5/21/2013

Tentang kewajiban anak kepada orang tua

Tentang kewajiban anak kepada orang tua
Allah SWT mewajibkan kepada kita untuk berbhakti kepada kedua orang tua, setelah Allah SWT memerintahkan kepada kita supaya menyembah kepada-Nya serta tidak mensekutukan-Nya dengan sesuatu apapun.
Firman Allah SWT :
وَ اعْبُدُوا اللهَ وَ لاَ تُشْرِكُوْا بِه شَيْئًا، وَّ بِاْلوالِدَيْنِ اِحْسَانًا. النساء:36
Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu bapak. [QS. An-Nisaa' : 36]
وَ قَضى رَبُّكَ اَلاَّ تَعْبُدُوْآ اِلاَّ اِيَّاهُ وَ بِاْلوالِدَيْنِ اِحْسَانًا، اِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ اْلكِبَرَ اَحَدُهُمَا اَوْ كِلاَهُمَا فَلاَ تَقُلْ لَّهُمَا اُفّ وَّ لاَ تَنْهَرْ هُمَا وَ قُلْ لَّهُمَا قَوْلاً كَرِيْمًا. وَ اخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَ قُلْ رَّبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِيْ صَغِيْرًا. الاسراء:23-24
Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik kepada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang diantara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah : "Wahai Tuhanku, kasihanilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil". [QS. Al-Israa' : 23-24]
وَ وَصَّيْنَا اْلاِنْسَانَ بِوالِدَيْهِ حُسْنًا، وَ اِنْ جَاهَدَاكَ لِتُشْرِكَ بِيْ مَا لَيْسَ لَكَ بِه عِلْمٌ فَلاَ تُطِعْهُمَآ، اِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ فَاُنَبّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُوْنَ. العنكبوت:8
Dan Kami wajibkan manusia (berbuat) kebaikan kepada dua orang ibu-bapaknya. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya. Hanya kepada-Ku lah kembalimu, lalu Aku beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. [QS. Al-Ankabuut : 8]
وَ وَصَّيْنَا اْلاِنْسَانَ بِوالِدَيْهِ اِحْسَانًا، حَمَلَتْهُ اُمُّه كُرْهًا وَّ وَضَعَتْهُ كُرْهًا، وَّ حَمْلُه وَ فِصَالُه ثَلثُوْنَ شَهْرًا. الاحقاف:15
Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan. [QS. Al-Ahqaaf : 15]

وَ وَصَّيْنَا اْلاِنْسَانَ بِوالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ اُمُّه وَهْنًا عَلى وَهْنٍ وَّ فِصلُه فِيْ عَامَيْنِ اَنِ اشْكُرْ لِيْ وَ لِوالِدَيْكَ، اِلَيَّ اْلمَصِيْرُ. وَ اِنْ جَاهَدَاكَ عَلى اَنْ تُشْرِكَ بِيْ مَا لَيْسَ لَكَ بِه عِلْمٌ فَلاَ تُطِعْهُمَا، وَ صَاحِبْهُمَا فِى الدُّنْيَا مَعْرُوْفًا، وَ اتَّبِعْ سَبِيْلَ مَنْ اَنَابَ اِلَيَّ، ثُمَّ اِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ فَاُنَبّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُوْنَ. لقمان:14-15
Dan Kami washiyatkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada kedua orang ibu bapaknya, ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Ku lah kembalimu. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan bergaullah dengan keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Ku lah kembalimu, maka Ku beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. [QS. Luqman : 14-15]
Allah SWT menjadikan kedua orang tua kita sebagai perantara lahirnya kita di dunia ini, maka betapa besar jasa keduanya kepada kita, dan bagaimanapun juga kita tidak akan bisa membalas jasa keduanya.
Rasulullah SAW pernah ditanya oleh seseorang sebagaimana hadits berikut :
اَنَّ رَجُلاً اَتَى اِلَى النَّبِيِّ ص فَقَالَ: اِنَّ لِىْ اُمًّا، اَنَا مَطِيَّتُهَا اُقْعِدُهَا عَلَى ظَهْرِى وَ لاَ اَصْرِفُ عَنْهَا وَجْهِى وَ اَرُدُّ اِلَيْهَا كَسْبِى، فَهَلْ جَزَيْتُهَا؟ قَالَ: لاَ، وَ لاَ بِزَفْرَةٍ وَاحِدَةٍ. قَالَ: وَ لِمَ؟ قَالَ: ِلاَنَّهَا كَانَتْ تَخْدُمُكَ وَ هِيَ تُحِبُّ حَيَاتَكَ. وَ اَنْتَ تَخْدُمُهَا تُحِبُّ مَوْتَهَا. ابو الحسن الماوردى
Sesungguhnya ada seorang laki-laki datang kepada Nabi SAW, lalu bertanya, "Sesungguhnya saya mempunyai seorang ibu, saya menggendongnya di punggung saya, saya tidak pernah bermuka masam kepadanya, dan saya serahkan kepadanya hasil pencaharian saya, apakah yang demikian itu saya telah membalas budinya ?". Rasulullah SAW bersabda, "Belum, walau satu tarikan nafas panjangnya". Orang itu bertanya pula : "Mengapa demikian ya Rasulullah ?". Jawab beliau, "Karena ibumu memelihara kamu dengan berharap agar kamu panjang umur, sedangkan kamu memeliharanya itu dengan berharap ia lekas mati". [HR. Abul Hasan Al-Mawardi]
Dan Rasulullah SAW juga pernah ditanya :
يَا رَسُوْلَ اللهِ مَنْ اَحَقُّ النَّاسِ بِحُسْنِ صَحَابَتِى؟ قَالَ: اُمُّكَ. قَالَ: ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ: اُمُّكَ. قَالَ: ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ: اُمُّكَ. ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ: اَبُوْكَ. البخارى و مسلم
"Ya Rasulullah, siapakah orang yang lebih berhaq saya santuni dengan baik ?". Rasulullah SAW bersabda, "Ibumu". Laki-laki itu bertanya lagi : "Kemudian siapa ?". Beliau menjawab, "Ibumu". Laki-laki itu bertanya lagi, "Kemudian siapa ?". Beliau menjawab, "Ibumu". Laki-laki itu bertanya lagi, "Kemudian siapa ?". Jawab beliau, "Bapakmu". [HR. Bukhari dan Muslim]
Walaupun di dalam hadits tersebut disebutkan "Ibumu" sampai tiga kali, kemudian baru "Bapakmu", hanya satu kali, ini tidak berarti ibu itu harus lebih diistimewakan daripada bapak. Bisa juga Nabi SAW menjawab demikian itu karena melihat kepada kejiwaan orang yang bertanya tadi, ia kurang memperhatikan kepada ibunya, maka oleh Nabi SAW ia dinasehati agar berbhakti kepada ibunya hingga tiga kali, baru kemudian kepada bapaknya, sebagaimana Nabi SAW juga pernah ditanya oleh seseorang, "Amal apakah yang paling baik dalam Islam, ya Rasulullah ?". Jawab beliau, "Jangan marah".
Di lain waktu Rasulullah SAW juga ditanya dengan pertanyaan yang sama oleh orang lain, "Amal apa yang paling baik dalam Islam, ya Rasulullah ?". Jawab beliau, "Katakanlah : Saya beriman kepada Allah, kemudian istiqamahlah".
Dari dua jawaban Nabi SAW tersebut bukan berarti Nabi SAW tidak tetap dalam menjawab, tetapi Nabi SAW dalam menjawabnya melihat kepada kejiwaan siapa yang dihadapinya itu, sehingga si pemarah dinasehati untuk menahan marahnya, dan orang yang kurang kuat pendiriannya diberi nasehat agar memperkuat keimanannya dan beristiqamah.
Dan terbukti di dalam ayat-ayat Al-Qur'an selalu disebutkan :
وَ بِاْلوالِدَيْنِ اِحْسَانًا
"dan hendaklah berbhakti kepada kedua orang tua", tanpa membedakan antara ayah dan ibu.
Dan lagi pula walaupun yang mengandung dan menyusui itu adalah ibu, namun ayah tidaklah kalah berat tanggungjawabnya, melihat orang laki-laki itu sebagai pemimpin bagi kaum wanita dan keluarganya, sebagaimana firman Allah SWT :
اَلرّجَالُ قَوَّامُوْنَ عَلَى النّسَآءِ بِمَا فَضَّلَ اللهُ بَعْضَهُمْ عَلى بَعْضٍ وَّ بِمَا اَنْفَقُوْا مِنْ اَمْوَالِهِمْ. النسآء:34
Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, karena Allah telah melebihkan sebagian mereka atas sebagian yang lain dan karena laki-laki telah menafkahkan sebagian dari harta mereka [QS. An-Nisaa' : 34]
Allah SWT juga berfirman :
قُوْا اَنْفُسَكُمْ وَ اَهْلِيْكُمْ نَارًا
... peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka ... [QS. Tahrim : 6]
Ayat-ayat tersebut, menunjukkan bahwa seorang laki-laki adalah bertanggungjawab dalam memimpin dan mengarahkan istri dan anak-anaknya, oleh karena itu kewajiban berbhakti seorang anak kepada ayah maupun ibunya adalah sejajar.
Kita wajib berbhakti kepada kedua orang tua, meskipun kedua orang tua kita belum mau masuk Islam, sebagaimana riwayat berikut :
عَنْ اَسْمَاءَ بِنْتِ اَبِى بَكْرٍ رض قَالَتْ: قَدِمَتْ عَلَيَّ اُمِّى وَ هِيَ مُشْرِكَةٌ فِى عَهْدِ رَسُوْلِ اللهِ ص فَاسْتَفْتَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ ص. قُلْتُ: اِنَّ اُمِّى قَدِمَتْ رَاغِبَةً (اَىْ طَامِعَةً فِيْمَا عِنْدِى مِنْ بِرٍّ) اَ فَاَصِلُ اُمِّى؟ قَالَ: نَعَمْ، صِلِى اُمَّكِ. فَأَنْزَلَ اللهُ: لاَ يَنْهَا كُمُ اللهُ عَنِ الَّذِيْنَ لَمْ يُقَاتِلُوْكُمْ فِى الدّيْنِ وَ لَمْ يُخْرِجُوْكُمْ مّنْ دِيَارِكُمْ اَنْ تَبَرُّوْهُمْ وَ تُقْسِطُوْا اِلَيْهِمْ، اِنَّ اللهَ يُحِبُّ اْلمُقْسِطِيْنَ. البخارى و مسلم و ابو داود و البيهقى
Dari Asma' binti Abu Bakar RA, ia berkata, "Pada masa Nabi SAW masih hidup ibuku datang kepadaku sedang dia itu masih musyrik. Lalu saya meminta pertimbangan atau fatwa kepada Rasulullah SAW, Sesungguhnya ibuku datang kepadaku dengan mengharapkan kebhaktianku kepadanya. Maka apakah aku boleh berbuat baik kepadanya ?". Beliau SAW bersabda, "Ya, tetaplah kamu menyambung-nya dan berbuat baik kepadanya". Kemudian Allah menurunkan ayat (yang artinya), "Allah tidak melarang kepadamu untuk berbuat baik dan berlaku adil dengan orang-orang yang tidak memerangi kamu sebab agama, dan tidak mengusir kamu dari kampungmu. Sesungguhnya Allah itu senang kepada orang-orang yang berlaku adil". (QS. Al-Mumtahanah : 8). [HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud dan Baihaqi]
Apabila kedua orang tua sudah meninggal dunia, anak pun masih bisa berbhakti kepada keduanya dengan jalan mendoakan dan memohonkan ampun untuk keduanya, apabila kedua orang tuanya itu muslim (orang Islam), sebagaimana riwayat berikut ini :
عَنْ اَبِى اُسَيْدٍ مَالِكِ بْنِ رَبِيْعَةَ السَّاعِدِيِّ قَالَ: بَيْنَمَا نَحْنُ جُلُوْسٌ عِنْدَ رَسُوْلِ اللهِ ص اِذْ جَاءَ رَجُلٌ مِنْ بَنِى سَلَمَةَ فَقَالَ: يَا رَسُوْلَ اللهِ، هَلْ بَقِيَ مِنْ بِرِّ اَبَوَيَّ شَيْءٌ اَبَرُّهُمَا بِهِ بَعْدَ مَوْتِهِمَا؟ قَالَ: نَعَمْ. اَلصَّلاَةُ عَلَيْهِمَا، وَ اْلاِسْتِغْفَارُ لَهُمَا، وَ اِنْفَاذُ عَهْدِهِمَا مِنْ بَعْدِهِمَا، وَ صِلَةُ الرَّحِمِ الَّتِى لاَ تُوْصَلُ اِلاَّ بِهِمَا وَ اِكْرَامُ صَدِيْقِهِمَا. ابو داود و ابن ماجه و ابن حبان فى حديث صحيحه
Dari Abu Usaid Malik bin Rabi'ah As-Sa'idiy, ia berkata : Pada suatu waktu kami duduk di samping Rasulullah SAW, tiba-tiba datanglah seorang laki-laki dari Bani Salamah, lalu bertanya, "Ya Rasulullah, apakah masih ada kesempatan berbhakti kepada kedua orang tua saya yang bisa saya lakukan sesudah keduanya meninggal dunia ?". Beliau SAW menjawab, "Ya, masih ada. Yaitu menshalatkannya, memohonkan ampunan bagi mereka berdua, menyempurnakan (melaksanakan) janji-janjinya sesudah mereka meninggal, menyambung persaudaraan yang kamu tidak menyambungnya kecuali melalui keduanya, dan memulyakan shahabat-shahabat keduanya". [HR. Abu Dawud, Ibnu Majah dan Ibnu Hibban di dalam hadits shahihnya]
عَنْ اَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رض اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ ص قَالَ: اِنَّ اْلعَبْدَ لَيَمُوْتُ وَالِدَاهُ اَوْ اَحَدُهُمَا وَ اِنَّهُ لَهُمَا لَعَاقٌّ فَلاَ يَزَالُ يَدْعُوْ لَهُمَا وَ يَسْتَغْفِرُ لَهُمَا حَتَّى يَكْتُبَهُ اللهُ بَارًّا. البيهقى فى شعب الايمان
Dari Anas bin Malik RA, bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya ada seseorang hamba yang ibu-bapaknya telah meninggal dunia atau salah satunya, hamba itu (dahulunya) durhaka dan tidak berbhakti kepadanya. Lalu ia selalu mendoakan kebaikan kepada ibu-bapaknya dan selalu memohonkan ampunan untuk mereka berdua, sehingga Allah mencatatnya sebagai orang yang berbhakti". [HR Baihaqi di dalam Syu'abul Iman]
عَنْ مَالِكِ بْنِ زُرَارَةَ رض قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: اِسْتِغْفَارُ اْلوَلَدِ ِلاَبِيْهِ مِنْ بَعْدِ اْلمَوْتِ مِنَ اْلبِرِّ. ابن النجار.
Dari Malik bin Zurarah RA, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, "Permohonan ampunan dari anak untuk orang tuanya sesudah meninggalnya adalah termasuk berbhakti". [HR. Ibnu Najjar]
عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ رض قَالَ: تُرْفَعُ لِلْمَيّتِ بَعْدَ مَوْتِهِ دَرَجَتُهُ فَيَقَوْلُ: أَيْ رَبّ، أَيُّ شَيْءٍ هذِهِ؟ فَيُقَالُ: وَلَدُكَ اِسْتَغْفَرَ لَكَ. البخارى فى الادب المفرد:33، حسن الاسناد
Dari Abu Hurairah RA, ia berkata : Ada seorang yang telah meninggal dunia terangkat derajatnya setelah dia meninggal, maka orang tersebut bertanya, “Apa ini wahai Tuhanku ?”. Lalu dikatakan kepadanya, “Anakmu memohonkan ampun untukmu”. [HR. Bukhari, di dalam Adabul Mufrad hal. 33, sanadnya hasan]
عَنِ اَبِى هُرَيْرَةَ رض اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ ص قَالَ: اِذَا مَاتَ اْلاِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ اِلاَّ مِنْ ثَلاَثَةٍ. اِلاَّ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ اَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ اَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُوْ لَهُ. مسلم فى كتاب الوصية
Dari Abu Hurairah RA, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, "Apabila manusia itu meninggal dunia, maka terputuslah amal-amalnya kecuali tiga hal. Yaitu kecuali sedeqah jariyah, atau ilmu yang dimanfaatkan orang, atau anak shalih yang mendoakannya". [HR. Muslim di dalam kitab Washiyat]
عَنِ اَبِى هُرَيْرَةَ اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ ص قَالَ: اِذَا مَاتَ اْلعَبْدُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ اِلاَّ مِنْ ثَلاَثٍ. صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ اَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ اَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُوْ لَهُ. البخارى فى الادب المفرد:34
Dari Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah SAW telah bersabda, "Apabila seorang hamba meninggal dunia, maka terputuslah amal-amalnya kecuali tiga hal. Sedekah jariyah, atau ilmu yang dimanfaatkan orang, atau anak shalih yang mendoakannya". [HR. Bukhari di dalam Adabul Mufrad hal. 34]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tentang kehidupan Dunia

  TENTANG DUNIA فعَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ رض قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: لَوْ كَانَتِ الدُّنْيَا تَعْدِلُ عِنْدَ اللهِ جَنَاحَ بَعُوْضَةٍ ...