SEKITAR RAMADLAN
Hadits-hadits Sekitar Puasa Ramadlan.
عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ رض عَنِ النَّبِيّ ص قَالَ: مَنْ صَامَ رَمَضَانَ
اِيْمَانًا وَ احْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ.
البخارى 2: 228 و مسلم 1: 524
Dari Abu Hurairah RA, ia berkata, Nabi SAW bersabda,
“Barangsiapa
berpuasa Ramadlan karena iman dan mengharap pahala dari Allah, maka diampuni
dosa-dosanya yang telah lalu”. [HR. Bukhari juz 2,
hal 228, dan Muslim juz 1, hal. 524]
عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ رض اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ ص قَالَ: مَنْ قَامَ
رَمَضَانَ اِيْمَانًا وَ احْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ
ذَنْبِهِ.
البخارى
2: 251
Dari Abu Hurairah RA, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda,
“Barangsiapa
bangun (shalat malam) pada bulan Ramadlan karena iman dan mengharap pahala dari
Allah, maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu”. [HR. Bukhari 2 :
251]
عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ رض قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: قَالَ اللهُ:
كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ لَهُ اِلاَّ الصّيَامَ فَاِنَّهُ لِيْ وَ اَنَا اَجْزِى
بِهِ، وَ الصّيَامُ جُنَّةٌ. وَ اِذَا كَانَ يَوْمُ صَوْمِ اَحَدِكُمْ فَلاَ
يَرْفُثْ وَ لاَ يَصْخَبْ فَاِنْ سَابَّهُ اَحَدٌ اَوْ قَاتَلَهُ فَلْيَقُلْ اِنّى
امْرُؤٌ صَائِمٌ. وَ الَّذِى نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَخُلُوْفُ فَمِ الصَّائِمِ
اَطْيَبُ عِنْدَ اللهِ مِنْ رِيْحِ اْلمِسْكِ. لِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ
يَفْرَحُهُمَا، اِذَا اَفْطَرَ فَرِحَ وَ اِذَا لَقِيَ رَبَّهُ فَرِحَ
بِصَوْمِهِ.
البخارى
2: 228
Dari Abu Hurairah RA, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda :
Allah berfirman, ”Setiap amal anak Adam itu
untuknya kecuali puasa, sesungguhnya puasa itu untuk-Ku dan Aku akan
membalasnya. Puasa itu perisai. Apabila salah seorang diantara kalian berpuasa
pada suatu hari, maka janganlah berkata keji dan jangan berteriak-teriak. Jika
ada seseorang yang mencaci makinya atau menyerangnya maka hendaklah ia
mengatakan, ”Sesungguhnya saya sedang
berpuasa”.
Demi Dzat yang jiwa Muhammad di tangan-Nya, sungguh bau mulutnya orang yang
berpuasa itu di sisi Allah lebih harum dari pada bau kasturi. Bagi orang yang
berpuasa ada dua kegembiraan yang dirasakannya, yaitu apabila ia berbuka,
bergembira karena bukanya, dan apabila ia bertemu dengan Tuhannya, bergembira
karena puasanya”. [HR. Bukhari 2 :
228]
عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ رض اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ ص قَالَ: اَلصّيَامُ
جُنَّةٌ فَلاَ يَرْفُثْ وَ لاَ يَجْهَلْ وَ اِنِ امْرُؤٌ قَاتَلَهُ اَوْ شَاتَمَهُ
فَلْيَقُلْ اِنّى صَائِمٌ مَرَّتَيْنِ. وَ الَّذِى نَفْسِى بِيَدِهِ لَخُلُوْفُ
فَمِ الصَّائِمِ اَطْيَبُ عِنْدَ اللهِ مِنْ رِيْحِ اْلمِسْكِ يَتْرُكُ طَعَامَهُ
وَ شَرَابَهُ وَ شَهْوَتَهُ مِنْ اَجْلِى. اَلصّيَامُ لِى وَ اَنَا اَجْزِى بِهِ وَ
اْلحَسَنَةُ بِعَشْرِ اَمْثَالِهَا.
البخارى 2
: 226
Dari Abu Hurairah RA bahwasanya Rasulullah SAW bersabda,
”Puasa itu
perisai, maka janganlah ia berkata-kata keji dan jangan berbuat kebodohan. Jika
ia dimusuhi atau di caci maki oleh seseorang maka katakanlah, ”Sesungguhnya saya ini
sedang berpuasa“. (dua kali). Demi Dzat
yang diriku di tangan-Nya sungguh bau mulut orang yang berpuasa itu lebih harum
di sisi Allah dari pada bau kasturi”. (Firman Allah),
“Ia
meninggalkan makan, minum dan syahwatnya karena Aku. Puasa itu untuk-Ku dan Aku
akan membalasnya, sedang kebaikan itu (dibalas) dengan sepuluh kali
lipat”.
[HR. Bukhari 2 : 226]
عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ رض اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ ص قَالَ: اِذَا جَاءَ
رَمَضَانُ فُتّحَتْ اَبْوَابُ اْلجَنَّةِ وَ غُلّقَتْ اَبْوَابُ النَّارِ وَ
صُفّدَتِ الشَّيَاطِيْنُ.
مسلم
2: 758
Dari Abu Hurairah RA bahwasanya Rasulullah SAW bersabda,
“Apabila
bulan Ramadlan datang maka dibukalah pintu-pintu surga, ditutuplah pintu-pintu
neraka, dan syaithan-syaithan dibelenggu”. [HR. Muslim juz 2,
hal. 758]
قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: اِنَّ رَمَضَانَ شَهْرٌ افْتَرَضَ اللهُ عَزَّ
وَجَلَّ صِيَامَهُ وَ اِنّى سَنَنْتُ لِلْمُسْلِمِيْنَ قِيَامَهُ فَمَنْ صَامَهُ
اِيْمَانًا وَ احْتِسَابًا خَرَجَ مِنَ الذُّنُوْبِ كَيَوْمَ وَلَدَتْهُ
اُمُّهُ.
احمد. ضعيف لان فى سنده النضر بن شيبان
Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Ramadlan
adalah bulan dimana Allah ‘Azza wa Jalla mewajibkan
puasa padanya, dan aku mensunnahkan shalat malam untuk kaum muslimin, maka
barangsiapa berpuasa pada bulan Ramadlan karena iman dan mengharap pahala (dari
Allah), maka ia keluar dari dosa-dosanya sebagaimana ketika ibunya
melahirkannya”. [HR. Ahmad dari
‘Abdurrahman juz 1,
hal. 195, dla’if
karena dalam sanadnya ada An-Nadlr bin Syaiban]
عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ رض قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: مَنْ لَمْ
يَدَعْ قَوْلَ الزُّوْرِ وَ اْلعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ ِللهِ حَاجَةٌ فِى اَنْ يَدَعَ
طَعَامَهُ وَ شَرَابَهُ.
البخارى
2: 228
Dari Abu Hurairah RA, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda,
“Barangsiapa
yang tidak meninggalkan kata-kata dusta dan perbuatan dusta, maka tidak ada
kebutuhan bagi Allah dalam hal ia meninggalkan makan dan minumnya”. [HR. Bukhari juz 2,
hal. 228]
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رض قَالَ: كَانَ النَّبِيُّ ص اَجْوَدَ النَّاسِ
بِاْلخَيْرِ وَ كَانَ اَجْوَدُ مَا يَكُوْنُ فِى رَمَضَانَ حِيْنَ يَلْقَاهُ
جِبْرِيْلُ وَ كَانَ جِبْرِيْلُ عَلَيْهِ السَّلاَمُ يَلْقَاهُ كُلَّ لَيْلَةٍ فِى
رَمَضَانَ حَتَّى يَنْسَلِخَ يَعْرِضُ عَلَيْهِ النَّبِيُّ ص اْلقُرْآنَ، فَاِذَا
لَقِيَهُ جِبْرِيْلُ عَلَيْهِ السَّلاَمُ كَانَ اَجْوَدَ بِاْلخَيْرِ مِنَ الرّيْحِ
اْلمُرْسَلَةِ.
البخارى
2: 228
Dari Ibnu ‘Abbas RA, ia berkata,
“Adalah Nabi
SAW orang yang paling dermawan diantara manusia pada kebaikan. Dan beliau paling
pemurah pada bulan Ramadlan, ketika Jibril bertemu beliau, dan Jibril AS bertemu
beliau pada tiap malam di bulan Ramadlan hingga selesai. Nabi SAW menyimakkan
Al-Qur’an
kepadanya. Maka apabila Jibril AS menemui beliau, beliau adalah sangat dermawan
dalam kebaikan, lebih murah dari pada angin yang terlepas”. [HR. Bukhari juz 2,
hal. 228]
عَنْ سَهْلٍ رض عَنِ النَّبِيّ ص قَالَ: اِنَّ فِى اْلجَنَّةِ بَابًا
يُقَالُ لَهُ الرَّيَّانُ يَدْخُلُ مِنْهُ الصَّائِمُوْنَ يَوْمَ اْلقِيَامَةِ لاَ
يَدْخُلُ مِنْهُ اَحَدٌ غَيْرُهُمْ، يُقَالُ: اَيْنَ الصَّائِمُوْنَ؟
فَيَقُوْمُوْنَ لاَ يَدْخُلُ مِنْهُ اَحَدٌ غَيْرُهُمْ. فَاِذَا دَخَلُوْا اُغْلِقَ
فَلَمْ يَدْخُلْ مِنْهُ اَحَدٌ.
البخارى 2
: 226
Dari Sahl RA dari Nabi SAW beliau bersabda, “Sesungguhnya di dalam
surga terdapat pintu yang disebut Rayyan, yangmana besok pada hari qiyamat
orang-orang yang berpuasa masuk dari pintu itu. Dan tidak ada seorangpun yang
masuk dari pintu itu selain mereka. Dikatakan, ”Dimanakah orang-orang
yang berpuasa ?”. Maka mereka berdiri,
tidak ada seorangpun selain mereka yang masuk darinya. Apabila mereka sudah
masuk, maka pintu itu ditutup sehingga tidak ada seorangpun yang masuk
darinya”.
[HR. Bukhari 2 : 226]
عَنْ اَبِى الدَّرْدَاءِ رض قَالَ: خَرَجْنَا مَعَ النَّبِيّ ص فِى
بَعْضِ اَسْفَارِهِ فِى يَوْمٍ حَارّ حَتَّى يَضَعَ الرَّجُلُ يَدَهُ عَلَى
رَأْسِهِ مِنْ شِدَّةِ اْلحَرّ وَ مَا فِيْنَا صَائِمٌ اِلاَّ مَا كَانَ مِنَ
النَّبِيّ ص وَ ابْنِ رَوَاحَةَ.
البخارى
2: 238
Dari Abud Darda’ RA, ia berkata,
“Kami keluar
bersama Nabi SAW dalam sebagian perjalanan beliau di hari yang sangat panas
sehingga seseorang meletakkan tangannya diatas kepalanya karena sangat panas.
Diantara kami tidak ada yang berpuasa kecuali Nabi SAW dan Ibnu
Rawahah“.
[HR. Bukhari 2 : 238]
عَنْ سَلْمَانَ قَالَ : خَطَبَنَا رَسُوْلُ اللهِ ص فِي آخِرِ يَوْمٍ
مِنْ شَعْبَانَ فَقَالَ : اَيُّهَا النَّاسُ قَدْ اَظَلَّكُمْ شَهْرٌ عَظِيْمٌ، شَهْرٌ
مُبَارَكٌ، شَهْرٌ فِيْهِ لَيْلَةٌ خَيْرٌ مِنْ اَلْفِ شَهْرٍ، جَعَلَ اللهُ
صِيَامَهُ فَرِيْضَةً، وَ قِيَامَ لَيْلِهِ تَطَوُّعًا، مَنْ تَقَرَّبَ فِيْهِ
بِخَصْلَةٍ مِنَ اْلخَيْرِ، كَانَ كَمَنْ اَدَّى فَرِيْضَةً فِيْمَا سِوَاهُ، وَ
مَنْ اَدَّى فِيْهِ فَرِيْضَةً كَانَ كَمَنْ اَدَّى سَبْعِيْنَ فَرِيْضَةً فِيْمَا
سِوَاهُ، وَ هُوَ شَهْرُ الصَّبْرِ، وَ الصَّبْرُ ثَوَابُهُ اْلجَنَّةُ، وَ شَهْرُ
اْلمُوَاسَاةِ، وَ شَهْرٌ يَزْدَادُ فِيْهِ رِزْقُ اْلمُؤْمِنِ، مَنْ فَطَّرَ
فِيْهِ صَائِمًا كَانَ مَغْفِرَةً لِذُنُوْبِهِ وَ عِتْقِ رَقَبَتِهِ مِنَ
النَّارِ، وَ كَانَ لَهُ مِثْلُ اَجْرِهِ مِنْ غَيْرِ اَنْ يَنْتَقِصَ مِنْ
اَجْرِهِ شَيْءٌ، قَالُوْا: لَيْسَ كُلُّنَا نَجِدُ مَا يُفَطّرُ الصَّائِمَ،
فَقَالَ: يُعْطِي اللهُ هذَا الثَّوَابَ مَنْ فَطَّرَ صَائِمًا عَلَى تَمْرَةٍ،
اَوْ شُرْبَةِ مَاءٍ، اَوْ مَذْقَةِ لَبَنٍ، وَ هُوَ شَهْرٌ اَوَّلُهُ رَحْمَةٌ، وَ
اَوْسَطُهُ مَغْفِرَةٌ، وَآخِرُهُ عِتْقٌ مِنَ النَّارِ، مَنْ خَفَّفَ عَنْ
مَمْلُوْكِهِ غَفَرَ اللهُ لَهُ، وَ اَعْتَقَهُ مِنَ النَّارِ، وَ اسْتَكثِرُوْا
فِيْهِ مِنْ اَرْبَعِ خِصَالٍ: خَصْلَتَيْنِ تُرْضُوْنَ بِهِمَا رَبَّكُمْ، وَ
خَصْلَتَيْنِ لاَ غِنَى بِكُمْ عَنْهُمَا، فَاَمَّا اْلخَصْلَتَانِ اللَّتَانِ
تُرْضُوْنَ بِهِمَا رَبَّكُمْ: فَشَهَادَةُ اَنْ لاَ اِلهَ اِلاَّ اللهُ، وَ
تَسْتَغْفِرُوْنَهُ، وَ اَمَّا اللَّتَانِ لاَ غِنَى بِكُمْ عَنْهُمَا:
فَتَسْأَلُوْنَ اللهَ اْلجَنَّةَ، وَ تَعَوَّذُوْنَ بِهِ مِنَ النَّارِ، وَ مَنْ
اَشْبَعَ فِيْهِ صَائِمًا سَقَاهُ اللهُ مِنْ حَوْضِي شَرْبَةً لاَ يَظْمَأُ حَتَّى
يَدْخُلَ اْلجَنَّةَ. ابن خزيمة 3: 191، رقم: 1887
Dari Salman, ia berkata : Rasulullah SAW berkhutbah pada hari
terakhir bulan Sya’ban, beliau bersabda,
“Hai para
manusia, sungguh telah menaungi kalian bulan yang agung, bulan yang diberkahi,
bulan yang di dalamnya ada satu malam lebih baik daripada seribu bulan. Allah
menjadikan puasanya suatu kewajiban, dan shalat malamnya tathawwu’an (sunnah). Barangsiapa
mendekatkan diri (kepada Allah) pada bulan itu dengan sesuatu berupa kebaikan,
maka dia seperti orang yang menunaikan kewajiban di luar bulan Ramadlan.
Barangsiapa yang menunaikan satu kewajiban (amalan fardlu) pada bulan itu, maka
dia (pahalanya) seperti orang yang menunaikan tujuh puluh kewajiban di luar
bulan Ramadlan. Dan bulan (Ramadlan) adalah bulan keshabaran, sedangkan shabar
pahalanya adalah surge, dan bulan pertolongan dan bulan yang padanya bertambah
rezqinya orang mu’min. Barangsiapa memberi
buka kepada orang yang berpuasa pada bulan itu, maka yang demikian itu merupakan
ampunan untuk dosa-dosanya dan membebaskan dirinya dari neraka, dan dia
mendapatan pahala seperti pahalanya orang yang berpuasa tanpa berkurang
sedikitpun dari pahalanya”. Para shahabat bertanya,
“(Ya
Rasulullah), tidak setiap orang dari kami mesti mempunyai sesuatu untuk memberi
makan berbuka kepada orang yang berpuasa”. Maka beliau menjawab,
“Allah
memberikan pahala ini kepada orang yang memberi buka orang yang berpuasa
meskipun berupa sebuah kurma, seteguk air atau sedikit susu. Bulan Ramadlan itu
adalah bulan yang permulaannya rahmat, pertengahannya ampunan dan akhirnya bebas
dari neraka. Barangsiapa yang memberi keringanan kepada budaknya, maka Allah
mengampuninya dan membebaskannya dari neraka. Dan perbanyaklah pada bulan itu
melakukan empat hal, dua hal yang dengannya kalian membuat ridla Tuhan kalian,
dan dua hal lagi yang kalian membutuhkannya. Adapun dua hal yang dengannya
kalian bisa membuat ridla Tuhan kalian ialah kesaksian (syahadat) bahwa tidak
ada Tuhan selain Allah, dan kalian mohon ampunan kepada-Nya. Adapun dua hal yang
kalian membutuhkannya ialah kalian mohon surga kepada Allah dan mohon
perlindugan dari neraka. Dan barangsiapa di bulan itu membuat kenyang kepada
orang yang berpuasa, maka Allah akan memberinya minum dari telagaku, sekali
minum dia tidak akan haus hingga masuk surga”. [HR. Ibnu Khuzaimah
juz 3, hal. 191 no 1887, dla’if karena dalam sanadnya
ada perawi bernama ‘Ali bin Zaid bin Jud’aan]
Keterangan :
Tentang perawi ‘Ali bin Zaid bin Jud’aan tersebut :
Ahmad bin Hambal berkata : ia dla’if
Bukhari dan Ibnu Hibban berkata : tidak dapat dijadikan
hujjah
Nasaiy berkata : ia dla’if.
Ibnu
Khuzaimah berkata : saya tidak berhujjah dengannya karena
buruk hafalannya.
Bisa dilihat dalam Mizaanul I’tidal juz 3, hal. 127,
no. 5844. Dan Tahdzibut Tahdzib juz 7, hal. 283, no 545.
عَنْ اَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رض قَالَ: كُنَّا نُسَافِرُ مَعَ النَّبِيّ ص
فَلَمْ يَعِبِ الصَّائِمُ عَلَى اْلمُفْطِرِ وَ لاَ اْلمُفْطِرُ عَلَى
الصَّائِمِ.
البخارى 2
: 238
Dari Anas bin Malik RA, ia berkata, ”Kami bepergian bersama
Nabi SAW. Dan orang yang berpuasa tidak mencela orang yang berbuka, dan orang
yang berbuka tidak mencela orang yang berpuasa”. [HR. Bukhari 2 :
238]
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ رض قَالَ: كَانَ رَسُوْلُ اللهِ ص فِى
سَفَرٍ فَرَأَى زِحَامًا وَ رَجُلاً قَدْ ظُلّلَ عَلَيْهِ فَقَالَ: مَا هذَا؟
فَقَالُوْا: صَائِمٌ. فَقَالَ: لَيْسَ مِنَ اْلبِرّ الصَّوْمُ فِى
السَّفَرِ.
البخارى 2
: 238
Dari Jabir bin Abdullah RA, ia berkata : Ketika dalam suatu
perjalanan, Rasulullah SAW melihat kerumunan orang, dan seseorang telah
dinaungi. Beliau SAW bertanya, ”Ada apa ini ?”. Mereka menjawab,
”Orang yang
berpuasa“.
Maka beliau bersabda, ”Tidak termasuk kebajikan
berpuasa dalam bepergian“. [HR. Bukhari 2 :
238]
عَنْ كَعْبِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ: كَانَ النَّاسُ فِى رَمَضَانَ، اِذَا
صَامَ الرَّجُلُ فَنَامَ حَرُمَ عَلَيْهِ الطَّعَامُ وَ الشَّرَابُ وَ النّسَاءُ
حَتَّى يُفْطِرَ مِنَ اْلغَدِ، فَرَجَعَ عُمَرُ بْنُ اْلخَطَّابِ مِنْ عِنْدِ
النَّبِيّ ص ذَاتَ لَيْلَةٍ قَدْ سَمِرَ عِنْدَهُ فَوَجَدَ امْرَأَتَهُ قَدْ
نَامَتْ فَاَيْقَظَهَا وَ اَرَادَهَا، فَقَالَتْ: اِنّى قَدْ نِمْتُ. فَقَالَ: مَا
نِمْتُ. ثُمَّ وَقَعَ بِهَا. وَ صَنَعَ كَعْبُ بْنُ مَالِكٍ مِثْلَ ذلِكَ. فَغَدَا
عُمَرُ بْنُ اْلخَطَّابِ اِلَى النَّبِيّ ص فَاَخْبَرَهُ، فَاَنْزَلَ اللهُ: عَلِمَ
اللهُ اَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَخْتَانُوْنَ اَنْفُسَكُمْ.
احمد و ابن جرير و ابن المنذر و ابن ابى حاتم بسند حسن
Dari Ka’ab bin Malik ia berkata :
Dahulu pada bulan Ramadlan orang-orang apabila berpuasa (ketika tiba saat
berbuka) lalu tidur, maka dia tidak boleh makan minum dan mencampuri istrinya
hingga berbuka hari berikutnya. Pada suatu malam ‘Umar bin Khaththab datang
dari sisi Nabi SAW setelah berbincang-bincang dengan beliau. Ketika itu ia
mendapati istrinya telah tidur padahal ia ingin mencampurinya, lalu ia
membangunkannya. Istrinya berkata, “Sesungguhnya aku sudah
tidur !”.
‘Umar
berkata, “Tetapi aku belum tidur
!”. Kemudian
‘Umar
mencampurinya. Dan Ka’ab bin Malik pun berbuat
seperti itu. Keesokan harinya ‘Umar bin Khaththab datang
kepada Nabi SAW memberitahukan hal itu. Maka Allah menurunkan ayat ‘alimalloohu annakum
kuntum takhtaanuuna anfusakum (Allah mengetahui bahwasanya kalian
menkhianati diri-dirimu (tidak dapat menahan nafsumu)). [HR. Ahmad, Ibnu
Jarir, Ibnul Mundzir, dan Ibnu Abi Hatim dengan sanad Hasan]
عَنْ سَمُرَةَ بْنِ جُنْدَبٍ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: لاَ
يَمْنَعَنَّ مِنْ سَحُوْرِكُمْ اَذَانُ بِلاَلٍ وَ لاَ بَيَاضُ اْلاُفُقِ الَّذِى
هكَذَا حَتىَّ يَسْتَطِيْرَ.
ابو داود 2:
303، رقم: 2346
Dari Samurah bin Jundab, ia berkata : Rasulullah SAW
bersabda, “Janganlah adzannya Bilal
menghalangi sahur kalian, dan jangan pula terangnya ufuq yang (tegak) demikian,
sehingga terangnya ufuq itu melintang dan menyebar”. [HR. Abu Dawud juz
2, hal. 303, no. 2346]
عَنْ سَالِمِ بْنِ عَبْدِ اللهِ عَنْ اَبِيْهِ اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ ص
قَالَ: اِنَّ بِلاَلاً يُؤَذّنُ بِلَيْلٍ فَكُلُوْا وَ اشْرَبُوْا حَتَّى
يُنَادِيَ ابْنُ اُمّ مَكْتُوْمٍ. قَالَ: وَ كَانَ رَجُلاً اَعْمَى لاَ يُنَادِى
حَتىَّ يُقَالَ لَهُ: اَصْبَحْتَ اَصْبَحْتَ.
البخارى 1: 153
Dari Salim bin ‘Abdullah, dari ayahnya,
bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Bilal itu
adzan pada malam hari, maka makanlah dan minumlah sehingga Ibnu Ummi Maktum
adzan”.
(Abdullah bin ‘Umar) berkata,
“Dia adalah
seorang yang buta, tidak beradzan sehingga dikatakan kepadanya, “Sudah Shubuh, sudah
Shubuh”.
[HR. Bukhari juz 1, hal. 153]
عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: اِذَا سَمِعَ
اَحَدُكُمُ النّدَاءَ وَ اْلاِنَاءُ عَلَى يَدِهِ فَلاَ يَضَعْهُ حَتَّى يَقْضِيَ
حَاجَتَهُ مِنْهُ.
ابو داود 2: 304، رقم: 2350
Dari Abu Hurairah, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda,
“Apabila
salah seorang diantara kalian mendengar seruan (adzan), sedangkan bejana sudah
berada di tangannya, maka janganlah ia meletakkannya sehingga selesai
keperluannya itu”. [HR. Abu Dawud juz
2, hal. 304, no. 2350]
عَنْ عَائِشَةَ رض قَالَتْ: كَانَ النَّبِيُّ ص يُقَبّلُ وَ يُبَاشِرُ
وَ هُوَ صَائِمٌ وَ كَانَ اَمْلَكَكُمْ ِلاِرْبِهِ.
البخارى 2
: 233
Dari ‘Aisyah RA, ia berkata,
“Nabi SAW
mencium dan bercumbu padahal beliau berpuasa, dan beliau adalah orang yang
paling bisa menguasai nafsunya diantara kamu sekalian”. [HR. Bukhari juz 2,
hal. 233]
عَنْ عَائِشَةَ رض قَالَتْ: اِنْ كَانَ رَسُوْلُ اللهِ ص لَيُقَبّلُ
بَعْضَ اَزْوَاجِهِ وَ هُوَ صَائِمٌ ثُمَّ ضَحِكَتْ.
البخارى 2
: 233
Dari ‘Aisyah RA, ia berkata,
“Sesungguhnya
Rasulullah SAW pernah mencium diantara para istri beliau sedangkan beliau
berpuasa. Kemudian istrinya tertawa”. [HR. Bukhari juz 2,
hal. 233]
عَنْ عَائِشَةَ وَ اُمّ سَلَمَةَ زَوْجَيِ النَّبِيّ ص اَنَّهُمَا
قَالَتَا: اِنْ كَانَ رَسُوْلُ اللهِ ص لَيُصْبِحُ جُنُبًا مِنْ جِمَاعٍ غَيْرِ
احْتِلاَمٍ فِى رَمَضَانَ ثُمَّ يَصُوْمُ.
مسلم 2
: 781
Dari 'Aisyah dan Ummu Salamah istri Nabi SAW, keduanya
berkata, “Sesungguhnya dahulu
Rasulullah SAW pernah pada waktu shubuh di bulan Ramadlan masih dalam keadaan
junub karena persetubuhan bukan karena mimpi, kemudian beliau tetap
berpuasa”. [HR. Muslim 2 :
781]
عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ رض عَنِ النَّبِيّ ص قَالَ: اِذَا نَسِيَ
فَاَكَلَ وَ شَرِبَ فَلْيُتِمَّ صَوْمَهُ، فَاِنَّمَا اَطْعَمَهُ اللهُ وَ
سَقَاهُ.
البخارى 2
: 234
Dari Abu Hurairah RA, dari Nabi SAW, beliau bersabda,
“Apabila
seseorang sedang berpuasa, lalu lupa sehingga makan dan minum, maka hendaklah
dia menyempurnakan puasanya. Hanyasanya Allah memberikan makan dan minum
kepadanya”. [HR. Bukhari juz 2,
hal. 234]
عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ رض قَالَ: بَيْنَمَا نَحْنُ جُلُوْسٌ عِنْدَ
النَّبِيّ ص اِذْ جَاءَهُ رَجُلٌ فَقَالَ: يَا رَسُوْلَ اللهِ، هَلَكْتُ. قَالَ:
مَا لَكَ؟ قَالَ: وَقَعْتُ عَلَى امْرَأَتِى وَ اَنَا صَائِمٌ. فَقَالَ رَسُوْلُ
اللهِ ص: هَلْ تَجِدُ رَقَبَةً تُعْتِقُهَا؟ قَالَ: لاَ. قَالَ: فَهَلْ
تَسْتَطِيْعُ اَنْ تَصُوْمَ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ؟ قَالَ: لاَ. فَقَالَ:
فَهَلْ تَجِدُ اِطْعَامَ سِتّيْنَ مِسْكِيْنًا؟ قَالَ: لاَ. قَالَ: فَمَكَثَ عِنْدَ
النَّبِيّ ص فَبَيْنَا نَحْنُ عَلَى ذلِكَ اُتِيَ النَّبِيُّ ص بِعَرَقٍ فِيْهِ
تَمْرٌ، وَ اْلعَرَقُ اْلمِكْتَلُ. قَالَ: اَيْنَ السَّائِلُ؟ فَقَالَ: اَنَا.
قَالَ: خُذْ هَا فَتَصَدَّقْ بِهِ. فَقَالَ الرَّجُلُ: اَ عَلَى اَفْقَرَ مِنّى يَا
رَسُوْلَ اللهِ؟ فَوَ اللهِ مَا بَيْنَ لاَبَتَيْهَا يُرِيْدُ اْلحَرَّتَيْنِ
اَهْلُ بَيْتٍ اَفْقَرَ مِنْ اَهْلِ بَيْتِى. فَضَحِكَ النَّبِيُّ ص حَتَّى بَدَتْ
اَنْيَابُهُ ثُمَّ قَالَ: اَطْعِمْهُ اَهْلَكَ.
البخارى 2
: 235
Dari Abu Hurairah RA, ia berkata : Ketika kami sedang
duduk-duduk di sisi Nabi SAW, tiba-tiba seorang laki-laki datang kepada beliau
lalu berkata, ”Wahai Rasulullah, saya
binasa“.
Beliau bertanya, ”Ada apa engkau
?”. Ia
berkata, ”Saya menyetubuhi istriku
diwaktu aku puasa (Ramadlan)”. Kemudian Rasulullah SAW
bersabda, ”Apakah kamu mempunyai
budak yang bisa kamu merdekakan ?”. Ia menjawab,
”Tidak”. Beliau bersabda,
”Apakah kamu
mampu untuk berpuasa dua bulan berturut-turut ?”. Ia menjawab,
”Tidak” . Beliau bersabda,
“Apakah kamu
dapat memberi makan enam puluh orang miskin ?”. Ia berkata,
“Tidak”. (Abu Hurairah) berkata
: Lalu orang tersebut diam di sisi Nabi SAW. Ketika kami dalam keadaan demikian
itu tiba-tiba dibawakan satu ‘araq kurma kepada Nabi
SAW. Adapun ‘araq maksudnya adalah
miktal (keranjang). Beliau bersabda, “Dimana orang yang
bertanya tadi ?”. Ia menjawab,
“Saya”. Beliau bersabda,
“Ambillah ini
dan sedeqahkanlah”. Ia berkata kepada
beliau, “Apakah kepada orang yang
lebih faqir daripada saya, wahai Rasulullah ? Demi Allah, diantara dua tepian
kota Madinah (yang ia maksudkan dua tanah berbatu hitam), tidak ada keluarga
yang lebih miskin daripada keluargaku”. Maka Nabi SAW tertawa
sehingga nampak gigi taring beliau. Kemudian beliau bersabda, “Berikan makan keluargamu
dengan kurma itu”. [HR. Bukhari 2 :
235]
عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ رَفَعَهُ: مَنْ اَفْطَرَ يَوْمًا مِنْ رَمَضَانَ
مِنْ غَيْرِ عُذْرٍ وَ لاَ مَرَضٍ لَمْ يَقْضِهِ صِيَامُ الدَّهْرِ وَ اِنْ
صَامَهُ.
البخارى
2: 235
Dari Abu Hurairah, ia merafa’kannya (ia mengatakan
dari Nabi SAW), “Barangsiapa berbuka satu
hari pada bulan Ramadlan tanpa halangan dan bukan karena sakit, maka tidak bisa
diganti dengan puasa selamanya, jika dia akan melakukannya”. [HR. Bukhari juz 2,
hal. 235]
Tentang
I’tikaf
وَ لاَ
تُبَاشِرُوْهُنَّ وَ اَنْتُمْ عَاكِفُوْنَ فِي اْلمَسَاجِدِ، تِلْكَ حُدُوْدُ اللهِ
فَلاَ تَقْرَبُوْهَا
البقرة: 187
janganlah kamu campuri mereka (istri-istrimu), sedang kamu
beri`tikaf dalam mesjid. Itulah larangan Allah, maka janganlah kamu
mendekatinya. [QS. Al-Baqarah: 187]
عَنْ عَائِشَةَ رض قَالَتْ: كَانَ النَّبِيُّ ص اِذَا دَخَلَ اْلعَشْرُ
شَدَّ مِئْزَرَهُ وَ اَحْيَا لَيْلَهُ وَ اَيْقَظَ اَهْلَهُ.
البخارى 2: 255
Dari ‘Aisyah RA, ia berkata, “Dahulu Rasulullah SAW apabila
memasuki malam-malam sepuluh (akhir Ramadlan) beliau mengencangkan ikat pinggang
(lebih meningkatkan ibadahnya), menghidupkan malamnya, dan membangunkan
keluarganya”. [HR. Bukhari juz 2, hal. 255]
عَنْ عَبْدِ اللهِ ابْنِ عُمَرَ رض قَالَ: كَانَ رَسُوْلُ اللهِ ص
يَعْتَكِفُ اْلعَشْرَ اْلاَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ.
البخارى 2: 255
Dari 'Abdullah bin ‘Umar RA, ia berkata, “Dahulu Rasulullah
SAW beri’tikaf pada sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadlan”. [HR. Bukhari
juz 2, hal. 255]
عَنْ عَائِشَةَ رض قَالَتْ: كَانَ رَسُوْلُ اللهِ ص يَعْتَكِفُ فِى كُلّ
رَمَضَانَ وَ اِذَا صَلَّى اْلغَدَاةَ دَخَلَ مَكَانَهُ الَّذِى اعْتَكَفَ فِيْهِ
قَالَ: فَاسْتَأْذَنَتْهُ عَائِشَةُ اَنْ تَعْتَكِفَ فَاَذِنَ لَهَا فَضَرَبَتْ
فِيْهِ قُبَّةً فَسَمِعَتْ بِهَا حَفْصَةُ فَضَرَبَتْ قُبَّةَ وَ سَمِعَتْ زَيْنَبُ
بِهَا فَضَرَبَتْ قُبَّةً اُخْرَى. فَلَمَّا انْصَرَفَ رَسُوْلُ اللهِ ص مِنَ
اْلغَدِ اَبْصَرَ اَرْبَعَ قِبَابٍ فَقَالَ: مَا هذَا؟ فَاُخْبِرَ خَبَرَهُنَّ.
فَقَالَ: مَا حَمَلَهُنَّ عَلَى هذَا آلْبِرُّ، اِنْزَعُوْهَا فَلاَ اُرَاهَا
فَنُزِعَتْ فَلَمْ يَعْتَكِفْ فِى رَمَضَانَ حَتَّى اعْتَكَفَ فِى آخِرِ اْلعَشْرِ
مِنْ شَوَّالٍ.
البخارى 2: 259
Dari ‘Aisyah RA, ia berkata :
Dahulu Rasulullah SAW beri’tikaf pada setiap bulan
Ramadlan. Setelah shalat Shubuh beliau masuk ke tempat i’tikafnya. (Perawi)
berkata : Lalu ‘Aisyah minta ijin kepada
beliau untuk beri’tikaf, maka beliau
mengijinkannya. Kemudian ‘Aisyah membuat kemah.
Kemudian Hafshah mendengar hal itu, lalu ia pun membuat kemah. Kemudian Zainab
juga mendengar hal itu, maka iapun membuat kemah. Setelah Rasulullah SAW selesai
shalat Shubuh, maka beliau melihat ada empat kemah, lalu beliau bertanya,
“Ada apa ini
?”. Lalu
beliau diberitahu bahwa itu adalah kemah-kemah istri-istri beliau. Lalu beliau
bertanya, “Apa yang mendorong mereka
berbuat demikian ? Apakah yang demikian itu kebaikan ? Bongkarlah kemah-kemah
itu, karena aku melihatnya bukanlah kebaikan”. Lalu kemah-kemah itu
dibongkar, dan beliau tidak jadi beri’tikaf Ramadlan (tahun
itu), sehingga beliau beri’tikaf pada sepuluh hari
akhir di bulan Syawwal. [HR. Bukhari juz 2, hal. 259]
Keterangan :
Di dalam riwayat lain disebutkan “sehingga beri’tikaf sepuluh hari yang
awwal di bulan Syawwal”. Di dalam riwayat yang
lain lagi disebutkan, “Sehingga beliau beri’tikaf sepuluh hari di
bulan Syawwal”,
walloohu a’lam.
عَنْ عَائِشَةَ رض زَوْجِ النَّبِيّ ص اَنَّ النَّبِيَّ ص كَانَ
يَعْتَكِفُ اْلعَشْرَ اْلاَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ حَتَّى تَوَفَّاهُ اللهُ
تَعَالَى، ثُمَّ اعْتَكَفَ اَزْوَاجُهُ مِنْ بَعْدِهِ.
البخارى 2: 255، و مسلم 2: 831
Dari ‘Aisyah RA istri Nabi SAW, bahwasanya Nabi SAW
beri’tikaf pada sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadlan sehingga Allah
mewafatkannya, kemudian istri-istri beliau beri’tikaf sesudahnya”. [HR.
Bukhari juz 2, hal. 255; Muslim juz 2, hal. 831]
عَنْ عَائِشَةَ اَنَّ النَّبِيَّ ص اِعْتَكَفَ مَعَهُ بَعْضُ نِسَائِهِ
وَ هِيَ مُسْتَحَاضَةٌ تَرَى الدَّمَ، فَرُبَّمَا وَضَعَتِ الطَسْتَ تَحْتَهَا مِنَ
الدَّمِ.
البخارى 1: 80
Dari ‘Aisyah bahwasanya Nabi
SAW beri’tikaf, diikuti sebagian
dari istri-istri beliau, padahal pada waktu itu ia sedang istihadhah, ia melihat
darah. Kadangkala ia meletakkan bejana di bawahnya karena darah istihadhah
itu. [HR. Bukhari juz 1, hal. 80]
عَنْ اَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ: كَانَ النَّبِيُّ ص يَعْتَكِفُ فِى
اْلعَشْرِ اْلاَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ فَلَمْ يَعْتَكِفْ عَامًا. فَلَمَّا كَانَ
فِى اْلعَامِ اْلمُقْبِلِ اِعْتَكَفَ عِشْرِيْنَ.
الترمذى 2: 148، ررقم: 800 و قال: هذا حديث حسن غريب صحيح
Dari Anas bin Malik, ia berkata, "Dahulu Nabi SAW
beri’tikaf
pada sepuluh hari terakhir di bulan Ramadlan, dan beliau pernah satu tahun tidak
beri’tikaf
padanya.. Kemudian tahun berikutnya beliau beri’tikaf selama dua puluh
hari". [HR. Tirmdzi juz 2, hal. 148, no. 800, dan ia berkata : Ini hadits
hasan gharib shahih]
عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ رض قَالَ: كَانَ النَّبِيُّ ص يَعْتَكِفُ فِى
كُلّ رَمَضَانَ عَشْرَةَ اَيَّامٍ. فَلَمَّا كَانَ اْلعَامُ الَّذِى قُبِضَ فِيْهِ
اِعْتَكَفَ عِشْرِيْنَ يَوْمًا.
البخارى 2: 260
Dari Abu Hurairah RA, ia berkata, “Adalah Nabi SAW beri’tikaf
pada setiap Ramadlan selama sepuluh hari. Maka ketika pada tahun dimana beliau
wafat, beliau beri’tikaf selama dua puluh hari”. [HR. Bukhari juz 2, hal.
260]
عَنْ عَائِشَةَ اَنَّهَا قَالَتْ: اَلسُّنَّةُ عَلَى اْلمُعْتَكِفِ اَنْ
لاَ يَعُوْدَ مَرِيْضًا وَ لاَ يَشْهَدَ جَنَازَةً وَ لاَ يَمَسَّ امْرَأَةً وَ لاَ
يُبَاشِرَهَا، وَ لاَ يَخْرُجَ لِحَاجَةٍ اِلاَّ لِمَا لاَ بُدَّ مِنْهُ. وَلاَ
اعْتِكَافَ اِلاَّ بِصَوْمٍ وَ لاَ اعْتِكَافَ اِلاَّ فِى مَسْجِدٍ
جَامِعٍ.
ابو داود 2: 333، رقم: 2473
Dari ‘Aisyah, ia berkata,
“Menurut
sunnah, bahwa orang i‘tikaf itu tidak menjenguk
orang sakit, tidak melayat, tidak menyentuh wanita, tidak mengumpulinya, dan
tidak keluar (dari tempat i’tikaf) untuk sesuatu
keperluan, kecuali sesuatu yang ia harus melakukannya. Dan tidak ada I'tikaf
melainkan dengan puasa, dan tidak ada I'tikaf melainkan di masjid
jami'”.
[HR. Abu Dawud juz 2, hal. 333, no. 2473]
عَنْ عَائِشَةَ اَنَّهَا كَانَتْ تُرَجّلُ النَّبِيَّ ص وَ هِيَ
حَائِضٌ، وَ هُوَ مُعْتَكِفٌ فِى اْلمَسْجِدِ. وَ هِيَ فِى حُجْرَتِهَا
يُنَاوِلُهَا رَأْسَهُ. البخارى 2: 260
Dari ‘Aisyah, bahwasanya ia
pernah menyisir (rambut) Nabi SAW, padahal ia sedang haidl, dan Nabi SAW sedang
i’tikaf di
masjid. Pada waktu itu ‘Aisyah di dalam kamarnya,
dan Nabi SAW menjulurkan kepala beliau ke kamar ‘Aisyah. [HR. Bukhari
juz 2, hal. 260]
عَنْ عُرْوَةَ وَ عَمْرَةَ بِنْتِ عَبْدِ الرَّحْمنِ اَنَّ عَائِشَةَ رض
زَوْجَ النَّبِيّ ص قَالَتْ: وَ اِنْ كَانَ رَسُوْلُ اللهِ ص لَيُدْخِلُ عَلَيَّ
رَأْسَهُ وَ هُوَ فِى الْمَسْجِدِ فَاُرَجّلُهُ، وَ كَانَ لاَ يَدْخُلُ الْبَيْتَ
اِلاَّ لِحَاجَةٍ اِذَا كَانَ مُعْتَكِفًا.
البخارى 2: 260
Dari 'Urwah dan 'Amrah binti 'Abdur Rahman, bahwasanya
'Aisyah RA istri Nabi SAW berkata, "Sungguh, dahulu Rasulullah SAW pernah
menjulurkan kepala beliau (ke kamarku), sedangkan beliau berada di masjid, lalu
aku menyisir rambut beliau. Dan dahulu apabila beri'tikaf, beliau tidak masuk
rumah kecuali untuk suatu keperluan". [HR. Bukhari juz 2, hal. 260]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar