Beberapa
peristiwa sehubungan dengan perang Khandaq dan perang banu
Quraidhah
Nabi
Muhammad SAW mendapatkan Raihanah
Raihanah
adalah seorang perempuan tawanan perang yang diperoleh kaum muslimin sewaktu
terjadi perang dengan kaum Yahudi bani Quraidhah. Ia adalah putri ‘Amr bin
Khunafah, dan suaminya telah dihukum bunuh. Setelah ia menjadi tawanan, dalam
pembagian ia menjadi bagian Nabi SAW, sehingga ia menjadi budak
beliau.
Setelah
Nabi SAW memperhatikan keadaan dirinya dan tingkah lakunya, beliau mengetahui
bahwa ia adalah seorang perempuan yang mempunyai kelebihan, maka ketika itu Nabi
SAW mengatakan kepada Raihanah bahwa beliau mau menikahinya dan agar ia memakai
jilbab seperti yang dipakai istri-istri beliau. Permintaan Nabi SAW yang baik
itu ditolak oleh Raihanah, ia secara tegas dan jujur mengatakan, “Ya Rasulullah,
lebih baik engkau membiarkan saya sebagai hamba sahayamu saja, dan yang demikian
itu lebih ringan bagi saya dan bagi engkau juga”. [Ibnu Hisyam juz 4, hal.
205]
Kemudian
Nabi SAW membiarkan Raihanah tetap menjadi hamba sahaya dan tidak memaksanya
supaya mengikut agama Islam. Tetapi setelah Raihanah dari hari ke hari selalu
memperhatikan seruan Islam yang terus-menerus, maka akhirnya ia pun masuk Islam.
Empat
orang pengikut Yahudi memeluk Islam
Diriwayatkan
bahwa Tsa’labah bin Sayah, Usaid bin Sayah dan Asad bin ‘Ubaid itu dari golongan
banu Hadl, bukan dari golongan banu Quraidhah dan bukan pula dari banu Nadlir,
yang telah mengikut agama Yahudi, mereka memeluk Islam pada malam hari
ketika kaum banu Quraidhah menyerah pada putusan Nabi SAW. Selain mereka itu ada
seorang lagi yang bernama ‘Amr bin Su’da Al-Quradhiy ikut memeluk Islam saat itu
juga.
Menurut
riwayat, ketiga orang itu tetap menjadi orang Islam dan bertempat
tinggal di Madinah, dan yang seorang lagi (‘Amr bin Su’da) menghilang pada malam
hari itu juga, yang selanjutnya tidak diketahui lagi dimana ia
berada.
Tentang
para syuhada dan mayat kaum musyrikin dalam perang Khandaq
Kaum
muslimin yang syahid dalam perang Khandaq berjumlah enam orang, yaitu Sa’ad bin
Mu’adz, Anas bin Aus, ‘Abdullah bin Sahl, Thufail bin Nu’man, Tsa’labah bin
Ghunaimah dan Ka’ab bin Zaid. Dan yang syahid pada perang banu Quraidhah adalah
Khallad bin Suwaid, dan Abu Sinan bin Mihshan meninggal ketika Rasulullah SAW
mengepung banu Quraidhah. Adapun tentara kum musyrikin yang mati dalam perang
Khandaq berjumlah tiga orang, yaitu Munabbih bin ‘Utsman, Naufal bin ‘Abdullah
dan ‘Amr bin ‘Abdu Wudd. Menurut riwayat yang lain ada empat orang, yaitu
ditambah dengan Hisl bin ‘Amr, anak ‘Amr bin Abdu Wudd. [Ibnu Hisyam juz 4,
hal. 215]
Peristiwa
Zubair bin Batha Al-Quradhiy
Zubair
bin Batha adalah termasuk seorang Yahudi banu Quraidhah yang harus menjalani
hukuman mati, ia dimasa sebelum Islam dan sebelum Nabi Muhammad SAW datang ke Madinah,
yaitu ketika terjadi perang Bu’ats, pernah berbuat baik (jasa) kepada seorang
bangsa ‘Arab yang bernama Tsabit bin Qais bin Syamas. Jasa Zubair tersebut
kepada Tsabit ketika itu ialah membebaskan Tsabit dari tawanan
musuh.
Setelah
Islam datang ke
Madinah, Tsabit bin Qais menganut agama Islam. Kemudian setelah terjadi perang banu Quraidhah,
Zubair bin Batha termasuk seorang yang harus dihukum bunuh. Maka Tsabit ingin
membalas budi dan jasa kebaikan Zubair di masa lampau, sehingga Tsabit datang
kepada Nabi SAW untuk mengajukan permohonan supaya memberikan darah Zubair bin
Batha itu kepada dirinya. Permohonan Tsabit itu dikabulkan oleh Nabi SAW dan
Zubair lalu dilepaskan dari hukuman mati. Namun ketika Tsabit menyampaikan
khabar kebebasan itu kepada Zubair, ia berkata, “Orang tua seperti saya ini
tidak ada istri dan tidak ada anak, lalu apa gunanya hidup
?”.
Kemudian
Tsabit menghadap Nabi SAW untuk mengajuan permohonan kebebasan untuk anak istri
Zubair. Permohonan itu dikabulkan Nabi SAW. Lalu Tsabit pun menyampaikan khabar
gembira itu kepada Zubair. Ketika itu Zubair mengatakan kepada Tsabit, “Keluarga
di negeri Hijaz yang tidak mempunyai harta kekayaan, untuk apa dilepaskan dari
tawanan ?”. Kemudian Tsabit menghadap kepada Nabi SAW lagi mengajukan permohonan
agar harta benda Zubair dikembalikan, dan permohonan itupun
dikabulkan.
Ketika
Tsabit menyampaikan kepadanya bahwa permohonan itu dikabulkan, Zubair bin Batha
menanyakan tentang ketua-ketuanya, “Mana Ka’ab bin Asad ? Mana Huyaiy bin
Akhthab ?”. Tsabit menjawab, “Keduanya sudah dibunuh”. Zubair bin Batha bertanya
lagi, “Dimana ‘Azzal bin Samaual ?”. Tsabit menjawab, “Ia sudah
dibunuh”.
Setelah
mendengar bahwa ketiga orang ketua kaum Yahudi tersebut sudah dibunuh, Zubair
bin Batha berkata, “Saya minta kepadamu hai Tsabit, demi Allah, tidak ada
kebaikan hidup sesudah mereka itu. Saya tidak akan tahan hidup walau sebentar
hingga saya disusulkan dan bertemu dengan kekasih-kekasih saya itu !”. Setelah
Zubair bin Batha berkata demikian, majulah Tsabit bin Qais memenggal leher
Zubair.
Perintah
menunaikan ibadah hajji
Bangsa
‘Arab beberapa abad sebelum nabi Muhammad SAW dilahirkan sudah mengenal ibadah
hajjai. Ibadah hajji tersebut dikerjakan oleh bangsa ‘Arab pada tiap-tiap tahun
dari segenap penjuru tanah ‘Arab, tetapi cara mereka mengerjakannya itu sudah
tidak menurut tuntunan yang dicontohkan nabi Ibrahim AS.
Maka
pada akhir tahun kelima hijriyah, Allah menurunkan wahyu kepada Nabi SAW yang
intinya supaya beliau dan segenap ummat Islam mengerjakan ibadah hajji.
Adapun
ayat yang mengandung perintah wajib mengerjakan ibadah hajji tersebut adalah
:
... وَ ِللهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ اْلبَيْتِ مَنِ
اسْتَطَاعَ اِلَيْهِ سَبِيْلاً. ال عمران:97
....
mengerjakan hajji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang
yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah.
[QS. Ali Imran 97]
وَ اَذّنْ فِى النَّاسِ بِالْحَجّ يَأْتُوْكَ رِجَالاً وَّ عَلى كُلّ
ضَامِرٍ يَّأْتِيْنَ مِنْ كُلّ فَجّ عَمِيْقٍ(27) لِيَشْهَدُوْا مَنَافِعَ لَهُمْ
وَ يَذْكُرُوا اسْمَ اللهِ فِيْ اَيَّامٍ مَّعْلُوْمَاتٍ عَلى مَا رَزَقَهُمْ مّنْ
بَهِيْمَةِ اْلاَنْعَامِ، فَكُلُوْا مِنْهَا وَ اَطْعِمُوا اْلبَائِسَ
اْلفَقِيْرَ(28) ثُمَّ لْيَقْضُوْا تَفَثَهُمْ وَ لْيُوْفُوْا نُذُوْرَهُمْ وَ
لْيَطَّوَّفُوْا بِاْلبَيْتِ اْلعَتِيْقِ(29). الحج:27-29
Dan
berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang
kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari
segenap penjuru yang jauh, (27)
supaya
mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama
Allah pada hari yang telah ditentukan atas rezqi yang Allah telah berikan kepada
mereka berupa binatang ternak. Maka makanlah sebahagian daripadanya dan
(sebahagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara lagi fakir.
(28)
Kemudian
hendaklah mereka menghilangkan kotoran yang ada pada badan mereka dan hendaklah
mereka menyempurnakan nadzar-nadzar mereka dan hendaklah mereka melakukan thawaf
sekeliling rumah yang tua itu (Baitullah). (28)
[QS. Al-Hajj : 27-29]
Demikianlah
diantara firman Allah yang mengandung perintah wajib mengerjakan ibadah hajji
bagi kaum muslimin.
Pengaruh
kemenangan kaum muslimin dalam perang Khandaq dan perang banu
Quraidhah
Setelah
selesai perang Khandaq dan perang banu Quraidhah, dan kemenangan berada di
tangan kaum muslimin, maka pengaruh dari kemenangan tersebut sangat besar bagi
kaum muslimin di Madinah. Dengan musnahnya banu Quraidhah dari kota Madinah,
maka kota yang telah lama terkenal dengan kota kaum Yahudi itu kini sudah bersih
dari pengaruh mereka.
Perang
Khandaq digerakkan dan disusun oleh para ketua kaum Yahudi, dan perang banu
Quraidhah dari akibat perbuatan para ketua kaum Yahudi juga. Perang Khandaq
mengakibatkan musnahnya kekuatan segenap bangsa ‘Arab serta beberapa kabilah
yang bersekutu, dan perang banu Quraidhah mengakibatkan kemusnahan kaum Yahudi
dari kota Madinah.
Kemenangan
yang diperoleh kaum muslimin pada perang Khandaq, itu di luar dugaan. Ketika
pasukan Ahzab berangkat dari Makkah menuju Madinah, mereka sudah yaqin bahwa
kaum muslimin akan dapat dihancurkan. Ternyata yang terjadi malah sebaliknya.
Dengan ini maka pandangan bangsa ‘Arab umumnya terhadap Islam dan kaum muslimin
sudah berbeda, daripada masa-masa sebelum terjadi perang
Ahzab.
Bangsa
‘Arab yang berdiam di sekeliling kota Madinah memandang bahwa kemenangan yang
diperoleh kaum muslimin itu sangat besar sekali, apalagi bagi bangsa ‘Aab yang
jauh dari kota Madinah, tentunya mereka memandang, bahwa kemenangan yang
diperoleh kaum muslimin itu adalah sangat luar biasa.
Dengan
demikian maka bangsa ‘Arab musyrikin pada umumnya di masa itu sudah amat takut
sekali terhadap kaum muslimin, sehingga dari pihak mereka tidak terdengar lagi
suara-suara yang kurang baik terhadap Islam dan kaum muslimin.
Bangsa
‘Arab Quraisy yang selama ini memegang peranan penting dalam menggerakkan
permusuhan terhadap Islam dan kaum muslimin sudah tidak berani lagi untuk
menghasut. Dan kaum muslimin sudah mendengar sendiri sabda Nabi SAW sesudah
perang Khandaq :
لَنْ تَغْزُوَكُمْ قُرَيْشٌ بَعْدَ عَامِكُمْ هذَا وَ لكِنَّكُمْ
تَغْزُوْنَهُمْ. ابن هشام 4: 216
Sesudah
tahun ini, kaum Quraisy tidak berani lagi memerangi kita (kaum muslimin)”,
tetapi kalian yang akan memerangi mereka.
[Ibnu Hisyam juz 4, hal. 216]
Nabi
Muhammad SAW memperluas seruan Islam
Sebagaimana
telah diketahui bahwa tugas pokok bagi Nabi Muhammad SAW itu ialah menyampaikan
seruan Islam kepada
ummat manusia, terutama bangsa ‘Arab di masa itu, sejak Nabi SAW di Makkah
sampai hijrah ke Madinah beliau tidak henti-hentinya memikirkan bagaimana cara
mengembangkan Islam
dan apa jalan yang harus ditempuhnya. Walau seruan Islam yang dilakukan oleh
Nabi SAW waktu itu sudah berkembang dan bertambah luas, merata di sekitar negeri
Hijaz, tetapi beliau terus juga memperluas seruan Islam itu ke segenap
pelosok.
Disamping
itu, walaupun sebagian besar bangsa ‘Arab di masa itu sudah takut menghadapi
Nabi SAW dan kaum muslimin, karena kemenangan-kemenangan yang telah diperoleh
beliau dalam perang Khandaq dan perang banu Quraidhah, namun beliau tetap juga
memperhatikan gerak-gerik para lawan Islam, terutama pihak kaum Quraisy dan kaum Yahudi yang ada
di luar kota Madinah.
Maka
setelah selesai perang Ahzab dan perang banu Quraidhah, bertambah teguhlah kaum
muslimin di Madinah, yang menyebabkan segenap kaum munafiq tidak berani
mengangkat suara sedikitpun. Segenap bangsa ‘Arab ketika itu hanya
memperbincangkan kekuatan kaum muslimin dan kedudukan Nabi Muhammad SAW. Akan
tetapi kerasulan Muhammad yang diberikan oleh Allah bukan untuk penduduk kota
Madinah saja, bahkan untuk seluruh alam ini, maka Nabi SAW dan para shahabatnya
tidak hentinya bekerja mengembangkan kalimat Allah dan menyeru segenap manusia
kepada agama-Nya yang benar, dan menangkis setiap orang yang akan merintangi
perkembangan Islam.
Dan inilah yang tetap mereka kerjakan.
Tentara
Islam menyerang
banu Bakar bin Kilab
Memasuki
tahun keenam, yaitu pada bulan Muharram tahun keenam Hijriyah Nabi SAW
memberangkatkan tentara Islam sebanyak 30 orang berkuda, dipimpin oleh Muhammad bin
Maslamah Al-Anshariy ke dusun banu Bakar bin Kilab, daerah Dhariyah, suatu
tempat yang jauhnya tujuh malam perjalanan dari Madinah (ke arah
Bashrah).
Nabi
SAW memerintahkan kepada pasukan tersebut supaya menyerang kabilah banu Bakar
bin Kilab, karena mereka selalu mengganggu dan merugikan kaum muslimin. Dan Nabi
SAW memerintahkan kepada kepala pasukan tersebut (Muhammad bin Maslamah), supaya
mereka berjalan menuju kabilah tersebut diwaktu malam dan bersembunyi di waktu
siang, agar tidak diketahui oleh orang banyak, terutama oleh pihak musuh.
Akhirnya pasukan itu sampai di kabilah Bakar bin Kilab dengan selamat dan tidak
diketahui oleh pihak musuh.
Segenap
penduduk kabilah Bakar bin Kilab ketika melihat kedatangan pasukan Islam yang tiba-tiba itu
sehingga mereka dalam keadaan tidak siap, maka mereka melarikan diri. Sepuluh
orang diantara mereka mati terbunuh karena sengaja mengadakan
perlawanan.
Setelah
mengalahkan kabilah banu Bakar bin Kilab, tentara Islam memperoleh harta
rampasan berupa 50 ekor unta dan 3.000 kambing. Binatang-binatang itu kemudian
dibawa ke Madinah. Dalam waktu sembilan
belas hari, pasukan muslimin sudah kembali ke Madinah dengan selamat, serta
memperoleh rampasan berupa binatang ternak tersebut.
Perang
banu Lihyan
Kaum
banu Lihyan adalah suatu kaum yang pernah melakukan kekejaman kepada kaum
muslimin, yakni membunuh dua orang utusan Nabi SAW. Nabi mengutus shahabatnya
untuk menyampaikan agama Islam pada bulan Shafar tahun keempat Hijriyah atas dasar
permintaan banu Lihyan, ternyata kedua utusan Nabi yaitu ‘Ashim bin Tsabit dan
Khubaib bin ‘Adiy mereka bunuh. Karena pada tahun keempat dan kelima Hijriyah,
Nabi dan kaum muslimin sedang menghadapi pekerjaan-pekerjaan yang berat serta
penting, maka perbuatan kaum banu Lihyan yang di luar batas perikemanusiaan itu
dibiarkan dahulu oleh beliau, sambil menanti saat dan kesempatan yang baik untuk
mengadakan tindakan tegas terhadap mereka. Kegundahan Nabi SAW dan kaum muslimin
belum dapat hilang sebelum mengambil
tindakan dan mengadakan serangan pembalasan terhadap
mereka.
Maka
pada bulan Jumadill ula tahun keenam Hijriyah, Nabi SAW mengambil suatu
keputusan, bahwa beliau harus berangkat dengan tentaranya menuju ke tempat
kediaman banu Lihyan.
Tentara
Islam yang
berangkat bersama Nabi SAW hanya 200 orang dengan bersenjata lengkap dan 20
orang pasukan berkuda, dipimpinan beliau sendiri, menuju ke kabilah tersebut.
Tetapi sebelum berangkat, Nabi SAW tidak memberitahukan kepada siapapun,
sehingga tentara yang berangkat bersama beliau itu pun tidak mengetahui kemana
mereka akan dibawa oleh Nabi SAW. Tindakan Nabi SAW yang demikian itu dengan
tujuan agar jangan sampai ada seorang pun yang membocorkan berita itu kepada
kabilah banu Lihyan. Disamping itu, agar kaum munafiq di Madinah tidak ada yang
mendengarnya, karena mereka itu masih ada di kota Madinah, walau keadaan mereka
sudah tidak mempunyai kekuatan sama sekali.
Kemudian
setelah pimpinan ummat di Madinah diserahkan kepada ‘Abdullah bin Ummi Maktum,
maka berangkatlah Nabi SAW bersama pasukan sebesar 200 orang itu ke Syam, yaitu
mengarah ke utara Madinah. Padahal sebenarnya letak banu Lihyan itu di selatan
Madinah, diantara Makkah dan Thaif.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar