TAYAMMUM
Tayammum
Tayammum
adalah suatu syariat agama sebagai pengganti wudlu atau mandi janabat bagi yang
hendak melaksanakan shalat karena sesuatu keadaan.
وَ اِنْ كُنْتُمْ مَرْضى اَوْ عَلى سَفَرٍ اَوْ جَآءَ اَحَدٌ مّنْكُمْ
مّنَ اْلغَآئِطِ اَوْ لـمَسْتُمُ النّسَآءَ فَلَمْ تَجِدُوْا مَآءً فَتَيَمَّمُوْا
صَعِيْدًا طَيّبًا فَامْسَحُوْا بِوُجُوْهِكُمْ وَ اَيْدِيْكُمْ.... النساء 43 و
المائدة:6
Dan
jika kamu sakit atau sedang dalam musafir atau datang dari tempat buang air atau
kamu telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapat air, maka
bertayammumlah kamu dengan tanah yang baik (suci), sapulah mukamu dan
tanganmu.
[QS. An-Nisaa’ : 43 dan Al-Maaidah : 6]
Keterangan
:
Yang
dimaksud orang sakit ialah, orang sakit yang apabila terkena air akan
membahayakan baginya atau memperlambat kesembuhannya.
Termasuk
dalam pengertian “tidak mendapat air”, ialah walaupun ada air tetapi tempatnya
sangat jauh menurut ukuran yang umum, atau tempatnya berbahaya. Atau walaupun
ada, tetapi sangat sedikit/terbatas dan dipergunakan untuk keperluan penting
lainnya (mencuci, memasak dan lain-lain), sehingga adanya seolah sama dengan
tidak ada.
عَنْ عَائِشَةَ اَنَّهَا اسْتَعَارَتْ مِنْ اَسْمَاءَ قِلاَدَةَ
فَهَلَكَتْ فَبَعَثَ رَسُوْلُ اللهِ ص رِجَالاً فِى طَلَبِهَا. فَاَدْرَكَتْهُمُ
الصَّلاَةَ وَ لَيْسَ مَعَهُمْ مَاءٌ، فَصَلَّوْا بِغَيْرِ وُضُوْءٍ. فَلَمَّا
اَتَوْا رَسُوْلَ اللهِ ص شَكَوْا ذلِكَ اِلَيْهِ، فَاَنْزَلَ اللهُ عَزَّ وَ جَلَّ
ايَةَ التَّيَمُّمِ. الجماعة الا الترمذى
Dari
‘Aisyah, sesungguhnya dia pernah meminjam sebuah kalung dari Asma’, lalu kalung
itu hilang. Kemudian Rasulullah SAW mengutus beberapa orang untuk mencarinya,
lalu mereka menemukannya, lalu mereka menumpai waktu shalat, padahal tidak ada
air, lantas mereka shalat tanpa wudlu. Maka tatkala mereka datang kepada
Rasulullah SAW, mereka mengadukan hal tersebut kepadanya, lalu Allah ‘Azza wa
Jalla menurunkan ayat tayammum.
[HR. Jama’ah, kecuali Tirmidzi, dalam Nailul Authar I :
313]
عَنْ عَلِيٍّ كَرَمَ اللهُ وَجْهَهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص:
اُعْطِيْتُ مَا لَمْ يُعْطَ اَحَدٌ مِنَ اْلاَنْبِيَاءِ. نُصِرْتُ بِالرُّعْبِ، وَ
اُعْطِيْتُ مَفَاتِحَ اْلاَرْضِ،وَ سُمِّيْتُ اَحْمَدَ وَ جُعِلَ لِيَ التُّرَابُ
طَهُوْرًا وَ جُعِلَتْ اُمَّتِى خَيْرَ اْلاُمَمِ. احمد
Dari
‘Ali karamallaahu wajhahu, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, “Aku diberi
sesuatu yang tidak diberikan kepada seorang pun dari para nabi-nabi, yaitu : Aku
diberi kemenangan dengan rasa takut di pihak lawan, aku diberi kunci-kunci untuk
menaklukkan beberapa negeri, aku diberi nama Ahmad, dijadikan tanah bagiku
sebagai pensuci, dan dijadikan ummatku sebaik-baik ummat”.
[HR. Ahmad, dalam Nailul Authar I : 307]
عَنْ حُذَيْفَةَ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: فُضِّلْنَا عَلَى
النَّاسِ بِثَلاَثٍ. جُعِلَتْ صُفُوْفُنَا كَصُفُوْفِ اْلمَلاَئِكَةِ، وَ جُعِلَتْ
لَنَا اْلاَرْضُ كُلُّهَا مَسْجِدًا، وَ جُعِلَتْ تُرْبَتُهَا لَنَا طَهُوْرًا
اِذَا لَمْ نَجِدِ اْلمَاءَ. مسلم
Dari
Hudzaifah RA, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, “Kami diberi kelebihan atas
manusia dengan tiga perkara, yaitu : Dijadikan barisan-barisan kami seperti
barisan-barisan malaikat, dijadikan bagi kami bumi seluruhnya sebagai tempat
shalat, dan dijadikan bagi kami debunya sebagai pensuci apabila kami tidak
mendapatkan air”.
[HR. Muslim, dalam Nailul Authar I : 308]
عَنْ عِمْرَانَ بْنِ حُصَيْنٍ قَالَ: كُنَّا مَعَ رَسُوْلِ اللهِ ص فِى
سَفَرٍ فَصَلَّى بِالنَّاسِ. فَاِذَا هُوَ بِرَجُلٍ مُعْتَزِلٍ فَقَالَ: مَا
مَنَعَكَ اَنْ تُصَلِّيَ؟ قَالَ: اَصَابَتْنِى جَنَابَةٌ وَ لاَ مَاءَ. قَالَ:
عَلَيْكَ بِالصَّعِيْدِ، فَاِنَّهُ يَكْفِيْكَ. احمد و البخارى و مسلم فى نيل
الاوطار 1:308
Dari
‘Imran bin Hushain, ia berkata : Kami pernah bersama Rasulullah SAW dalam safar
(bepergian), lalu beliau SAW shalat bersama orang banyak, tiba-tiba ada seorang
laki-laki menyendiri, lalu beliau bertanya, “Apa yang menghalangi kamu untuk
shalat ?”. Ia menjawab, “Saya sedang junub, padahal tidak ada air”. (Kemudian)
Nabi SAW bersabda, “Gunakanlah debu, karena sesungguhnya ia cukup
bagimu”.
[HR. Ahmad, Bukhari dan Muslim, dalam Nailul Authar I :
308]
عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَسَارٍ عَنْ اَبِى سَعِيْدٍ اْلخُدْرِيِّ قَالَ:
خَرَجَ رَجُلاَنِ فِى سَفَرٍ فَحَضَرَتِ الصَّلاَةُ وَ لَيْسَ مَعَهُمَا مَاءٌ
فَتَيَمَّمَا صَعِيْدًا طَيَّبًا فَصَلَّيَا. ثُمَّ وَجَدَ اْلمَاءَ فِى اْلوَقْتِ
فَاَعَادَ اَحَدُهُمَا اْلوُضُوْءَ وَ الصَّلاَةَ وَ لَمْ يُعِدِ اْلآخَرُ ثُمَّ
اَتَيَا رَسُوْلَ اللهِ ص فَذَكَرَ ذلِكَ لَهُ فَقَالَ لِلَّذِى لَمْ يُعِدْ:
اَصَبْتَ السُّنَّةَ وَ اَجْزَاَتْكَ صَلاَتُكَ. وَ قَالَ لِلَّذِى تَوَضَّأَ وَ
اَعَادَ: لَكَ اْلاَجْرُ مَرَّتَيْنِ. النسائى و ابو داود و هذا لفظه
Dari
‘Atha’ bin Yasar, dari Abu Sa’id Al-Khudriy, ia berkata : Dua orang laki-laki
keluar dalam satu bepergian, lalu datang waktu shalat (padahal keduanya tidak
membawa air), kemudian kedua orang itu bertayammum dengan debu yang bersih,
lantas keduanya shalat, kemudian (selesai shalat) mendapati air dalam waktu itu.
Lalu salah seorang dari padanya mengulangi dengan wudlu dan shalat, sedang yang
lain tidak mengulangi. Kemudian kedua orang itu menghadap Rasulullah SAW, lalu
menceritakan hal itu kepada beliau, maka Nabi SAW bersabda kepada orang yang
tidak mengulangi, “Kamu sesuai dengan sunnah dan shalatmu sudah memadai”. Dan
terhadap orang yang wudlu dan mengulangi, beliau bersabda, “Bagimu pahala dua
kali”.
[HR. Nasai dan Abu Dawud, dan ini adalah lafadh Abu Dawud, dalam Nailul Authar I
: 311]
عَنْ جَابِرٍ قَالَ: خَرَجْنَا فِى سَفَرٍ فَاَصَابَ رَجُلاً مِنَّا
حَجَرٌ، فَشَجَّهُ فِى رَأْسِهِ ثُمَّ احْتَلَمَ فَسَأَلَ اَصْحَابَهُ: هَلْ
تَجِدُوْنَ لِى رُخْصَةً فِى التَّيَمُّمِ؟ فَقَالُوْا: مَا نَجِدُ لَكَ رُخْصَةً
وَ اَنْتَ تَقْدِرُ عَلَى اْلمَاءِ. فَاغْتَسَلَ فَمَاتَ. فَلَمَّا قَدِمْنَا عَلَى
رَسُوْلِ اللهِ اُخْبِرَ بِذلِكَ فَقَالَ: قَتَلُوْهُ قَتَلَهُمُ اللهُ. اَلاَ
سَأَلُوْا اِذْ لَمْ تَعْلَمُوْا؟ فَاِنَّمَا شِفَاءُ اْلعَيِّ السُّؤَالُ.
اِنَّمَا كَانَ يَكْفِيْهِ اَنْ يَتَيَمَّمَ وَ يَعْصِرَ اَوْ يَعْصِبَ عَلَى
جُرْحِهِ خِرْقَةً ثُمَّ يَمْسَحَ عَلَيْهِ وَ يَغْسِلَ سَائِرَ جَسَدِهِ. ابو داود
و الدارقطنى
Dari
Jabir, ia berkata : Kami pernah keluar dalam safar (bepergian), lalu salah
seorang diantara kami kena batu, sehingga luka di kepalanya, kemudian ia mimpi
keluar mani, lalu bertanya kepada kawan-kawannya, “Apakah kamu mendapatkan dalil
yang membolehkan aku tayammum ?”. Mereka menjawab, “Kami tidak mendapati dalil
yang membolehkan kamu tayammum, karena dapat menggunakan air”. Lalu ia mandi,
kemudian ia mati. Maka tatkala kami sampai di hadapan Nabi SAW, hal itu
diceritakan kepada beliau, lalu Nabi SAW bersabda, “Celaka mereka itu, karena
mereka telah membunuhnya ! Mengapa mereka tidak bertanya. Sesungguhnya cukup
baginya bertayammum dan membalut lukanya itu dengan sepotong kain, lantas ia
mengusap di atasnya, dan membasuh seluruh badannya”.
[HR. Abu Dawud dan Daruquthni, dalam Nailul Authar I :
301]
عَنْ عَمْرِو بْنِ اْلعَاصِ اَنَّهُ لَمَّا بَعَثَ فِى غَزْوَةِ ذَاتِ
السَّلاَسِلِ قَالَ: احْتَلَمْتُ فِى لَيْلَةٍ بَارِدَةٍ شَدِيْدَةِ اْلبَرْدِ،
فَاَشْفَقْتُ اِنِ اغْتَسَلْتُ اَنْ اَهْلِكَ. فَتَيَمَّمْتُ، ثُمَّ صَلَّيْتُ
بِاَصْحَابِى صَلاَةَ الصُّبْحِ. فَلَمَّا قَدِمْنَا عَلَى رَسُوْلِ اللهِ ص
ذَكَرُوْا ذلِكَ لَهُ. فَقَالَ: يَا عَمّرُو، صَلَّيْتَ بِاَصْحَابِكَ وَ اَنْتَ
جُنُبٌ؟ قُلْتُ: ذَكَرْتُ قَوْلَ اللهِ عَزَّ وَ جَلَّ {وَ لاَ تَقْتُلُوْآ
اَنْفُسَكُمْ، اِنَّ اللهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيْمًا} فَتَيَمَّمْتُ ثُمَّ صَلَّيْتُ.
فَضَحِكَ رَسُوْلُ اللهِ ص وَ لَمْ يَقُلْ شَيْئًا. احمد و ابو داود و
الدارقطنى
Dari
‘Amr bin Al-‘Ash, sesungguhnya setelah ia diutus dalam peperangan Dzatus
Salasil, ia berkata : Saya mimpi sampai keluar mani pada suau malam yang sangat
dingin. Kemudian saya bangun pagi-pagi. Kalau saya mandi tentu akan celaka,
karena itu saya bertaammum. Kemudian saya mengimami shalat Shubuh bersama dengan
kawan-kawan saya. Ketika kami sampai di hadapan Rasulullah SAW, lalu mereka
menceritakan peristiwa itu kepadanya. Kemudian Rasulullah SAW bersabda, “Ya
‘Amr, apakah kamu telah menjadi imam dalam shalat bersama kawan-kawanmu padahal
kamu junug ?”. Saya menjawab, “Saya ingat firman Allah ‘Azza wa Jalla (yang
artinya (Dan jangan kamu membunuh diri-dirimu, sesungguhnya Allah adalah Maha
Penyayang terhadap kamu”, lalu saya tayammum, kemudian shalat”. Kemudian
Rasulullah SAW tertawa, tanpa mengatakan sesuatu apapun”.
[HR. Ahmad, Abu Dawud dan Daruquthni, dalam Nailul Authar I :
302]
Cara
tayammu :
Cara
yang dituntunkan oleh Nabi untuk melakukan tayammum adalah
:
@ Menepukkan tangan ke sembarang tempat yang suci
dan mengandung debu (diatas selimut, pada tembuk dan sebagainya) dengan satu
kali tepukan.
@ Kemudian mengusapkannya ke muka dan kepada
kedua tangan hingga pergelangan, dengan tanpa mengulangi menepuk lagi tempat
yang yang berdebu tersebut.
@ Boleh pula dengan meniup-niupnya terlebih
dahulu.
Sabda
Nabi SAW :
عَنْ عَمَّارِ يْنِ يَاسِرٍ قَالَ: بَعَثَنِى النَّبِيُّ ص فِى حَاجَةٍ
فَاَجْنَبْتُ فَلَمْ اَجِدِ اْلمَاءَ فَتَمَرَّغْتُ فِى الصَّعِيْدِ كَمَا
تَتَمَرَّغُ الدَّابَّةُ، ثُمَّ اَتَيْتُ النَّبِيَّ ص، فَذَكَرْتُ لَهُ ذلِكَ
فَقَالَ: اِنَّمَا كَانَ يَكْفِيْكَ اَنْ تَقُوْلَ بِيَدَيْكَ هكَذَا. ثُمَّ ضَرَبَ
بِيَدَيْهِ اْلاَرْضَ ضَرْبَةً وَاحِدَةً، ثُمَّ مَسَحَ الشِّمَالَ عَلَى
اْليَمِيْنِ وَ طَاهِرَ كَفَّيْهِ وَ وَجْهَهُ. متفق عليه
Dari
‘Ammar bin Yasir RA, ia berkata : Nabi SAW penah mengutus saya untuk suatu
keperluan. Kemudian dalam perjalanan itu saya berjunub, akan tetapi tidak
memperoleh air, lalu saya berguling di tanah sebagaimana binatang berguling.
Setelah itu saya pulang dan menghadap Nabi SAW, serta menceritakan pengalaman
saya tersebut. Beliau bersabda, “Hanyasanya kamu cukup (bertayammum) dengan
kedua tanganmu demikian. Kemudian beliau menepukkan kedua tangannya ke bumi satu
kali, lalu menyapu tangan kanannya dengan tangan kirinya, lalu punggung kedua
telapak tangannya serta mukanya”.
[HR. Muttafaq ‘alaih, dan lafadh itu bagi Muslim]
Dan
dalam riwayat bagi Bukhari :
فَضَرَبَ النَّبِيُّ ص بِكَفَّيْهِ اْلاَرْضَ وَ نَفَخَ فِيْهِمَا ثُمَّ
مَسَحَ بِهِمَا وَجْهَهُ وَ كَفَّيْهِ. البخارى
Lalu
Nabi SAW menepukkan kedua tangannya ke bumi, lalu meniup keduanya, kemudian
menyapukannya ke muka dan dua tangannya (hingga pergelangan)”.
[HR. Bukhari I : 87]
Kesimpulan
:
Tayammum
adalah sebagai pengganti wudlu atau mandi junub bagi orang yang dalam keadaan
sebagai berikut :
1. Sakit, yang akan membahayakan atau
memperlambat kesembuhannya bila terkena air.
2. Orang yang tidak mendapatkan air, baik di
tempat muqim maupun di tempat safar.
Adapun
tentang musafir yang mendapat airu, di sini ulama ada dua pendapat.
Pendapat
pertama,
orang musafir boleh tayammum, sebagai pengganti wudlu atau mandi junub, walaupun
ada air. Mereka beralasan dari pemahaman surat An-Nisaa’ ayat 43 dan Al-Maaidah
ayat 6.
Pendapat
kedua,
orang musafir tidak boleh tayammum sebagai pengganti wudlu atau mandi junub,
bila ada air. Mereka beralasan karena tidak adanya praktek dari Nabi SAW atau
shahabat bertayammum diwaktu safar dalam keadaan ada air, bukan karena sakit
atau udara yang amat dingin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar