pernah bertanya kepada 'Aisyah RA, "Bagaimanakah
shalatnya Rasulullah SAW di bulan Ramadlan ?". Maka 'Aisyah berkata, "Rasulullah
SAW tidak melebihkan di bulan Ramadlan maupun di luar Ramadlan atas sebelas
rekaat. Beliau shalat empat rekaat, jangan kamu tanya bagusnya dan panjangnya.
Kemudian beliau shalat empat rekaat, jangan kamu tanya bagusnya dan panjangnya.
Kemudian beliau shalat (witir) tiga rekaat". [HR. Bukhari juz 2, hal.
47; Muslim juz 1, hal. 509]
Keterangan
:
Maksud hadits tersebut,
Nabi SAW shalat 2 raka'at salam, 2 raka'at salam lalu istirahat. Dilanjutkan
lagi 2 raka'at salam, 2 raka'at salam lalu istirahat. Kemudian beliau shalat
witir 3 reka'at.
Namun hadits tersebut
bukan merupakan batasan dari Nabi SAW, tetapi hanya menunjukkan bahwa biasanya
Nabi SAW shalat malam sebelas raka'at.
عَنِ ابْنِ عُمَرَ اَنَّ رَجُلًا سَأَلَ رَسُوْلَ اللهِ ص عَنْ صَلَاةِ
اللَّيْلِ. فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص. صَلَاةُ اللَّيْلِ مَثْنَى مَثْنَى. فَاِذَا
خَشِيَ اَحَدُكُمُ الصُّبْحَ صَلَّى رَكْعَةً وَاحِدَةً تُوْتِرُ لَهُ مَا قَدْ
صَلَّى. مسلم 1: 516
Dari Ibnu 'Umar bahwasanya
ada seorang lelaki bertanya kepada Rasulullah SAW tentang shalat malam. Maka
Rasulullah SAW menjawab, "Shalat malam itu 2 raka'at 2 raka'at. Maka apabila
seseorang diantara kalian khawatir masuk Shubuh, hendaklah ia shalat witir 1
raka'at. Yang seraka'at itu mewitirkan untuk shalat yang telah ia
kerjakan". [HR. Muslim juz 1, hal.
516]
c. Cara
Pelaksanaan
1. Boleh dengan Jahr
(suara nyaring) maupun Sirr (suara lembut) :
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ اَبِى قَيْسٍ قَالَ: سَأَلْتُ عَائِشَةَ: كَيْفَ
كَانَ قِرَاءَةُ النَّبِيِّ ص بِاللَّيْلِ؟ فَقَالَتْ: كُلُّ ذ?لِكَ قَدْ كَانَ يَفْعَلُ، رُبَمَا اَسَرَّ بِالْقِرَاءَةِ وَ رُبَمَا
جَهَرَ. فَقُلْتُ: اَلْحَمْدُ لِلّ?هِ الَّذِيْ جَعَلَ فِى اْلاَمْرِ سَعَةً. الترمذى 1: 2?8، رقم: 44?، و قال: هذا حديث صحيح غريب
Dari 'Abdullah bin Abu
Qais, ia berkata : Aku bertanya kepada 'Aisyah RA, "Bagaimana bacaan Nabi SAW
pada waktu (shalat) malam ?". Jawab 'Aisyah, "Semuanya itu pernah dilakukan oleh
Rasulullah SAW, terkadang beliau membaca sirr (pelan) dan terkadang beliau
membaca jahr (nyaring)". Maka aku berkata, "Segala puji bagi Allah yang telah
memberi kelonggaran dalam hal ini". [HR. Tirmidzi juz 1,
hal. 278, no. 447, ia berkata : Ini hadits shahih, gharib]
2. Boleh dikerjakan dengan berjama'ah maupun munfarid
(sendirian)
عَنْ عَائِشَةَ اُمِّ الْمُؤْمِنِيْنَ رض اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ ص صَلَّى
ذَاتَ لَيْلَةٍ فِى الْمَسْجِدِ فَصَلَّى بِصَلَاتِهِ نَاسٌ. ثُمَّ صَلَّى مِنَ
اْلقَابِلَةِ فَكَثُرَ النَّاسُ. ثُمَّ اجْتَمَعُوْا مِنَ اللَّيْلَةِ الثَّالِثَةِ
اَوِ الرَّابِعَةِ فَلَمْ يَخْرُجْ اِلَيْهِمْ رَسُوْلُ اللهِ ص فَلَمَّا اَصْبَحَ
قَالَ:قَدْ رَأَيْتُ الَّذِى صَنَعْتُمْ فَلَمْ يَمْنَعْنِى مِنَ اْلخُرُوْجِ
اِلَيْكُمْ اِلَّا اَنِّى خَشِيْتُ اَنْ تُفْرَضَ عَلَيْكُمْ. وَ ذ?لِكَ فِى رَمَضَانَ. البخارى 2: 44
Dari 'Aisyah Ummul
Mu’minin RA, bahwasanya pada suatu malam Rasulullah SAW shalat malam dimasjid,
maka orang-orangpun turut shalat bersama beliau. Kemudian beliau shalat pula
pada malam berikutnya, maka bertambah banyak orang yang mengikutinya. Kemudian
malam ketiganya atau ke empatnya mereka telah berkumpul, tetapi beliau tidak
datang. Maka setelah pagi harinya beliau berkata, "Sungguh saya telah mengetahui
apa yang kalian lakukan tadi malam dan saya tidak berhalangan untuk datang
kepada kalian, hanyasaja saya khawatir kalau shalat itu diwajibkan atas kalian".
(Kata 'Aisyah), "Kejadian tersebut pada bulan Ramadlan". [HSR. Bukhari juz 2,
hal. 44]
B.
Shalat Sunnah Tahajjud
Shalat Sunnah Tahajjud
adalah : Shalat malam yang dikerjakan di luar bulan
Ramadlan.
Nama Tahajjud diambil dari
firman Allah ayat 79 surat Al-Israa' :
وَ مِنَ الَّيْلِ فَتَهَجَّدْ بِه نَافِلَةً لَّكَ. الاسراء:
?9
Dan pada sebagian malam
bershalat Tahajjudlah kamu sebagai suatu tambahan bagimu. [QS. Al-Israa' :
79]
Jadi, shalat sunnah
tarawih dan shalat sunnah tahajjud adalah sama. Kalau dikerjakan di bulan
Ramadlan disebut shalat Tarawih, sedangkan jika dikerjakan di luar Ramadlan
disebut shalat Tahajjud.
C. Shalat Sunnah Witir
Shalat sunnah witir ialah
shalat sunnah lail yang dikerjakan dengan bilangan rakaat yang ganjil (witir =
ganjil).
عَنْ عَلِيٍّ رض قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص يَا اَهْلَ
اْلقُرْا?نِ اَوْتِرُوْا فَاِنَّ اللهَ وِتْرٌ يُحِبُّ اْلوِتْرَ. ابو داود
1: 61، رقم: 1416
Dari 'Ali RA, ia berkata :
Rasulullah SAW bersabda, "Wahai ahli Qur'an, berwitirlah kalian, karena
sesungguhnya Allah itu witir/tunggal, Ia suka kepada (shalat)
witir".
[HR. Abu Dawud juz 1, hal. 61, no. 1416]
Waktu, bilangan dan cara
pelaksanaan shalat witir
a. waktunya
:
Pada setiap malam, baik di
dalam maupun diluar Ramadlan, boleh dikerjakan di awwal, pertengahan, ataupun
diakhir malam, baik sebelum maupun sesudah tidur, kesemuanya itu pernah
dicontohkan oleh Rasulullah SAW :
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ: مِنْ كُلِّ اللَّيْلِ قَدْ اَوْتَرَ رَسُوْلُ
اللهِ ص مِنْ اَوَّلِ اللَّيْلِ وَ اَوْسَطِهِ وَ ا?خِرِهِ فَانْتَهَى وِتْرُهُ اِلىَ السَّحَرِ. مسلم 1: 512
Dari 'Aisyah RA, ia
berkata, "Dalam seluruh (bagian) malam Rasulullah SAW pernah mengerjakan witir,
di permulaan malam, dipertengahannya, dan di akhirnya, hingga witirnya selesai
pada waktu sahur". [HR. Muslim juz 1, hal.
512]
عَنْ جَابِرٍ رض قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: مَنْ خَافَ اَنْ لَا
يَقُوْمَ مِنْ ا?خِرِ اللَّيْلِ فَلْيُوْتِرْ اَوَّلَهُ وَ مَنْ طَمِعَ اَنْ يَقُوْمَ
ا?خِرَهُ فَلْيُوْتِرْ ا?خِرَ اللَّيْلِ. فَاِنَّ صَلَاةَ ا?خِرِ اللَّيْلِ مَشْهُوْدَةٌ وَ ذ?لِكَ اَفْضَلُ. مسلم 1: 520
Dari Jabir RA, ia berkata,
telah bersabda Rasulullah SAW, "Barangsiapa khawatir tidak akan bangun pada
akhir malam, maka bolehlah berwitir pada awwal malam. Dan barangsiapa
berkeyakinan mampu bangun di akhir malam, maka hendaklah mengerjakan witir pada
saat itu, karena shalat di akhir malam itu disaksikan dan yang demikian itu
lebih utama". [HR. Muslim juz 1, hal.
520].
b.
Bilangan Raka'at serta Cara Pelaksanaannya
1) Satu
rakaat,
عَنِ ابْنِ عُمَرَ اَنَّ رَجُلًا سَأَلَ رَسُوْلَ اللهِ ص عَنْ صَلَاةِ
اللَّيْلِ. فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص. صَلَاةُ اللَّيْلِ مَثْنَى مَثْنَى. فَاِذَا
خَشِيَ اَحَدُكُمُ الصُّبْحَ صَلَّى رَكْعَةً وَاحِدَةً تُوْتِرُ لَهُ مَا قَدْ
صَلَّى. مسلم 1: 516
Dari Ibnu 'Umar bahwasanya
ada seorang lelaki bertanya kepada Rasulullah SAW tentang shalat malam itu. Maka
Rasulullah SAW menjawab, "Shalat malam itu 2 raka'at 2 raka'at. Maka apabila
seseorang diantara kamu khawatir masuk Shubuh hendaklah shalat witir 1 raka'at.
Yang seraka'at itu mewitirkan untuk shalat yang telah
dikerjakan". [HR. Muslim juz 1, hal.
516]
2) Tiga Rakaat,
Bila
melaksanakan 3 rakaat, harus dengan satu tasyahhud di rakaat yang terakhir, lalu
salam, sebagaimana riwayat berikut :
قَالَتْ عَائِشَةُ رض: كَانَ رَسُوْلُ اللهِ ص يُوْتِرُ بِثَلَاثٍ وَ
لَا يَفْصِلُ بَيْنَهُنَّ. احمد، فى نيل الاوطار 3: 40
'Aisyah RA berkata, "Rasulullah SAW pernah berwitir dengan 3
rekaat, dan beliau tidak memisahkan diantara tiga rekaat itu". [HR. Ahmad dalam Nailul
Authar juz 3, hal. 40]
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ:كَانَ رَسُوْلُ اللهِ ص يُوْتِرُ بِثَلَاثٍ لَا
يُسَلِّمُ اِلَّا فِى ا?خِرِهِنَّ. الحاكم فى المستدرك 1: 44?، رقم: 1140
Dari 'Aisyah, ia berkata,
"Dahulu Rasulullah SAW pernah berwitir dengan 3 raka'at, beliau tidak salam
kecuali pada rekaat yang terakhir". [HR. Hakim dalam
Al-Mustadrak juz 1 hal. 447, no. 1140].
عَنْ سَعْدِ بْنِ هِشَامٍ اَنَّ عَائِشَةَ حَدَّثَهُ اَنَّ رَسُوْلَ
اللهِ ص كَانَ لَا يُسَلِّمُ فِى رَكْعَتَيِ اْلوِتْرِ. النسائى 3: 235
Dari Sa'ad bin Hisyam,
bahwasanya 'Aisyah menceritakan kepadanya bahwasanya dahulu Rasulullah SAW
tidak salam pada dua rekaat dalam shalat witir". [HR. Nasaiy juz 3, hal.
235]
Dan
tidak diperkenankan shalat witir yang 3 rekaat itu dengan 2 raka'at salam,
kemudian disambung dengan 1 rakaat lalu salam. Hal ini menyalahi riwayat 'Aisyah
di atas dan juga menyalahi arti witir itu sendiri, karena witir itu artinya
ganjil, sedang 2 itu genap, jadi tidak dapat dikatakan witir. Dan juga kita
tidak diperkenankan shalat 3 raka'at tersebut dengan 2 tasyahhud 1 salam. Sebab
ini menyerupai Maghrib, yang demikian ini dilarang oleh Nabi SAW sebagaimana
hadits di bawah ini. Sabda Nabi SAW :
لَا تُوْتِرُوْا بِثَلَاثٍ. اَوْتِرُوْا بِخَمْسٍ اَوْ بِسَبْعٍ وَ لَا
تُشَبِّهُوْا بِصَلَاةِ الْمَغْرِبِ. الدارقطنى 2: 24
Janganlah kalian shalat
witir 3 rekaat, (tetapi) shalatlah witir 5 rekaat atau 7, dan janganlah kalian
menyerupai dengan shalat Maghrib". [HR. Daruquthni juz 2,
hal, 24].
Keterangan
:
Dalam hadits ini,
Rasulullah SAW melarang kita shalat witir 3 rekaat dan memerintahkan untuk
shalat dengan 5 rekaat atau 7 rekaat. Sedang hadits-hadits lain menerangkan
bahwa Rasulullah SAW sendiri mengerjakan shalat witir 3 rekaat. Maka dari kedua
hadits tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa : "Yang dilarang mengerjakan
shalat witir 3 rekaat itu adalah shalat witir yang menyerupai shalat Maghrib,
sedang shalat witir 3 rekaat yang tidak serupa dengan shalat Maghrib tidak
dilarang, bahkan dikerjakan oleh Rasulullah SAW".
Adapun bentuk keserupaan
itu ialah : Dengan 2 tasyahhud satu salam. Maka supaya tidak menyerupai shalat
Maghrib hendaklah shalat witir 3 rekaat tersebut dikerjakan dengan 3 rekaat
sekaligus dengan satu tasyahhud di akhir rakaat dan satu
salam.
3) 5 rekaat dengan satu
tasyahhud di rakaat yang terakhir lalu salam.
Berdasar riwayat sebagai
berikut :
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ: كَانَ رَسُوْلُ اللهِ ص يُصَلِّى مِنَ
اللَّيْلِ ثَلَاثَ عَشْرَةَ رَكْعَةً يُوْتِرُ مِنْ ذ?لِكَ بِخَمْسٍ وَ لَا يَجْلِسُ فِى شَيْءٍ اِلَّا فِى ا?خِرِهَا. مسلم 1: 508
Dari ‘Aisyah, ia berkata,
"Dahulu Rasulullah SAW shalat di malam hari 13 rekaat, dari 13 rekaat itu beliau
shalat witir 5 rekaat. Dari 5 rekaat tersebut beliau tidak duduk (attahiyat)
melainkan pada rekaat terakhir". [HR. Muslim juz 1, hal.
508].
4) 7 rekaat dengan 2 tasyahhud di rekaat 6 dan 7 lalu
salam.
Berdasar riwayat sebagai
berikut :
عَنْ عَائِشَةَ رض اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ ص لَمَّا كَبُرَ وَضَعُفَ
اَوْتَرَ بِسَبْعِ رَكَعَاتٍ لَا يَقْعُدُ اِلَّا فِى السَّادِسَةِ ثُمَّ يَنْهَضُ
وَ لَا يُسَلِّمُ فَيُصَلِّى السَّابِعَةَ ثُمَّ يُسَلِّمُ تَسْلِيْمَةً. ابن حزم
فى المحلى 3: 45
Dari Aisyah RA, bahwasanya
Rasulullah SAW setelah lanjut usia dan lemah badannya, beliau berwitir dengan 7
rekaat dan tidak duduk kecuali pada rekaat yang ke 6, kemudian berdiri tanpa
salam lalu menyelesaikan rekaat yang ke 7 kemudian salam dengan satu kali
salam.
[HR. Ibnu Hazm, dalam Al-Muhalla juz 3, hal. 45].
5) 9 rekaat dengan 2 tasyahhud di rekaat yang ke 8 dan ke 9
setelah itu salam.
Berdasar riwayat sebagai
berikut :
عَنْ سَعِيْدِ بْنِ هِشَامٍ اَنَّهُ قَالَ لِعَائِشَةَ. اَنْبِئِيْنِى
عَنْ وِتْرِ رَسُوْلِ اللهِ ص فَقَالَتْ: كُنَّا نُعِدُّ لَهُ سِوَاكَهُ وَ
طَهُوْرَهُ فَيَبْعَثُهُ اللهُ مَا شَاءَ اَنْ يَبْعَثَهُ مِنَ اللَّيْلِ
فَيَتَسَوَّكُ وَ يَتَوَضَّأُ وَ يُصَلِّى تِسْعَ رَكَعَاتٍ لَا يَجْلِسُ فِيْهَا
اِلَّا فِى الثَّامِنَةِ فَيَذْكُرُ اللهَ وَ يَحْمَدُهُ وَ يَدْعُوْهُ ثُمَّ
يَنْهَضُ وَ لَا يُسَلِّمُ ثُمَّ يَقُوْمُ فَيُصَلِّى التَّاسِعَةَ ثُمَّ يَقْعُدُ
فَيَذْكُرُ اللهَ وَ يَحْمَدُهُ وَ يَدْعُوْهُ ثُمَّ يُسَلِّمُ تَسْلِيْمًا
يُسْمِعُنَا ثُمَّ يُصَلِّى رَكْعَتَيْنِ بَعْدَ مَا يُسَلِّمُ وَ هُوَ قَاعِدٌ
فَتِلْكَ اِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً يَا بُنَيَّ. مسلم 1: 513
Dari Sa’id bin Hisyam,
bahwasanya ia bertanya kepada 'Aisyah, "(Ya ‘Aisyah), beritahukanlah kepadaku
tentang shalat witir Rasulullah SAW". Jawab 'Aisyah, "Kami biasa menyediakan
penggosok gigi dan air wudlu bagi Rasulullah SAW, lalu beliau bangun malam pada
waktu yang dikehendaki Allah. Kemudian beliau menggosok gigi dan berwudlu lalu
shalat (witir) sembilan rekaat dan beliau tidak duduk (attahiyat) melainkan pada
rekaat yang ke delapan, lalu beliau menyebut, memuji dan berdoa kepada Allah,
kemudian beliau berdiri dengan tidak mengucap salam, berdiri shalat (rekaat)
yang ke sembilan, kemudian beliau duduk (attahiyat) menyebut, memuji dan berdoa
kepada Allah, kemudian beliau mengucap salam sehingga terdengar oleh kami.
Setelah itu beliau shalat 2 rekaat dengan duduk. Yang demikian itu jadi 11
rekaat hai anakku". [HR. Muslim juz 1, hal.
513].
Dan kita dilarang
mengerjakan 2 kali shalat witir pada satu malam
عَنْ قَيْسِ بْنِ طَلْقِ بْنِ عَلِيٍّ عَنْ اَبِيْهِ قَالَ: سَمِعْتُ
رَسُوْلَ اللهِ ص يَقُوْلُ: لَا وِتْرَانِ فِى لَيْلَةٍ. الترمذى 1: 292، رقم: 468، و صححه ابن حبان
Dari Qais bin Thalq bin
'Ali, dari ayahnya, ia berkata : Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda, "Tidak
ada dua witir dalam satu malam". [HR. Tirmidzi juz 1,
hal. 292, no. 468, dan dishahkan oleh Ibnu Hibban].
f. Bacaan sesudah shalat
witir.
Menurut riwayat Nasai,
Rasulullah SAW setelah shalat witir, beliau membaca Subhaanal Malikil
Qudduus 3 kali.
عَنْ قَتَادَةَ عَنْ زُرَارَةَ عَنْ عَبْدِ الرَّحْم?نِ بْنِ اَبْزَى عَنْ رَسُوْلِ اللهِ ص، كَانَ يُوْتِرُ بِسَبِّحِ
اسْمَ رَبِّكَ اْلاَعْل?ى، وَ قُلْ ي??اَيُّهَا اْلكَافِرُوْنَ، وَ قُلْ هُوَ اللهُ اَحَدٌ. فَاِذَا فَرَغَ قَالَ:
سُبْحَانَ اْلمَلِكِ اْلقُدُّوْسِ، ثَلَاثًا وَ يَمُدُّ فِى الثَّالِثَةِ.
النسائى 3: 24?
Dari Qatadah dari Zurarah
dari ‘Abdur Rahman bin Abza dari Rasulullah SAW, biasanya beliau SAW di dalam
shalat witir membaca surat Al-A’laa, Al-Kaafirun dan Al-Ikhlash. Setelah selesai
lalu beliau mengucapkan, “Subhaanal Malikil Qudduus (Maha Suci Allah Raja
yang Maha Quddus) 3 kali, dan beliau memanjangkan pada bacaan yang
ketiga”.
[HR. Nasaaiy juz 3, hal. 247]
Dan
menurut riwayat Thabrani, setelah bacaan tersebut ada tambahan “Rabbul
malaaikati war ruuh” (Tuhan nya para Malaikat dan Ruuh), namun tambahan ini
tidak shahih, karena dalam sanadnya ada perawi bernama ‘Isa bin Yuunus, yang
tidak diketahui jarh - ta’dilnya.
Adapun bacaan “Alloohumma
innaka ‘afuwwun tuhibbul ‘afwa, fa’fu ‘annii” itu adalah bacaan bila mengetahui
Lailatul Qadr, sebagaimana riwayat berikut :
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ قُلْتُ: يَا رَسُوْلَ اللهِ، اَرَأَيْتَ اِنْ
عَلِمْتُ اَيَّ لَيْلَةٍ لَيْلَةُ اْلقَدْرِ مَا اَقُوْلُ فِيْهَا؟ قَالَ: قُوْلِي:
اللّ?هُمَّ اِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ اْلعَفْوَ
فَاعْفُ عَنِّي. الترمذى، و قَالَ: هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ، 5: 195، رقم: 3580
Dari ‘Aisyah, ia berkata :
Aku bertanya, “Ya Rasulullah, bagaimana pendapat engkau apabila aku mengetahui
bahwa malam itu malam Lailatul Qadr, apa yang harus aku baca ?”. Beliau
bersabda, “Bacalah Alloohumma innaka ‘afuwwun tuhibbul ‘afwa fa’fu ‘annii
(Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pemaaf, Engkau suka memaafkan, maka
maafkanlah kesalahanku)”. [HR. Tirmidzi juz 5, hal.
195, no. 3580]
Lafadh tersebut juga
diriwayatan oleh Ahmad juz 9 hal. 526, juz 9 hal. 547 dan juz 10, hal. 24, juga
diriwayatkan oleh Ibnu Majah juz 2, hal. 1265, no. 3850. Namun dalam ‘Aridlatul
Ahwadzi dengan lafadh :
اللّ?هُمَّ اِنَّكَ عَفُوٌّ كَرِيْمٌ تُحِبُّ
اْلعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّي. الترمذى، فى عارضة الاحوذى، 13: 42، رقم: 3513
Ya Allah, sesungguhnya
Engkau Maha Pemaaf lagi Maha Pemurah, Engkau suka memaafkan, maka maafkanlah
kesalahanku. [HR. Tirmidzi, dalam
‘Aridlotul Ahwadzi juz 13, hal. 42, no. 3513]
D. Shalat
Iftitah.
Shalat Iftitah adalah
shalat sunnah dua rekaat yang ringan untuk mengawali shalat
lail.
عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِيِّ ص قَالَ: اِذَا قَامَ اَحَدُكُمْ
مِنَ اللَّيْلِ فَلْيَفْتَتِحْ صَلَاتَهُ بِرَكْعَتَيْنِ خَفِيْفَتَيْنِ. مسلم
1: 532
Dari Abu Hurairah, dari
Nabi SAW, beliau bersabda, "Apabila seseorang diantara kalian bangun malam, maka
hendaklah ia membuka shalatnya dengan dua rekaat yang ringan. [HR. Muslim juz 1, hal.
532].
~oO[ A
]Oo~
Tidak ada komentar:
Posting Komentar