Ta'rif As-Sunnah/Al-Hadits Menurut Istilah Syara'
Para
ulama ahli hadits dan ahli ushul fiqih memberikan ta'rif kata
"SUNNAH/HADITS", demikian :
مَاجَاءَ عَنِ النَّبِيِّ ص مِنْ اَقْوَالِهِ وَاَفْعَالِهِ وَ
تَقْرِيْرِهِ وَمَاهَمَّ بِفِعْلِهِ.
"Apa-apa
yang datang dari Nabi SAW berupa perkataan-perkataannya dan
perbuatan-perbuatannya dan taqrirnya dan apa-apa yang beliau cita-citakan untuk
mengerjakannya".
Singkatnya,
"SUNNAH/HADITS" itu ~sepanjang istilah ahli hadits dan ahli ushul
fiqih~ ialah : Sabda-sabda Nabi SAW, perbuatan-perbuatan Nabi SAW dan iqrar
(taqrir) Nabi SAW, yaitu perbuatan seorang shahabat Nabi yang beliau ketahui,
tetapi beliau tidak menegur atau menyalahkannya. Yang semuanya itu bersangkut
paut dengan beberapa hikmah dan hukum-hukum yang berpokok dalam
Al-Qur'an.
Imam
Asy-Syathiby berkata dalam kitab Al-Muwafaqat : Kata "As-Sunnah" itu
dipakai juga untuk nama bagi segala apa yang tidak diterangkan di dalam
Al-Qur'an, baik menjadi keterangan bagi isi Al-Qur'an ataupun tidak. Dan dipakai
juga sebagai lawannya "bid'ah". Seperti dikatakan : "Si Fulan itu ada
di dalam sunnah". Yakni : ia mengerjakan pekerjaan yang sesuai dengan apa
yang pernah dikerjakan oleh Nabi SAW, baik pekerjaan itu ada nash-nya di
dalam Al-Qur'an ataupun tidak. Dan seperti dikatakan juga : "Si Fulan dalam
bid'ah". Yakni : Apabila ia telah mengerjakan pekerjaan yang berlawanan atau
menyalahi akan pekerjaan yang pernah dikerjakan oleh Nabi
SAW.
Selanjutnya
Asy-Syathibi berkata : "Dan kata "sunnah" ini dipakai juga menjadi
nama bagi pekerjaan atau perbuatan para shahabat Nabi, baik pekerjaan itu
terdapat menurut Al-Qur'an dan As-Sunnah ataupun tidak. Karena adanya pekerjaan
dengan mencontoh "sunnah", atau karena ijtihad mereka dengan disepakati
keputusan para khalifah mereka, yang dikala itu sudah tidak dibantah oleh
seorangpun dari mereka. Pemakaian istilah ini disandarkan atas sabda Nabi SAW
yang bunyinya :
عَلَيْكُمْ بِسُنَّتِى وَسُنَّةِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِّيْنَ
اْلمَهْدِيِّيْنَ. ابو داود
"Hendaklah
kamu berpegang teguh akan sunnahku dan sunnah para khalifah yang rasyidin, yang
sama mengikuti petunjuk".
[HR. Abu Dawud].
Fungsi
As-Sunnah/Al-Hadits
Telah
diketahui dan diyakini oleh segenap ummat Islam, bahwa Nabi Muhammad SAW itu
diutus sebagai "muballigh" dari Allah SWT. Firman Allah yang menunjukkan
demikian, antara lain :
يـاَيــُّهَا الرَّسُوْلُ بَلِّغْ مَا اُنــْزِلَ اِلَيْكَ مِنْ
رَّبـِّـكَ. المائدة:67
"Hai
Rasul, sampaikanlah apa-apa yang telah diturunkan kepadamu dari
Tuhanmu".
[Al-Maidah : 67].
Dan
juga sebagai "mubayyin" (yang menerangkan) tentang yang dikehendaki oleh
Allah, sebagaimana dinyatakan dengan firman-Nya :
وَاَنــْزَلـْنَـآ اِلَيْكَ الذِّكْرَ لـِتُـبَـيِّنَ لـِلـنَّـاسِ مَا نُـزِّلَ اِلَـيْهِمْ
وَلَعَلَّهُمْ يـَتَـفَكَّرُوْنَ.
Dan
Kami (Allah) telah menurunkan Al-Qur'an kepadamu (Muham-mad), supaya kamu
menerangkan kepada segenap manusia apa yang diturunkan kepada mereka. Dan supaya
mereka memikirkan.
[An-Nahl : 44].
Sehubungan
dengan itu maka Nabi Muhammad SAW menerangkan Al-Qur'an itu ada kalanya dengan
perbuatan, adakalanya dengan perkataan, adakalanya dengan iqrar, dan adakalanya
dengan perbuatan dan perkataan. Seperti urusan perintah shalat, beliau
mengerjakan dan memerintahkannya, dengan sabdanya :
صَلُّـْوْا كَمَا رَأَيـْـتُمُوْنِى أُصَلِّى. البخارى
ومسـلم
"Shalatlah
kamu sekalian sebagaimana kamu melihat aku shalat". [HR Bukhari - Muslim]
Beliau
mengerjakan ibadah hajji dan bersabda :
قَدْ فَرَضَ اللهُ عَلَيْكُمُ اْلحَجَّ فَحُجُّوْا. احمد و مسـلم و
النسائى
"Allah
telah mewajibkan kepada kamu sekalian hajji, maka berhajjilah" [HR. Ahmad, Muslim dan
Nasai].
Dengan
ini jelaslah bahwa "sunnah" itu yang menerangkan isi Al-Qur'an,
menjelaskan kesimpulannya, membatasi muthlaqnya dan menguraikan
kemusykilan (kesulitan)nya. Maka dari itu tidak ada sesuatu yang terdapat
di dalam sunnah, melainkan Al-Qur'an telah menunjukkan-nya dengan petunjuk yang
singkat ataupun yang panjang; dan petunjuk-petunjuk itu dengan beberapa cara,
baik dengan ijmali maupun dengan tafshili.
Dengan
perkataan lain; Pada tiap-tiap "sunnah" itu sudah barang tentu ada ayat
yang menunjukkan atas sunnah itu, baik dengan cara ringkas maupun dengan cara
jelas.
Dan
di antaranya ada yang umum sekali maksudnya, yaitu ayat yang memerintahkan kita
(ummat Islam) mengikut Rasulullah SAW seperti ayat :
وَمَا اتكُمُ الرَّسُوْلُ فَخُذُوْهُ وَمَا نَهيكُمْ عَنْهُ
فَانْـتَـهُوْا. الحشر:7
"Dan
apa-apa yang telah didatangkan Rasul kepadamu, maka ambillah dia; dan apa yang
kamu telah dicegah mengerjakannya, maka tinggalkanlah".
[QS. Al-Hasyr : 7].
Imam
Sy-Syathibi berkata : Di dalamKitab Al-Muwaffaqat : "Derajat atau tingkatan
"sunnah" itu ada di bawah atau di belakang Al-Qur'an. Adapun keterangannya
sebagai beriktu :
Pertama,
karena Al-Qur'an itu diyakini kebenarannya dengan tegas, sedang As-Sunnah masih
di dalam dhan (persangkaan kuat) kebenarannya. Jelasnya : Al-Qur'an itu
dari segi ketetapan dan kenyataannya adalah diyakini kedatangannya, sedang
As-Sunnah itu kebanyakan dari dhan, kecuali yang bertingkatan mutawatir.
Oleh sebab itu, yang diyakini dengan tegas harus didahulukan daripada yang madhnun. Dengan demikian maka wajiblah
mendahulukan Al-Qur'an daripada As-Sunnah.
Kedua,
As-Sunnah itu adakalanya untuk menjadi keterangan bagi Al-Qur'an, dan ada
kalanya untuk menambah keterangan saja. Maka dengan sendirinya As-Sunnah
terkemudian dari Al-Qur'an. Yakni : Yang menerangkan itu terkemudian dari yang
diterangkan. Maka jika ia (sunnah) menjadi keterangan, tentu saja ia menjadi
yang kedua sesudah yang diterangkan. Dengan ini menunjukkan pula, bahwa
Al-Qur'an harus didahulukan.
Ketiga,
beberapa hadits dan atsar yang menunjukkan demikian, antara lain seperti hadits
Rasulullah SAW ketika mengutus shahabat Mu'adz RA. untuk menjadi pemimpin agama
di negeri Yaman, dia ditanya oleh Rasulullah SAW :
قَالَ: بِمَ تَحْكُمُ ؟ قَالَ: بِكِتَابِ اللهِ. قَالَ: فَاِنْ لَـمْ
تَجِدْ ؟ قَالَ: بِسُنَّةِ رَسُوْلِ
اللهِ. قَالَ: فَاِنْ لَـمْ تَجِدْ ؟ قَالَ: اَجْتَهِدُ
رَأْيِى.
Nabi
SAW bertanya : "Dengan apa engkau menghukumi ?" Jawab Mu'adz : "Dengan Kitab
Allah". Nabi SAW berkata : "Jikalau tidak kamu dapati ?" Jawab Mu'adz : "Dengan
sunnah Rasulullah". Tanya Nabi SAW : "Jika tidak kamu dapati ?" Jawab Mu'adz :
"Saya berijtihad dengan fikiran saya".
Khalifah
Umar bin Khaththab RA pernah mengirim surat kepada Syuraih, ketika ia menjabat
qadli, yang bunyinya :
اِذَا اَتيكَ اَمْرٌ فَاقْضِ ِبمَا فِى كِتَابِ اللهِ. فَاِنْ اَتيكَ
مَا لَيْسَ فِى كِتَابِ اللهِ فَاقْضِ ِبمَا سَنَّ فِيْهِ رَسُوْلُ اللهِ
ص
"Apabila
datang kepadamu suatu urusan, maka hukumilah dengan apa yang ada di dalam Kitab
Allah dan jika datang kepadamu apa yang tidak ada di dalam Kitab Allah, maka
hukumilah dengan apa yang pernah dihukumi oleh Rasulullah SAW".
Dalam
riwayat lain bunyi surat itu demikian :
اُنــْظُرْ مَا تَبَيَّنَ لَكَ فِى كِتَابِ اللهِ فَلاَ تَسْأَلْ عَنْهُ
اَحَدًا، وَمَا لَـمْ يَتَبَيَّنْ لَكَ فِى كِتَابِ اللهِ فَاتَّبِعْ فِيْهِ
سُـنَّــةَ رَسُوْلِ اللهِ ص
"Lihatlah
apa yang terang bagimu di dalam Kitabullah, maka jangan engkau bertanya kepada
seseorang tentang urusan yang telah terang itu; dan barang apa yang tidak terang
bagimu di dalam kitabullah, maka ikutilah sunnah Rasulullah
SAW".
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ اَنَّهُ كَانَ اِذَا سُئِلَ عَنْ شَيْءٍ فَاِنْ
كَانَ فِى كِتَابِ اللهِ قَالَ بِهِ، وَاِنْ لَـمْ يَكُنْ فِى كِتَابِ اللهِ
وَكَانَ عَنْ رَسُوْلِ اللهِ ص قَالَ
بِهِ.
Dari
Ibnu 'Abbas RA : Sesungguhnya apabila ia ditanya tentang sesuatu, jika ada di
dalam kitabullah, maka ia jawab dengannya; dan jika tidak ada di dalam
Kitabullah dan ada dari Rasulullah SAW, maka ia jawab
dengannya".
Kata
Ibnu Mas'ud RA. :
مَنِ ابْـتَـلَى مِنْكُمْ بِقَضَاءٍ فَلْيَقْضِ ِبمَا فِى كِتَابِ
اللهِ، فَاِنْ لَـمْ يَكُنْ فِى كِتَابِ اللهِ فَلْيَقْضِ ِبمَا قَضَى بِهِ
رَسُوْلُ اللهِ
"Barangsiapa
di antara kamu diuji dengan hukum, maka hendaklah ia menghukumi dengan apa yang
ada pada Kitabullah; dan jika tidak ada di dalam kitabullah, maka hendaklah ia
menghukumi dengan apa yang telah dihukumi oleh Rasulullah SAW".
Dan
lain-lain lagi dari pesan para shahabat dan para 'ulama salaf yang seperti
itu.
Ringkasnya
: Tidak diragukan lagi, bahwa As-Sunnah (Al-Hadits) itu sumber yang kedua bagi
hukum-hukum Islam. Dia-lah sumber yang paling luas cabangnya, paling lengkap
susunan atau undang-undangnya. Al-Qur'an mengandung qa'idah-qa'idah yang umum
dan hukum-hukum kully (keseluruhan). Memang Al-Qur'an bersifat demikian, karena
menjadi kitab undang-undang yang kekal dan abadi. Maka As-Sunnah (Al-Hadits)
yang memberikan perhatiannya, yang penuh untuk menjelaskan kandungan Al-Qur'an.
Oleh sebab itu, maka tidak boleh tentang urusan istinbath (pengambilan)
hukum-hukum Islam, orang mencukupkan Al-Qur'an saja, dengan tidak memerlukan
kepada penjelasan daripada As-Sunnah.
Berkenaan
dengan kedudukan sunnah Rasul SAW ini, Imam Syafi'i berkata
:
كُلُّ مَا حَكَمَ بِهِ رَسُوْلُ اللهِ فَهُوَ
ِممَّا فَهِمَهُ مِنَ اْلقُرْآنِ.
"Segala
apa yang telah dihukumkan oleh Rasulullah SAW itu, semuanya dari apa-apa yang
difahamkannya dari Al-Qur'an".
Dan
juga beliau berkata :
وَجَمِيْعُ السُّنَّةِ شَرْحٌ
لِلْقُرْآنِ.
"Dan
semua sunnah itu adalah penjelasan bagi Al-Qur'an".
Dalam
kitab "Ar-Risalah", Imam Asy-Syafi'i dengan panjang lebar menguraikan
tentang keterangan dan kedudukan As-Sunnah terhadap Al-Qur'an. Kalau diambil
kesimpulannya adalah sebagai berikut :
1. As-Sunnah menjadi Bayan Tafshil,
keterangan yang menjelaskan ayat-ayat yang mujmal
(ringkas).
2. As-Sunnah menjadi Bayan Takhshish,
yaitu keterangan yang menentukan sesuatu dari yang umum.
3. As-Sunnah menjadi Bayan Ta'yin, yaitu
keterangan yang menentukan mana yang dimaksud dari dua atau tiga macam
kemungkinan pengertian.
4. Di samping itu kadang-kadang As-Sunnah
mendatangkan suatu hukum yang tidak didapati pokoknya di dalam
Al-Qur'an.
5. Dan dengan As-Sunnah itu dapat dijalankan
dalil untuk nasikh-mansukh. Yakni : Menentukan mana ayat yang
dinasikhkan dan mana yang dimansukhkan, dari ayat-ayat yang
kelihatannya berlawanan.
Kata
Imam Ahmad bin Hanbal :
اَلسُّنَّةُ عِنْدَنَا آثَارُ رَسُوْلِ اللهِ . اَلسُّنَّةُ تَفْسِيْرُ اْلقُرْآنِ وَهِيَ
دَلاَئِلُ اْلقُرْآنِ.
"As-Sunnah
itu bagi kami ialah atsar-atsar Rasulullah SAW, dan sunnah itu tafsir
(keterangan) bagi Al-Qur'an dan ia pula yang menunjuki
Al-Qur'an".
Juga
beliau pernah berkata, "Bahwasanya mencari hukum di dalam Al-Qur'an, haruslah
dengan melalui As-Sunnah; dan mencari agama ini adalah dengan melalui jalan
As-Sunnah pula. Jalan yang sudah dibentangkan untuk memperoleh fiqih Islam dan
syari'atnya yang besar, ialah As-Sunnah. Orang-orang yang hanya memahamkan
Al-Qur'an saja dengan tidak memerlukan bantuan As-Sunnah dalam penjelasannya dan
dalam mengetahui syari'atnya, akan sesat, tidak mengetahui jalan dan tidak akan
sampai kepada tujuan yang dikehendaki".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar