Turunnya
ayat yang melarang minuman keras.
Larangan
minum khamr (minuman keras), diturunkan secara berangsur-angsur. Sebab minum
khamr itu bagi orang Arab sudah menjadi adat kebiasaan yang mendarah daging
semenjak zaman jahiliyah. Mula-mula dikatakan bahwa dosanya lebih besar daripada
manfaatnya, kemudian orang yang mabuk tidak boleh mengerjakan shalat, dan yang
terakhir dikatakan bahwa minum khamr itu adalah keji dan termasuk perbuatan
syaithan. Oleh sebab itu hendaklah orang-orang yang beriman berhenti dari minum
khamr.
Begitulah,
akhirnya Allah mengharamkan minum khamr secara tegas. Adapun firman Allah yang
pertama kali turun tentang khamr adalah :
يَسْئَلُوْنَكَ عَنِ اْلخَمْرِ وَ اْلمَيْسِرِ، قُلْ فِيْهِمَا اِثْمٌ
كَبِيْرٌ وَّ مَنَافِعُ لِلنَّاسِ، وَ اِثْمُهُمَآ اَكْبَرُ مِنْ نَّفْعِهِمَا، وَ
يَسْأَلُوْنَكَ مَاذَا يُنْفِقُوْنَ، قُلِ اْلعَفْوَ، كَذلِكَ يُبَيّنُ اللهُ
لَكُمُ اْلايتِ لَعَلَّكُمْ تَتَفَكَّرُوْنَ. البقرة:219
Mereka
bertanya kepadamu tentang khamr dan judi. Katakanlah, "Pada keduanya itu
terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya
lebih besar dari manfaatnya". Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka
nafqahkan. Katakanlah, "Yang lebih dari keperluan". Demikianlah Allah
menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu agar kamu berfikir.
[QS. Al-Baqarah : 219]
Di
dalam hadits riwayat Ahmad dari Abu Hurairah diterangkan sebab turunnya ayat
tersebut sebagai berikut : Ketika Rasulullah SAW datang ke Madinah, didapatinya
orang-orang minum khamr dan berjudi (sebab hal itu sudah menjadi kebiasaan
mereka sejak dari nenek moyang mereka). Lalu para shahabat bertanya kepada
Rasulullah SAW tentang hukumnya, maka turunlah ayat tersebut. Mereka memahami
dari ayat tersebut bahwa minum khamr dan berjudi itu tidak diharamkan, tetapi
hanya dikatakan bahwa pada keduanya terdapat dosa yang besar, sehingga
mereka masih terus minum khamr. Ketika waktu shalat Maghrib, tampillah seorang
Muhajirin menjadi imam, lalu dalam shalat tersebut bacaannya banyak yang salah,
karena sedang mabuk setelah minum khamr. Maka turunlah firman Allah yang lebih
keras dari sebelumnya, yaitu :
ياَيُّهَا الَّذِيْنَ امَنُوْا لاَ تَقْرَبُوا الصَّلوةَ وَ اَنْتُمْ
سُكرى حَتّى تَعْلَمُوْا مَا تَقُوْلُوْنَ. النساء:43
Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendekati shalat padahal kamu sedang
mabuk sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan.
[An-Nisaa' : 43]
Kemudian
orang-orang masih tetap minum khamr, sehingga mereka mengerjakan shalat apabila
sudah sadar dari mabuknya. Kemudian diturunkan ayat yang lebih tegas lagi dari
ayat yang terdahulu :
ياَيُّهَا الَّذِيْنَ امَنُوْآ اِنَّمَا اْلخَمْرُ وَ اْلمَيْسِرُ وَ
اْلاَنْصَابُ وَ اْلاَزْلاَمُ رِجْسٌ مّنْ عَمَلِ الشَّيْطنِ فَاجْتَنِبُوْهُ
لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ. اِنَّمَا يُرِيْدُ الشَّيْطنُ اَنْ يُّوْقِعَ بَيْنَكُمُ
اْلعَدَاوَةَ وَ اْلبَغْضَآءَ فِى اْلخَمْرِ وَ اْلمَيْسِرِ وَ يَصُدَّكُمْ عَنْ
ذِكْرِ اللهِ وَ عَنِ الصَّلوةِ فَهَلْ اَنْتُمْ مُّنْتَهُوْنَ.
المائدة:90-91
Hai
orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamr, berjudi, (berkorban
untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk
perbuatan syaithan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat
keberuntungan. Sesungguhnya syaithan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan
dan kebencian diantara kamu lantaran (meminum) khamr dan berjudi itu, dan
menghalangi kamu dari mengingat Allah dan shalat, maka berhentilah kamu (dari
mengerjakan pekerjaan itu).
[QS. Al-Maidah : 90-91]
Setelah
turun ayat yang sangat tegas ini, mereka berkata, "Ya Tuhan kami, kami
berhenti (dari minum khamr dan berjudi)". [HR. Ahmad]
Dari
ayat-ayat diatas, sudah jelas bahwa Allah dan Rasul-Nya telah mengharamkan khamr
dengan pengharaman yang tegas. Dan bahkan peminumnya dikenai hukuman had.
Rasulullah SAW menghukum peminum khamr dengan 40 kali
dera.
Kemudian
para shahabat ada yang bertanya, “Ya Rasulullah, bagaimana nasib orang-orang
yang gugur di jalan Allah dan yang mati di atas tempat tidur padahal mereka
dahulu peminum arak dan makan dari hasil judi, padahal Allah menetapkan bahwa
kedua hal itu termasuk perbuatan syaithan yang keji ?”. Maka Allah menurunkan
ayat 93 surat Al-Maaidah sebagai berikut :
لَيْسَ عَلَى الَّذِيْنَ امَنُوْا وَ عَمِلُوا الصّلِحتِ جُنَاحٌ
فِيْمَا طَعِمُوْآ اِذَا مَا اتَّقَوْا وَ امَنُوْا وَ عَمِلُوا الصّلِحتِ ثُمَّ
اتَّقَوْا وَّ امَنُوْا ثُمَّ اتَّقَوْا وَ اَحْسَنُوْا، وَ اللهُ يُحِبُّ
اْلمُحْسِنِيْنَ. المائدة:93
Tidak
ada dosa bagi orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang shaleh karena
memakan makanan telah mereka makan dahulu, apabila mereka bertaqwa serta
beriman, dan mengerjakan amalan-amalan yang shaleh, kemudian mereka tetap
bertaqwa dan beriman, kemudian mereka (tetap juga) bertaqwa dan berbuat
kebajikan. Dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.
[QS. Al-Maaidah : 93]
Berkenaan
dengan khamr ini Tirmidzi meriwayatkan sebagai berikut : Dari Ali, ia berkata :
'Abdurrahman bin 'Auf pernah membuat makanan untuk kami, lalu ia mengundang kami
dan menuangkan khamr untuk kami, lalu diantara kami ada yang mabuk, padahal
(ketika itu) waktu shalat telah tiba, lalu mereka menunjukku menjadi imam, lalu
aku baca Qul yaa-ayyuhal kaafiruun, laa a'budu maa ta'buduun, wa nahnu na'budu
maa ta'buduun (Katakanlah : Hai orang-orang kafir, aku tidak menyembah apa yang
kamu sembah, dan kami menyembah apa yang kamu sembah)". Ali berkata, "Lalu Allah
menurunkan firman-Nya Yaa ayyuhalladziina aamanuu, laa taqrobushsholaata wa
antum sukaaroo hattaa ta'lamuu maa taquuluun. (Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu mendekati shalat, padahal kamu (sedang) mabuk, hingga kamu
mengerti apa yang kamu katakan)".
Muslim
meriwayatkan sebagai berikut : Dari Abu Sa'id, ia berkata : Aku mendengar
Rasulullah SAW bersabda, "Hai manusia, sesungguhnya Allah membenci khamr, dan
mudah-mudahan Ia akan menurunkan suatu ketentuan padanya. Oleh karena itu
barangsiapa masih mempunyai sedikit dari padanya, maka hendaklah ia menjualnya
dan memanfaatkannya". Abu Sa'id berkata : Maka tidak lama kemudian Rasulullah
SAW bersabda, "Sesungguhnya Allah (telah) mengharamkan khamr, maka barangsiapa
sampai kepadanya ayat ini [QS. Al-Maidah : 90], padahal ia masih mempunyai
sedikit dari padanya, maka ia tidak boleh meminumnya, dan tidak boleh
menjualnya". Abu Sa'id berkata, "Lalu orang-orang sama pergi menuju ke
jalan-jalan Madinah sambil membawa sisa khamr yang ada pada mereka, lalu mereka
menuangkannya". [HR. Muslim]
Turunnya
ayat tentang dhihar.
Dhihar
terambil dari kata dhahrun (punggung). Di jaman jahiliyah, apabila suami
mengatakan kepada istrinya, “Kamu bagiku seperti punggung ibuku”, maka yang
demikian itu sudah dianggap sama dengan menthalaq
istrinya.
Pada
waktu itu Khaulah binti Tsa’labah telah didhihar oleh suaminya (Aus bin Shamit),
yaitu dengan mengatakan kepada istrinya, “Kamu bagiku sudah seperti punggung
ibuku”. Dengan maksud dia tidak boleh lagi menggauli istrinya, sebagaimana
ia tidak boleh menggauli ibunya. Menurut adat jahiliyah, kalimat dhihar seperti
itu sudah sama dengan menthalaq istrinya. Maka Khaulah mengadukan peristiwa yang
dialaminya kepada Rasulullah SAW. Rasulullah dalam hal ini menjawab bahwa belum
ada keputusan dari Allah.
Dan
dalam riwayat yang lain Rasulullah SAW mengatakan, “Engkau telah diharamkan
bersetubuh dengan dia”. Lalu Khaulah berkata, “Suamiku belum menyebut
kata-kata thalaq”. Kemudian Khaulah berulang-ulang mendesak kepada
Rasulullah supaya menetapkan suatu keputusan dalam hal
ini.
Ibnu
Majah meriwayatkan sebagai berikut :
قَالَتْ عَائِشَةُ: تَبَارَكَ الَّذِى وَسِعَ سَمْعُهُ كُلَّ شَيْءٍ.
اِنّى َلاَسْمَعُ كَلاَمَ خَوْلَةَ بِنْتِ ثَعْلَبَةَ وَ يَخْفَى عَلَيَّ بَعْضُهُ،
وَ هِيَ تَشْتَكِى زَوْجَهَا اِلَى رَسُوْلِ اللهِ ص وَ هِيَ تَقُوْلُ: يَا
رَسُوْلَ اللهِ، اَكَلَ شَبَابِى وَ نَثَرْتُ لَهُ بَطْنِى حَتَّى اِذَا كَبِرَتْ
سِنّى وَ انْقَطَعَ وَلَدِى ظَاهَرَ مِنّى. اَللّهُمَّ اِنّى اَشْكُوْ اِلَيْكَ.
فَمَا بَرِحَتْ حَتَّى نَزَلَ جِبْرَائِيْلُ بِهؤُلاَءِ اْلايتِ: قَدْ سَمِعَ اللهُ
قَوْلَ الَّتِيْ تُجَادِلُكَ فِيْ زَوْجِهَا وَ تَشْتَكِيْ اِلَى اللهِ. ابن ماجه
1: 666
‘Aisyah
berkata : Maha Suci Tuhan yang Maha Luas Pendengaran-Nya meliputi segala
sesuatu. Sesungguhnya aku mendengar perkataan Khaulah binti Tsa’labah yang
sebagiannya tersembunyi. Ia mengadukan suaminya kepada Rasulullah SAW. Ia
berkata, “Ya Rasulullah, ia telah menghabiskan masa mudaku, perutku telah banyak
melahirkan anak untuknya, hingga ketika umurku sudah tua dan sudah tidak bisa
melahirkan anak lagi, suamiku mendhiharku. Ya Allah, sesungguhnya aku mengadu
kepada-Mu. Lalu tidak henti-hentinya Khaulah binti Tsa’labah mengadukan halnya
kepada Allah sehingga malaikat Jibril turun dengan membawa ayat-ayat ini : Qad
sami’alloohu qoulallatii tujaadiluka fii zaujihaa wa tasytakii ilallooh.
[HR.
Ibnu Majah juz 1, hal. 666]
Dari
peristiwa yang menimpa Khaulah binti Tsa’labah tersebut akhirnya Allah
menurunkan ayat sebagai berikut :
قَدْ سَمِعَ اللهُ قَوْلَ الَّتِيْ تُجَادِلُكَ فِيْ زَوْجِهَا وَ
تَشْتَكِيْ اِلَى اللهِ وَ اللهُ يَسْمَعُ تَحَاوُرَكُمَا، اِنَّ اللهَ سَمِيْعٌ
بَصِيْرٌ. المجادلة:1
Sesungguhnya
Allah telah mendengar perkataan wanita yang memajukan gugatan kepada kamu
tentang suaminya, dan mengadukan (halnya) kepada Allah. Dan Allah mendengar soal
jawab antara kamu berdua. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat
(1)
الَّذِيْنَ يُظهِرُوْنَ مِنْكُمْ مّنْ نّسَآئِهِمْ مَّا هُنَّ
اُمَّهتِهِمْ، اِنْ اُمَّهتُهُمْ اِلاَّ الّئِيْ وَلَدْنَهُمْ، وَ اِنَّهُمْ
لَيَقُوْلُوْنَ مُنْكَرًا مّنَ اْلقَوْلِ وَزُوْرًا، وَ اِنَّ اللهَ لَعَفُوٌّ
غَفُوْرٌ. المجادلة:2
Orang-orang
yang mendzihar istrinya diantara kamu, (menganggap istrinya sebagai ibunya,
padahal) tiadalah istri mereka itu ibu mereka. Ibu-ibu mereka tidak lain
hanyalah wanita yang melahirkan mereka. Dan sesungguhnya mereka sungguh-sungguh
mengucapkan suatu perkataan yang munkar dan dusta. Dan sesungguhnya Allah Maha
Pemaaf lagi Maha Pengampun (2).
وَ الَّذِيْنَ يُظهِرُوْنَ مِنْ نّسَآئِهِمْ ثُمَّ يَعُوْدُوْنَ لِمَا
قَالُوْا فَتَحْرِيْرُ رَقَبَةٍ مّنْ قَبْلِ اَنْ يَّتَمَآسَّا، ذلِكُمْ
تُوْعَظُوْنَ بِه، وَ اللهُ بِمَا تَعْمَلُوْنَ خَبِيْرٌ.
المجادلة:3
Dan
orang-orang yang mendhihar istri-istri mereka, kemudian mereka hendak menarik
kembali apa yang telah mereka ucapkan, maka (wajib atasnya) memerdekakan seorang
budak sebelum kedua suami istri itu bercampur. Demikianlah yang diajarkan
kepadamu, dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (3)
فَمَنْ لَّمْ يَجِدْ فَصِيَامُ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ مِنْ قَبْلِ
اَنْ يَّتَمَآسَّا، فَمَنْ لَّمْ يَسْتَطِعْ فَاِطْعَامُ سِتِّيْنَ مِسْكِيْنًا،
ذلِكَ لِتُؤْمِنُوْا بِاللهِ وَ رَسُوْلِه، وَ تِلْكَ حُدُوْدُ اللهِ، وَ
لِلْكفِرِيْنَ عَذَابٌ اَلِيْمٌ. المجادلة:4
Barangsiapa
yang tidak mendapatkan (budak), maka (wajib atasnya) berpuasa dua bulan
berturut-turut sebelum keduanya bercampur. Maka siapa yang tidak kuasa (wajiblah
atasnya) memberi makan enam puluh orang miskin. Demikianlah supaya kamu beriman
kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan itulah hukum-hukum Allah, dan bagi orang kafir
ada siksa yang sangat pedih (4).
[QS. Al-Mujadalah]
Berkenaan
dengan dhihar ini ada riwayat sebagai berikut :
عَنْ عِكْرِمَةَ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ اَنَّ رَجُلاً اَتَى النَّبِيَّ ص
قَدْ ظَاهَرَ مِنِ امْرَأَتِهِ، فَوَقَعَ عَلَيْهَا فَقَالَ: يَا رَسُوْلَ اللهِ،
اِنِّى ظَاهَرْتُ امْرَأَتِى فَوَقَعْتُ عَلَيْهَا قَبْلَ اَنْ اُكَفّرَ، فَقَالَ:
مَا حَمَلَكَ عَلَى ذلِكَ؟ يَرْحَمُكَ اللهُ. قَالَ: رَأَيْتُ خَلْخَالَهَا فِى
ضَوْءِ اْلقَمَرِ. قَالَ: فَلاَ تَقْرَبَهَا حَتَّى تَفْعَلَ مَا اَمَرَكَ اللهُ.
الخمسة الا احمد وصححه الترمذى
Dari
‘Ikrimah dari Ibnu ‘Abbas, bahwa sesungguhnya ada seorang laki-laki datang
kepada Nabi SAW (menerangkan bahwa) ia telah mendhihar istrinya, lalu ia
mencampurinya. Kemudian ia bertanya, “Ya Rasulullah, sesungguhnya aku telah
mendhihar istriku, lalu aku mencampurinya sebelum aku membayar kafarat (maka
apakah yang harus aku lakukan) ?”. Nabi SAW bertanya, “Semoga Allah merahmatimu.
Apakah yang mendorongmu berbuat demikian itu ?”. Ia menjawab, “Aku melihat
gelang kakinya dalam sinar bulan”. Nabi SAW bersabda, “Hendaklah engkau tidak
mendekatinya sehingga engkau laksanakan apa yang diperintahkan Allah
kepadamu”.
[HR. Khamsah kecuali Ahmad dan dishahihkan oleh Tirmidzi]
عَنْ اَبِى سَلَمَةَ عَنْ سَلَمَةَ بْنِ صَخْرٍ اَنَّ النَّبِيَّ ص
اَعْطَاهُ مِكْتَلاً فِيْهِ خَمْسَةَ عَشَرَ صَاعًا فَقَالَ: اَطْعِمْهُ سِتّيْنَ
مِسْكِيْنًا، وَ ذلِكَ لِكُلّ مِسْكِيْنٍ مُدٌّ. الدارقطنى و للترمذى
معناه
Dari
Abu Salamah dari Salamah bin Shakhr, bahwa sesungguhnya Nabi SAW memberinya
seonggok (kurma) yang berisikan lima belas sha’, lalu ia bersabda, “Berikanlah
kepada enam puluh orang miskin dan untuk setiap orang satu mud”.
[HR. Daruquthni, dan Tirmidzi meriwayatkan yang semakna dengan
itu]
trmkasih membantu untuk tugas presentasi :)
BalasHapusKeren nih isinya, berbobot tapi mengena
BalasHapusSemoga Allloh SWT. meridhoi aamiin
HapusProdusen dan pengedar miras di negara demokrasi ini sejak JAman DahULu hingga Sekarang masih dibolehkan beroperasi. Sampai kapan yaa?? #mikir #Islam
BalasHapus