Nabi SAW
menunaikan ibadah hajji.
Sebagaimana telah
diketahui bahwa pada tahun ke-9 Hijriyah Nabi SAW telah memerintahkan Abu Bakar
supaya memimpin jama’ah hajji kaum muslimin dari Madinah ke Makkah. Kemudian Nabi
SAW memerintahkan pula kepada ‘Ali bin Abu Thalib supaya menyusul Abu Bakar yang
telah berangkat lebih dahulu dengan membawa pengumuman penting yang baru
diterima dari Allah dan supaya diumumkan kepada segenap jama’ah hajji, yang ketika itu
masih terdiri dari jama’ah hajji kaum muslimin dan kaum
musyrikin.
Setelah ‘Ali
bin Abu Thalib membacakan pengumuman dari Nabi SAW kepada jama’ah
hajji yang sedang
berkumpul di Mina pada hari nahar tahun itu, maka sadarlah orang-orang musyrik
‘Arab,
dan yaqinlah mereka bahwa orang-orang yang masih tetap memeluk agama berhala
tidak akan dapat mempertahankan diri lebih lama lagi, karena Nabi Muhammad SAW
sudah terang-terangan memperlihatkan kekuatannya yang luar biasa, dengan
dikeluarkannya larangan keras bahwa sesudah tahun itu orang-orang musyrikin
tidak boleh mendekati Masjidil Haram. Pengumuman itu sebagaimana diriwayatkan
Tirmidzi sebagai berikut :
عَنْ اَبِى اِسْحَاقَ عَنْ زَيْدِ بْنِ اُثَيْعٍ قَالَ: سَأَلْتُ
عَلِيًّا بِاَيّ شَيْءٍ بُعِثْتَ؟ قَالَ: بِاَرْبَعٍ: لاَ يَدْخُلُ اْلجَنَّةَ
اِلاَّ نَفْسٌ مُسْلِمَةٌ، وَ لاَ يَطُوْفُ بِاْلبَيْتِ عُرْيَانٌ، وَ لاَ
يَجْتَمِعُ اْلمُسْلِمُوْنَ وَ اْلمُشْرِكُوْنَ بَعْدَ عَامِهِمْ هذَا. وَ مَنْ
كَانَ بَيْنَهُ وَ بَيْنَ النَّبِيّ ص عَهْدٌ فَعَهْدُهُ اِلىَ مُدَّتِهِ. وَ مَنْ
لاَ مُدَّةَ لَهُ فَاَرْبَعَةُ اَشْهُرٍ. الترمذى 2: 179
Dari Abu Ishaq, dari Zaid bin Utsai’,
ia berkata : Saya bertanya kepada ‘Ali,
“Dengan
apa kamu diutus ?”.
‘Ali
menjawab, “Aku
diutus dengan empat hal. 1. Tidak akan masuk surga kecuali jiwa yang muslim, 2.
Seseorang tidak boleh thawaf di Baitullah dengan telanjang. 3. Tidak boleh
berkumpul kaum muslimin bersama kaum musyrikin (menunaikan ibadah hajji) sesudah tahun ini.
4. Barangsiapa yang mempunyai janji antara dia dengan Nabi SAW, maka janjinya
tetap berlaku sampai batas waktunya. Dan bagi yang tidak disebutkan batas
waktunya, maka waktunya empat bulan”.
[HR. Tirmidzi juz 2, hal. 179]
Demikianlah pengumuman yang disampaikan oleh ‘Ali
atas nama Nabi Muhammad SAW kepada segenap kaum musyrikin bangsa ‘Arab
yang datang mengerjakan ibadah hajji pada tahun itu.
Pada tahun ke-10
Hijriyah, ketika Nabi SAW akan berangkat ke Makkah untuk mengerjakan hajji ke Baitullah,
beliau mengumumkan kepada segenap kaum muslimin dari negara-negara yang sudah
berada di bawah bendera Islam, supaya beramai-ramai datang ke Makkah untuk
mengerjakan hajji
dengan sebanyak-banyaknya, supaya mereka dapat menyaksikan dan belajar langsung
dari Nabi SAW bagaimana cara-cara mengerjakan hajji yang baik dan
sempurna, yang tidak tercampur dengan syirik yang biasa dilakukan oleh nenek
moyang mereka pada masa jahiliyyah. Dan juga supaya mereka dapat saling kenal
mengenal antara satu negara dengan negara lain dan antara satu bangsa dengan
bangsa lain dan untuk saling mengetahui pula bahwa mereka telah berada dalam
satu agama, satu pimpinan dan satu bendera.
Dan dengan adanya
anjuran Nabi SAW ini, maka datanglah kaum muslimin berduyun-duyun dari segenap
penjuru jazirah ‘Arab membanjiri kota Madinah yang menjadi pusat pemerintahan
Islam, dan dari sana mereka bersama-sama mengikuti Nabi SAW ke
Makkah.
Nabi SAW berangkat
ke Makkah.
Sebelum Nabi SAW berangkat dari Madinah ke Makkah
untuk mengerjakan hajji wada’, dan persiapan sudah lengkap, lalu beliau
menyerahkan kepemimpinan kota Madinah kepada salah seorang shahabat beliau yang
bernama Abu Dujanah As-Saa’idiy, sebagai kepala pemerintahan selama beliau
berhajji ke Makkah.
Pada tanggal 25 Dzul qa’dah tahun ke-10 Hijriyah setelah Dhuhur, berangkatlah
Nabi SAW bersama 90.000 kaum muslimin dari Madinah dengan mengendarai unta
Al-Qashwaa’, segenap istri dan shahabat-shahabat dekat Nabi SAW
ikut pula menyertai beliau ke Makkah.
Setelah Nabi SAW dengan segenap kaum muslimin tiba di
suatu tempat yang bernama Dzul Hulaifah, lalu berhenti di situ selama satu
malam. Dan pada keesokan harinya, sebelum berangkat masing-masing kaum muslimin
memakai pakaian IHRAM. Dan pada waktu itu terbuktilah persamaan dalam arti yang
sebenarnya dengan maksud yang tinggi lagi suci, dalam membentuk barisan ummat
yang beribu-ribu itu. Dan dari sana segenap kaum muslimin membaca talbiyah
beramai-ramai :
لَبَّيْكَ اللّهُمَّ لَبَّيْكَ، لَبَّيْكَ لاَ شَرِيْكَ لَكَ لَبَّيْكَ،
اِنَّ اْلحَمْدَ وَ النّعْمَةَ لَكَ وَ اْلمُلْكَ، لاَ شَرِيْكَ لَكَ. مسلم 2: 842
Aku sambut panggilan-Mu ya
Allah, aku sambut panggilan-Mu. Aku sambut panggilan-Mu ya Allah, tidak ada
sekutu bagi-Mu, aku sambut panggilan-Mu. Sesungguhnya segala puji dan ni’mat
adalah kepunyaan-Mu begitu pula kerajaan, tidak ada sekutu bagi-Mu. [HR. Muslim juz 2, hal. 842]
Dengan berpakaian ihram dan sambil membaca talbiyah
itu berangkatlah beliau dengan segenap kaum muslimin menuju
Makkah.
Maka berkumandanglah seruan suci itu memenuhi gurun
dan lembah, bergema sampai ke tempat yang sejauh-jauhnya, seolah-olah alam
sekeliling ikut menjawab dan menyahut seruan suci dari Tuhan Yang Maha Suci dan
Maha Tinggi. Demikianlah terus-menerus dan sambung-menyambung, diucapkan seruan
suci itu oleh segenap kaum muslimin. Rombongan kaum muslimin bersama Nabi SAW
tersebut terus berjalan menuju Masjidil Haram, sambil membaca talbiyah dengan
gemuruh di sepanjang jalan yang mereka lalui, untuk menunjukkan kepatuhan yang
tulus ikhlash kepada Allah yang Maha Tinggi.
Selama dalam perjalanan ini Nabi SAW dan kaum
muslimin senantiasa berhenti dan mengerjakan shalat dimana beliau menjumpai
masjid. Sesudah shalat, beliau dan segenap kaum muslimin lalu melanjutkan
perjalanan lagi, sambil mengucapkan talbiyah dengan suara yang tinggi untuk
menunjukkan kethaatan mereka kepada Allah SWT.
لَبَّيْكَ اللّهُمَّ لَبَّيْكَ، لَبَّيْكَ لاَ شَرِيْكَ لَكَ لَبَّيْكَ،
اِنَّ اْلحَمْدَ وَ النّعْمَةَ لَكَ وَ اْلمُلْكَ، لاَ شَرِيْكَ لَكَ. مسلم 2: 842
Aku sambut panggilan-Mu ya
Allah, aku sambut panggilan-Mu. Aku sambut panggilan-Mu ya Allah, tidak ada
sekutu bagi-Mu, aku sambut panggilan-Mu. Sesungguhnya segala puji dan ni’mat
adalah kepunyaan-Mu begitu pula kerajaan, tidak ada sekutu bagi-Mu. [HR. Muslim juz 2, hal. 842]
Nabi SAW tiba di Makkah.
Pada Sabtu malam, Nabi SAW bersama kaum muslimin yang
mengiringkan beliau tiba di suatu tempat yang bernama Dzi Thuwa, lalu beliau
bermalam di situ. Pada keesokan harinya, yaitu pada hari Ahad, sesudah shalat
Shubuh, berangkatlah beliau dari tempat itu menuju ke Makkah dengan melalui
jalan yang bernama Tsaniyah ‘Ulyaa atau Tsaniyah Kudaa’, yaitu suatu jalan yang pernah beliau lalui dua
tahun yang lalu, ketika penaklukan Makkah. Pada hari Ahad itu juga, tanggal 4
Dzul hijjah, beliau beserta kaum muslimin tiba di Makkah, kemudian beliau terus
ke Masjidil Haram. Beliau lalu masuk ke Masjidil Haram melalui pintu Banu
Syaibah (yang sekarang terkenal dengan nama Baabus Salaam), lalu ke
Ka’bah (Baitullah). Setelah sampai di Ka’bah beliau mencium Hajar Aswad, kemudian thawaf tujuh
kali, dengan diikuti oleh jama’ah kaum muslimin. Tiga putaran yang pertama beliau
berjalan cepat (agak berlari-lari), lalu yang empat putaran berjalan biasa,
sebagaimana yang beliau lakukan ketika ‘Umrah Qadla’. Setelah beliau selesai mengerjakan thawaf, lalu
shalat sunnah dua reka’at di maqam Ibrahim, kemudian menuju ke
Ka’bah, lalu
mencium Hajar Aswad lagi. Sesudah itu beliau keluar dari masjid, lalu
mengerjakan Sa’i antara Shafa dan Marwah, yaitu berjalan sambil
berlari-lari kecil antara kedua tempat itu sebanyak tujuh
kali.
Setelah selesai bersa’i, Nabi SAW lalu mengumumkan kepada kaum muslimin
dengan sabdanya, “Jadikanlah
ihram hajjimu itu ihram ‘umrah,
kecuali orang yang membawa hadyu”.
Dengan adanya perintah ini, berarti segenap kaum
muslimin supaya melepaskan ihram mereka (bertahallul), walaupun tidak membawa
hadyu. Dan dengan demikian, segenap kaum muslimin yang akan mengerjakan ibadah
hajji, memperoleh
kesempatan dan kebebasan untuk sementara waktu melakukan pekerjaan-pekerjaan
yang dilarang dikerjakan sewaktu ihram, sampai tiba waktu hajji yang mengharuskan
mereka berihram lagi. Tetapi sebagian kaum muslimin ragu-ragu terhadap perintah
Nabi SAW yang demikian itu, sehingga mereka belum mau bertahallul pada waktu
itu. Melihat keadaan yang demikian itu, maka Nabi SAW sangat
marah.
Kemudian Nabi SAW masuk ke dalam kemah beliau dengan
wajah yang sangat marah, sehingga ‘Aisyah bertanya kepada beliau, “Ya
Rasulullah, siapakah yang membuat engkau marah ? Semoga Allah memasukkannya ke
neraka”.
Nabi SAW menjawab :
اَوَ مَا شَعَرْتِ اَنّى اَمَرْتُ النَّاسَ بِاَمْرٍ فَاِذَا هُمْ
يَتَرَدَّدُوْنَ؟ وَ لَوْ اَنّى اسْتَقْبَلْتُ مِنْ اَمْرِى مَا اسْتَدْبَرْتُ، مَا
سُقْتُ اْلهَدْيَ مَعِيْ حَتَّى اَشْتَرِيَهُ ثُمَّ اَحِلُّ كَمَا
حَلُّوْا. مسلم 2: 879
Apakah kamu tidak tahu, bahwa
aku telah memerintahkan suatu perintah kepada orang-orang, tetapi mereka
ragu-ragu terhadap perintah itu. Dan seandainya aku mengetahui sebelumnya
urusanku yang akan terjadi, tentu aku tidak akan membawa hadyu, sehingga aku
membelinya, kemudian aku bertahallul (melepaskan ihram) sebagaimana mereka
bertahallul. [HR, Muslim juz 2, hal.
879]
Ibnu Majah meriwayatkan :
عَنِ اْلبَرَاءِ ابْنِ عَازِبٍ قَالَ: خَرَجَ عَلَيْنَا رَسُوْلُ اللهِ
ص وَ اَصْحَابُهُ، فَاَحْرَمْنَا بِاْلحَجّ. فَلَمَّا قَدِمْنَا مَكَّةَ قَالَ:
اِجْعَلُوْا حُجَّتَكُمْ عُمْرَةً. فَقَالَ النَّاسُ: يَا رَسُوْلَ اللهِ، قَدْ
اَحْرَمْنَا بِاْلحَجّ، فَكَيْفَ نَجْعَلُهَا عُمْرَةً؟ قَالَ: اُنْظُرُوْا مَا
آمُرُكُمْ بِهِ، فَافْعَلُوْا. فَرَدُّوْا عَلَيْهِ اْلقَوْلَ. فَغَضِبَ
فَانْطَلَقَ ثُمَّ دَخَلَ عَلَى عَائِشَةَ غَضْبَانَ. فَرَأَتِ اْلغَضَبَ فِى
وَجْهِهِ فَقَالَتْ: مَنْ اَغْضَبَكَ؟ اَغْضَبَهُ اللهُ! قَالَ: وَ مَالِى لاَ
اَغْضَبُ وَ اَنَا آمُرُ اَمْرًا فَلاَ اُتْبَعُ؟ ابن ماجه 2: 993
Dari Al-Baraa’
bin ‘Aazib
ia berkata : Rasulullah SAW bersama para shahabat beliau keluar bersama kami
untuk menunaikan hajji. Setelah kami tiba di Makkah, beliau bersabda, “Jadikanlah
ihram hajji kalian
sebagai ‘umrah”.
Kemudian orang-orang berkata, “Ya
Rasulullah, kami telah berihram hajji. Lalu bagaimana kami menjadikannya ihram ‘umrah
?”.
Beliau bersabda, “Perhatikanlah
apa-apa yang aku perintahkan kepada kalian, lalu kerjakanlah !”.
Lalu mereka tidak mau mengikuti. Kemudian beliau marah, lalu pergi. Kemudian
beliau datang kepada ‘Aisyah
dalam keadaan marah. ‘Aisyah
melihat kemarahan beliau di wajahnya, lalu bertanya, “Siapa
yang membuatmu marah, semoga Allah membuat marah kepadanya”.
Beliau menjawab, “Bagaimana
aku tidak marah, aku perintahkan satu perkara lalu tidak ditha’ati
?”. [HR. Ibnu Majah juz 2, hal.
993]
Muslim juga meriwayatkan bahwa Jabir bin Abdullah
berkata, “Sesungguhnya Rasulullah SAW telah menetap di Madinah
selama sembilan tahun, selama itu beliau belum sempat melakukan ibadah hajji. Kemudian memasuki
tahun kesepuluh, beliau mengumumkan kepada seluruh ummat Islam, bahwa Rasulullah
SAW akan melakukan ibadah hajji. Maka berbondong-bondonglah orang-orang berdatangan
ke Madinah. Mereka berharap bisa berhajji mengikuti Rasulullah SAW dan
mengamalkannya seperti beliau. (Aku pun tidak ketinggalan, ikut juga).
Sesampainya di Dzul Hulaifah, tiba-tiba Asma’ binti ‘Umais melahirkan anak yang diberi nama Muhammad bin
Abu Bakar. Ia lalu mengutus seorang pelayan untuk bertanya kepada Rasulullah SAW
tentang apa yang harus ia lakukan. Rasulullah SAW memberi jawaban, “Mandilah, lalu pakailah cawet, kemudian
berihramlah”. Lalu Rasulullah SAW shalat di masjid (Dzul
Hulaifah).
Setelah selesai melakukan shalat, Rasulullah SAW lalu
naik ke punggung untanya yang bernama Qashwaa’, sehingga ketika di Baidaa’ aku lihat sejauh pandanganku ke depan orang-orang
naik unta dan berjalan kaki, ke sebelah kanan seperti itu juga, ke sebelah kiri
seperti itu juga, begitu pula ke belakang. Dan saat itu Rasulullah SAW berada di
tengah-tengah kami. Karena Al-Qur’an itu diturunkan padanya dan beliau sendiri yang
tahu akan penafsirannya, maka apapun yang beliau lakukan tentu akan aku ikuti.
Rasulullah SAW kemudian membaca kalimat-kalimat talbiyah :
لَبَّيْكَ اللّهُمَّ لَبَّيْكَ، لَبَّيْكَ لاَ شَرِيْكَ لَكَ لَبَّيْكَ،
اِنَّ اْلحَمْدَ وَ النّعْمَةَ لَكَ وَ اْلمُلْكَ، لاَ شَرِيْكَ لَكَ.
Aku sambut panggilan-Mu ya
Allah, aku sambut panggilan-Mu. Aku sambut panggilan-Mu ya Allah, tidak ada
sekutu bagi-Mu, aku sambut panggilan-Mu. Sesungguhnya segala puji dan ni’mat
adalah kepunyaan-Mu begitu pula kerajaan, tidak ada sekutu bagi-Mu.
Seruan talbiyah Rasulullah SAW itu juga diikuti oleh
kaum muslimin yang mengiringkan beliau. Berulang-ulang mereka terus
mengumandangkan kalimat talbiyah tersebut tanpa mengenal
lelah.
Pada saat itu aku hanya bermaksud menunaikan ibadah
hajji. Saat itu aku
belum mengenal adanya ibadah ‘umrah. Sesampainya aku di dekat Ka’bah bersama Rasulullah SAW, beliau segera mencium
Hajar Aswad, lalu (thawaf) berlari-lari kecil tiga kali, dan berjalan biasa
empat kali, lalu mendekati maqam Ibrahim AS, lalu membaca firman Allah
:
وَ اتَّخِذُوْا مِنْ مَّقَامِ اِبْرهِيْمَ مُصَلّى. البقرة: 125
Dan jadikanlah sebagian maqam
Ibrahim tempat shalat. [QS. Al-Baqarah :
125]
Beliau mendekat maqam Ibrahim yang letaknya
bersebelahan dengan bangunan Ka’bah. Di tempat itulah Rasulullah SAW lalu menunaikan
shalat dua reka’at, beliau membaca dalam dua reka’at itu surat Al-Ikhlash dan surat Al-Kaafiruun.
Setelah selesai shalat, beliau kembali mencium hajar Aswad. Kemudian beliau
meninggalkan tempat tersebut dari pintu (yang diberi nama Banu Makhzum), lalu
menuju ke pintu Shafa. Di dekat pintu itulah beliau membaca firman Allah
:
اِنَّ الصَّفَا وَ اْلمَرْوَةَ مِنْ شَعَائِرِ اللهِ. البقرة : 158
Sesungguhnya Shafaa dan
Marwah adalah sebagian dari syi’ar-syi’ar
Allah. [QS. Al-Baqarah :
158]
Nabi SAW lalu bersabda, “Aku memulai dengan yang Allah memulai
dengannya”. Maka Nabi SAW memulai dari bukit Shafaa, beliau
naik ke atasnya sehingga beliau melihat Ka’bah, lalu menghadap qiblat, beliau mengesakan Allah
dan mengagungkan-Nya. Beliau membaca :
لاَ اِلهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ اْلمُلْكُ وَ
لَهُ اْلحَمْدُ وَ هُوَ عَلَى كُلّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ. لاَ اِلهَ اِلاَّ اللهُ
وَحْدَهُ، اَنْجَزَ وَعْدَهُ، وَ نَصَرَ عَبْدَهُ، وَ هَزَمَ اْلاَحْزَابَ
وَحْدَهُ.
“Tidak
ada Tuhan selain Allah yang Maha Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya, bagi-Nya lah
semua kerajaan, dan bagi-Nya segala pujian, dan Dia atas segala sesuatu
berkuasa. Tidak ada Tuhan selain Allah yang Maha Esa, yang telah memenuhi
janji-Nya, yang telah menolong hamba-Nya, dan yang telah membinasakan
musuh-musuh yang bersekutu dengan sendirian”. Dan di sela-sela itu Rasulullah SAW berdoa. Beliau
membaca yang demikian itu tiga kali.
Kemudian Rasulullah SAW turun menuju ke Marwah.
Ketika sampai di tengah lembah beliau berlari-lari kecil. Lalu ketika sampai
pada tanjakan, beliau berjalan biasa hingga tiba di Marwah. Kemudian di Marwah
beliau melakukan seperti yang beliau lakukan di Shafa. Kemudian setelah selesai,
beliau bersabda, “Seandainya aku tahu perintahku akan begini jadinya,
tentu aku tidak akan membawa hewan sembelihan. Dan aku akan menjadikannya
sebagai ibadah ‘umrah. Maka barangsiapa diantara kalian yang tidak
membawa hewan sembelihan, hendaklah bertahallul, dan jadikan ia sebagai
‘umrah”. Mendengar itu Suraqah bin Malik bin Ju’syum berdiri dan berkata, “Ya Rasulullalh, hal ini untuk tahun ini saja ataukah
untuk seterusnya ?”. Rasulullah SAW menjawab, “Ibadah ‘umrah itu termasuk bagian dari ibadah hajji”. Jawaban tersebut beliau ulangi dua kali.
Selanjutnya beliau bersabda, “Jadi hal itu adalah untuk seterusnya”. [HR. Muslim juz 2, hal. 886]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar