PUASA SUNNAH
Puasa sunnah menurut
tuntunan Rasulullah SAW (1)
1. Puasa enam hari di
bulan Syawwal
عَنْ اَبِى اَيُّوْبَ اْلاَنْصَارِيّ اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ ص قَالَ:
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ اَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ، كَانَ كَصِيَامِ
الدَّهْرِ.
مسلم 2: 822
Dari Abu Ayyub
Al-Anshariy, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, "Barangsiapa puasa Ramadlan
lalu ia iringi dengan puasa enam hari dari Syawwal, adalah (pahalanya) itu
seperti puasa setahun". [HR. Muslim juz 2,
hal. 822]
عَنْ ثَوْبَانَ مَوْلَى رَسُوْلِ اللهِ ص عَنْ رَسُوْلِ اللهِ ص اَنَّهُ
قَالَ: مَنْ صَامَ سِتَّةَ اَيَّامٍ بَعْدَ اْلفِطْرِ كَانَ تَمَامَ السَّنَةِ مَنْ
جَاءَ بِاْلحَسَنَةِ فَلَهُ عَشْرُ اَمْثَالِهَا.
ابن ماجه 1: 547
Dari Tsauban bekas
budak Rasulullah SAW dari Rasulullah SAW, beliau bersabda, "Barangsiapa puasa
enam hari sesudah Hari Raya 'Iedul Fithri, adalah (serupa) sempurna setahun,
(karena) barangsiapa mengerjakan kebaikan, maka ia mendapat pahala sepuluh kali
ganda". [HR. Ibnu Majah juz
1, hal. 547]
عَنْ ثَوْبَانَ اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ ص قَالَ: صِيَامُ شَهْرٍ
بِعَشْرَةِ اَشْهُرٍ وَ سِتَّةِ اَيَّامٍ بَعْدَهُنَّ بِشَهْرَيْنِ فَذلِكَ تَمَامُ
سَنَةٍ يَعْنِى شَهْرَ رَمَضَانَ وَ سِتَّةَ اَيَّامٍ بَعْدَهُ.
الدارمى 2: 21
Dari Tsauban
bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, “Puasa sebulan
(Ramadlan) pahalanya sama dengan sepuluh bulan, dan enam hari sesudahnya
pahalanya sama dengan dua bulan. Maka yang demikian itu (pahalanya) sama dengan
puasa setahun penuh. Yakni bulan Ramadlan dan enam hari sesudahnya
(Syawwal). [HR. Darimiy juz 2
hal. 21]
Keterangan
:
a. Nabi SAW
menggembirakan ummatnya agar suka berpuasa enam hari di bulan Syawwal, dengan
menyatakan bahwa orang yang berpuasa satu bulan dibulan Ramadlan kemudian
berpuasa enam hari di bulan Syawwal, maka pahalanya semisal dengan puasa
setahun.
Pengertiannya
demikian :
Puasa Ramadlan
(yang biasanya 30 hari) pahalanya senilai berpuasa 300 hari, karena tiap-tiap
satu hari mendapat pahala 10 kali lipat. Dan 6 hari di bulan Syawwal senilai
dengan puasa 60 hari, sehingga semuanya berjumlah 360 hari atau sama dengan 1
tahun.
b. Enam hari dalam
bulan Syawwal itu tidak mesti harus berturut-turut yang dimulai dari tanggal 2
(tepat sehabis hari raya) sebagaimana yang biasa dikerjakan oleh ummat Islam
pada umumnya. Karena tidak ada penjelasan yang tegas dari agama atau keterangan
yang sharih (terang) dan shahih (kuat) dari agama. Dan kita tidak
boleh membuat ketentuan sendiri dalam masalah 'ibadah. Jadi, boleh dan tetap
dipandang sempurna oleh syara' bila kita mengerjakan berselang-seling maupun
berturut-turut yang tidak dimulai tanggal 2 Syawwal (tepat sehabis hari raya),
yang penting masih dalam bulan Syawwal. Kalaupun hendak mengerjakan tepat
sehabis hari raya dengan berturut-turutpun tidak mengapa, asal tidak dengan
keyakinan bahwa itulah cara yang paling sah yang dituntunkan oleh
syara'.
c. Hadits riwayat
Muslim yang dijadikan dalil puasa Syawwal tersebut ada sebagian ‘ulama yang menganggap
lemah, karena di dalam sanadnya ada rawi Sa’ad bin Sa’id bin Qais yang
dicela oleh sebagian ulama ahli hadits. Namun sebagian ‘ulama ahli hadits
yang lain berpendapat bahwa celanya Sa’ad bin Sa’id bin Qais tersebut
tidak sampai menyebabkan hadits itu menjadi dlaif (lemah). Lagi pula hadits
riwayat Muslim itu dikuatkan oleh dua hadits berikutnya yang diriwayatkan Ibnu
Majah dan Darimiy dimana dalam sanadnya tidak terdapat rawi Sa’ad bin Sa’id bin Qais yang
dipermasalahkan tersebut. Jadi hadits itu tetap bisa dipakai sebagai dalil.
[Bagi yang ingin mengetahui identitas Sa’ad bin
Sa’id bin Qais lebih
lanjut silakan baca Tahdzibut-Tahdzib juz 3 hal. 408 no. 876, Mizanul
I’tidal juz 2 hal. 120
no. 3109, Al-Jarhu wat Ta’dil juz 4 hal. 84 no.
370 dan Taqribut Tahdzib hal. 171 no. 2237]. Walloohu
a’lam.
2. Puasa
'Arafah
عَنْ اَبِى قَتَادَةَ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: صَوْمُ يَوْمِ
عَرَفَةَ يُكَفّرُ سَنَتَيْنِ مَاضِيَةً وَ مُسْتَقْبَلَةً وَ صَوْمُ عَاشُوْرَاءَ
يُكَفّرُ سَنَةً مَاضِيَةً.
احمد 8: 261، رقم: 22598
Dari Abu Qatadah ia
berkata : Rasulullah SAW bersabda, "Puasa pada hari ‘Arafah (tanggal 9
Dzulhijjah) itu bisa menghapus dosa-dosa dua tahun, yaitu setahun yang lampau
dan setahun yang akan datang. Dan puasa 'Asyuraa' (tanggal 10 Muharram) bisa
menghapus dosa setahun yang lalu". [HR. Ahmad juz 8,
hal. 261, no. 22598]
Puasa ‘Arafah ini
disyariatkan bagi orang-orang yang tidak sedang melaksanakan Hajji. Sedang bagi
yang sedang berhajji di Padang ‘Arafah, maka tidak
diperkenankan melaksanakannya sebagaimana riwayat di bawah ini :
عَنْ عِكْرِمَةَ قَالَ: دَخَلْتُ عَلَى اَبِى هُرَيْرَةَ فِى بَيْتِهِ
فَسَأَلْتُهُ عَنْ صَوْمِ يَوْمَ عَرَفَةَ بِعَرَفَاتٍ، فَقَالَ اَبُوْ هُرَيْرَةَ:
نَهَى رَسُوْلُ اللهِ ص عَنْ صَوْمِ يَوْمِ عَرَفَةَ بِعَرَفَاتٍ.
ابن ماجه 1: 551، رقم: 1732
Dari 'Ikrimah, ia
berkata : Saya pernah datang kepada Abu Hurairah di rumahnya, lalu saya bertanya
kepadanya tentang puasa hari 'Arafah di 'Arafah, maka jawab Abu Hurairah,
"Rasulullah SAW melarang puasa hari
‘Arafah di padang
‘Arafah". [HR. Ibnu Majah juz
1, hal. 551, no. 1732]
عَنْ عُمَيْرٍ مَوْلَى عَبْدِ اللهِ بْنِ عَبَّاسٍ عَنْ اُمّ اْلفَضْلِ
بِنْتِ الْحرِثِ اَنَّ نَاسًا تَمَارَوْا عِنْدَهَا يَوْمَ عَرَفَةَ فِى صَوْمِ
النَّبِيّ ص، فَقَالَ بَعْضُهُمْ: هُوَ صَائِمٌ. وَ قَالَ بَعْضُهُمْ: لَيْسَ
بِصَائِمٍ. فَاَرْسَلَتْ اِلَيْهِ بِقَدَحِ لَبَنٍ وَ هُوَ وَاقِفٌ عَلَى
بَعِيْرِهِ فَشَرِبَهُ.
البخارى 2: 248
Dari 'Umair maula
'Abdullah bin 'Abbas, dari Ummul Fadhl binti Harits, bahwasanya orang-orang
berbantah di sisinya pada hari 'Arafah tentang puasanya Nabi SAW. Sebagian dari
mereka berkata, "Beliau SAW berpuasa". Dan sebagian lainnya berkata, "Beliau SAW
tidak berpuasa". Kemudian Ummul Fadhl mengirimkan semangkok susu kepada Nabi
SAW, pada waktu itu Nabi SAW sedang wuquf di atas untanya, lalu Nabi SAW
meminumnya". [HR. Bukhari juz 2,
hal. 248]
3. Puasa Tasu'a dan 'Asyura’
Tasu'a ialah hari
yang ke-9 dari bulan Muharram, sedang 'Asyura’ adalah hari yang
ke-10 dari bulan tersebut.
عَنْ عَائِشَةَ رض قَالَتْ : كَانَتْ قُرَيْشٌ تَصُوْمُ عَاشُوْرَاءَ
فِى اْلجَاهِلِيَّةِ وَ كَانَ رَسُوْلُ اللهِ ص يَصُوْمُهُ. فَلَمَّا هَاجَرَ اِلَى
الْمَدِيْنَةِ صَامَهُ وَ اَمَرَ بِصِيَامِهِ. فَلَمَّا فُرِضَ شَهْرُ رَمَضَانَ،
قَالَ: مَنْ شَاءَ صَامَهُ وَ مَنْ شَاءَ تَرَكَهُ.
مسلم 2: 792
Dari
‘Aisyah RA, ia berkata
: Adalah kaum Quraisy berpuasa ‘Asyura’ pada masa jahiliyah
dan Rasulullah SAW juga berpuasa. Maka setelah berhijrah ke Madinah, beliau
tetap berpuasa ‘Asyura’ dan memerintahkan
kepada para shahabat untuk berpuasa pada hari itu. Maka setelah diwajibkan puasa
di bulan Ramadlan, lalu beliau bersabda, “Barangsiapa yang
ingin berpuasa ‘Asyura’ silakan berpuasa,
dan barangsiapa yang ingin meninggalkannya silakan tidak
berpuasa”. [HR. Muslim juz 2,
hal. 792]
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رض قَالَ : قَدِمَ رَسُوْلُ اللهِ ص الْمَدِيْنَةَ
فَوَجَدَ اْليَهُوْدَ يَصُوْمُوْنَ يَوْمَ عَاشُوْرَاءَ، فَسُئِلُوْا عَنْ ذلِكَ،
فَقَالُوْا: هذَا اْليَوْمُ الَّذِيْ اَظْهَرَ اللهُ فِيْهِ مُوْسَى وَ بَنِيْ
اِسْرَائِيْلَ عَلَى فِرْعَوْنَ، فَنَحْنُ نَصُوْمُهُ تَعْظِيْمًا لَهُ. فَقَالَ
النَّبِيُّ ص: نَحْنُ اَوْلَى بِمُوْسَى مِنْكُمْ، فَاَمَرَ بِصَوْمِهِ.
مسلم 2: 795
Dari Ibnu
‘Abbas RA, ia berkata
: Ketika Rasulullah SAW tiba di Madinah, beliau mendapati orang-orang Yahudi
berpuasa ‘Asyura’. Lalu mereka ditanya
(Rasulullah SAW) tentang hal itu. Maka jawab mereka, “Hari ini adalah suatu
hari yang Allah memberikan kemenangan kepada Nabi Musa dan Bani Israil atas
Fir’aun, maka kami
berpuasa pada hari ini untuk mengagungkannya”. Lalu Nabi SAW
bersabda, “Kalau begitu kami
lebih berhaq terhadap Nabi Musa daripada kalian”. Kemudian beliau
memerintahkan untuk berpuasa 'Asyura’. [HR. Muslim juz 2,
hal. 795]
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رض قَالَ: حِيْنَ صَامَ رَسُوْلُ اللهِ ص يَوْمَ
عَاشُوْرَاءَ وَ اَمَرَ بِصِيَامِهِ، قَالُوْا: يَا رَسُوْلَ اللهِ، اِنَّهُ يَوْمٌ
تُعَظّمُهُ اْليَهُوْدُ وَ النَّصَارَى. فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: فَاِذَا كَانَ
اْلعَامُ الْمُقْبِلُ اِنْ شَاءَ اللهُ صُمْنَا اْليَوْمَ التَّاسِعَ. قَالَ:
فَلَمْ يَأْتِ اْلعَامُ الْمُقْبِلُ حَتَّى تُوُفّيَ رَسُوْلُ اللهِ ص.
مسلم 2: 798
Dari Ibnu
‘Abbas RA, ia berkata
: Ketika Rasulullah SAW berpuasa ‘Asyura’ (hari ke sepuluh
bulan Muharram) dan beliau memerintahkan untuk berpuasa pada hari itu, para
shahabat berkata, “Ya Rasulullah,
sesungguhnya hari itu adalah suatu hari yang diagung-agungkan oleh kaum Yahudi
dan Nashara”. Lalu Rasulullah SAW
bersabda, “Jika aku masih hidup
sampai tahun depan, insya Allah kami akan berpuasa Taasi’a (hari ke sembilan).
Ibnu ‘Abbas berkata,
“Ternyata belum sampai
tahun berikutnya, beliau telah wafat”. [HR. Muslim juz 2,
hal. 798]
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَيْرٍ (لَعَلَّهُ قَالَ: عَنْ عَبْدِ اللهِ
بْنِ عَبَّاسٍ رض قَالَ): قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: لَئِنْ بَقِيْتُ اِلىَ قَابِلٍ
لاَصُوْمَنَّ التَّاسِعَ.
مسلم 2: 798
Dari 'Abdullah bin
'Umair (Barangkali ia mengatakan dari 'Abdullah bin 'Abbas RA, ia berkata) :
Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya kalau aku masih hidup sampai tahun depan,
niscaya aku berpuasa hari ke-9 (bulan Muharram)". [HR. Muslim juz 2,
hal. 798]
عَنْ اَبِى سَعِيْدِ اْلخُدْرِيّ رض قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص:
مَنْ صَامَ يَوْمَ عَرَفَةَ غُفِرَ لَهُ سَنَةٌ اَمَامَهُ وَ سَنَةٌ خَلْفَهُ. وَ
مَنْ صَامَ عَاشُوْرَاءَ غُفِرَ لَهُ سَنَةٌ.
الطبرانى فى الاوسط باسناد حسن
Dari Abu
Sa’id Al-Khudriy RA, ia
berkata : Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa yang
berpuasa ‘Arafah, diampuni
baginya (dosanya) setahun yang lalu dan setahun berikutnya. Dan barangsiapa yang
berpuasa ‘Asyura’, diampuni baginya
(dosanya) satu tahun”. [HR. Thabrani, di
dalam Al-Ausath dengan sanad hasan]
4. Puasa Sya'ban
عَنْ عَائِشَةَ اُمّ الْمُؤْمِنِيْنَ رض اَنَّهَا قَالَتْ: كَانَ
رَسُوْلُ اللهِ ص يَصُوْمُ حَتَّى نَقُوْلَ لاَ يُفْطِرُ، وَ يُفْطِرُ حَتَّى
نَقُوْلَ لاَ يَصُوْمُ. وَمَا رَأَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ ص اِسْتَكْمَلَ صِيَامَ
شَهْرٍ قَطُّ اِلاَّ رَمَضَانَ. وَمَا رَأَيْتُهُ فِى شَهْرٍ اَكْثَرَ مِنْهُ
صِيَامًا فِى شَعْبَانَ.
مسلم 2: 810
Dari 'Aisyah Ummul
Mukminin RA, ia berkata, "Adalah Rasulullah SAW berpuasa, sehingga kami mengira
seolah-olah beliau tidak pernah berbuka. Dan (apabila) beliau tidak berpuasa,
kami mengira seolah-olah beliau tidak pernah berpuasa. Dan saya tidak pernah
melihat Rasulullah SAW berpuasa sebulan penuh melainkan di bulan Ramadlan, dan
tidak pernah saya lihat beliau memperbanyak puasa pada bulan lain seperti bulan
Sya'ban". [HR. Muslim juz 2,
hal. 810]
Keterangan
:
Puasa dalam bulan
Sya'ban ini tidak ada ketentuan jumlah hari dan tanggal-tanggalnya, hanya yang
biasa dilakukan oleh Rasulullah SAW adalah kurang dari satu bulan. Tegasnya
tidak satu bulan penuh.
5. Puasa Senin dan
Kamis
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ: كَانَ النَّبِيُّ ص يَتَحَرَّى صَوْمَ
اْلاِثْنَيْنِ وَاْلخَمِيْسِ.
الترمذى 2: 124، و حسنه
Dari 'Aisyah, ia
berkata "Dahulu Nabi SAW biasa mementingkan puasa Senin dan
Kamis". [HR. Tirmidzi juz
2, hal. 124, no. 742, dan Tirmidzi menghasankannya]
عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ ص قَالَ: تُعْرَضُ
اْلاَعْمَالُ يَوْمَ اْلاِثْنَيْنِ وَ الْخَمِيْسِ، فَاُحِبُّ اَنْ يُعْرَضَ
عَمَلِى وَ اَنَا صَائِمٌ.
الترمذى 2: 124، رقم: 744، و حسنه
Dari Abu Hurairah,
bahwasanya Nabi SAW bersabda, “Amal-amal ditampakkan
(dilaporkan) pada hari Senin dan Kamis. Maka aku senang manakala amalku
ditampakkan sedang aku berpuasa”. [HR Tirmidzi juz 2,
hal. 124, no. 744, dan Tirmidzi menghasankannya]
عَنْ اَبِى قَتَادَةَ اْلاَنْصَارِىّ رض اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ ص سُئِلَ
عَنْ صَوْمِ يَوْمِ اْلاِثْنَيْنِ، فَقَالَ: فِيْهِ وُلِدْتُ وَ فِيْهِ وَ اُنْزِلَ
عَلَيَّ.
مسلم 2: 820
Dari Abu Qatadah
Al-Anshariy RA bahwasanya Rasulullah SAW ditanya tentang berpuasa di hari Senin.
Maka beliau bersabda, “(Hari Senin) adalah
hari kelahiranku dan hari diturunkannya wahyu kepadaku”. [HR. Muslim juz 2,
hal. 820]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar