Benteng
Khaibar jatuh ke tangan tentara Islam
Kemudian
‘Ali bin Abu Thalib terus berperang melawan musuh. Dan dia mendapat pukulan
keras dari musuh hingga perisainya pecah. Tetapi sebelum musuh dapat kesempatan
untuk meneruskan pukulan berikutnya, ‘Ali telah melompat dengan sigap mendobrak
dan mengambil daun pintu gerbang benteng itu, kemudian dipakai sebagai perisai
dan meneruskan perlawanannya. Dengan kesigapan dan keberanian ‘Ali yang hebat
itu maka pertempuran pada hari itu berakhir dengan jatuhnya benteng Na’im ke
tangan tentara muslimin yang dipimpin ‘Ali bin Abu Thalib.
Seluruh
tentara Yahudi yang mempertahankan benteng Na’im melarikan diri ke benteng yang
kedua di Nathah, yaitu benteng Sha’bu. Mereka melarikan diri dengan
berpencar-pencar, sehingga menyulitkan tentara Islam dalam
pengejarannya. Sekalipun demikian tentara Islam terus mengejar dan
menyerang tentara musuh, dengan demikian terjadilah pertempuran seru antara
kedua belah pihak. Tetapi akhirnya benteng Sha’bu dapat dikuasai tentara Islam . Kemudian kaum
Yahudi lari ke benteng Qillah. Dan tentara muslimin pun mengejar mereka ke
benteng tersebut. Akhirnya benteng Qillah pun bisa dikuasai oleh tentara
muslimin setelah dikepung selama 3 hari.
Dengan
jatuhnya benteng Qillah ini berarti tumbanglah ketiga benteng yang menjadi
bagian dari benteng Nathah tersebut. Jadi, sebuah benteng di Khaibar yang gigih
dipertahankan sudah jatuh ke tangan pasukanIslam . Dan dalam benteng
Na’im yang menjadi salah satu bagian dari benteng Nathah itu ditemukan
persediaan bahan makanan tentara Yahudi. Dengan demikian maka tentara Islam dapat merampas
persediaan bahan makan yang ada di dalamnya. Ketika itu Nabi SAW bersabda lewat
seorang penyeru :
كُلُوْا وَ اعْلِفُوْا دَوَابَّكُمْ وَ لاَ تَأْخُذُوْا شَيْئًا. نور
اليقين 185
Makanlah
kalian dan berilah makanan hewan-hewan kalian, tetapi janganlah kalian mengambil
sedikitpun.
[Nuurul Yaqiin, hal. 185]
Benteng
Qillah yang sudah direbut tentara Islam tersebut mempunyai arti yang sangat penting, karena
tentara Yahudi juga menyimpan persediaan air minum di dalamnya. Menurut satu
riwayat, di benteng itu ada saluran air yang berasal dari dalam tanah, dan
sangat rahasia, sehingga orang umum tidak mengetahuinya. Dengan direbutnya
benteng Qillah ini pasukan Islam memperoleh persediaan air yang
berlimpah.
Kemudian
pasukan Islam bergerak lagi untuk merebut benteng Ubaiy, yaitu salah satu bagian pertahanan
benteng Kutsaibah. Pertempuran seru terjadi kembali antara kedua belah pihak.
Benteng ini dipertahankan oleh kaum Yahudi dengan sekuat-kuatnya, namun akhirnya
kaum muslimin dapat merebut benteng itu dari tangan kaum Yahudi. Shahabat Nabi
SAW yang dapat mendobrak benteng Ubaiy adalah Abu Dujanah, seorang pahlawan
perang Uhud. Dengan jatuhnya benteng Ubaiy ini, kaum muslimin memperoleh harta
rampasan yang besar jumlahnya, karena di dalamnya terdapat alat-alat rumah
tangga, barang-barang berharga, hewa-hewan piaraan dan juga bahan
makanan.
Dari
benteng Ubaiy, tentara kaum Yahudi melarikan diri ke benteng Barii’, bagian
kedua dari pertahanan benteng Kutsaibah. Di sini mereka bertahan sekuat tenaga,
tetapi tentara Islam terus bergerak dan membalas dengan menembakkan
manjaniq (semacam meriam) yang didapat dari benteng kaum Yahudi yang dapat
direbut. Melihat kegigihan pasukan muslimin itu, maka timbullah rasa takut dalam
hati tentara Yahudi, dan pada akhirnya mereka lari tunggang-langgang
meninggalkan benteng tersebut.
Dengan
jatuhnya benteng Bariy, tentara Islam memperoleh harta rampasan yang banyak, seperti
bejana-bejana yang dibuat dari tembaga dan alat-alat dapur. Dengan diperolehnya
alat-alat itu, maka Nabi SAW bersabda :
اِغْسِلُوْهَا وَ اطْبَخُوْا فِيْهَا. نور اليقين 185
Cucilah
periuk-periuk itu dan masaklah kalian dengannya.
[Nuurul Yaqiin, hal. 185]
Dengan
jatuhnya benteng Ubaiy dan Barii’, maka selesailah tugas tentara Islam dalam merebut
benteng Kutsaibah, tinggal benteng Asy-Syiqq yang berisi tiga benteng : Qamush,
Wathih dan Sulaalim.
Walaupun
sudah memperoleh kemenangan terus-menerus, namun pasukan muslimin belum puas,
karena pihak musuh belum menyerah kalah. Tentara muslimin terus bergerak
mengejar tentara kaum Yahudi. Ketika itu mereka mengejar tentara kaum Yahudi
hingga mendekati benteng Qamush, dan benteng inilah yang ditempati Abu Huqaiq,
seorang pemuka Yahudi yang ternama. Benteng ini dipertahankan mati-matian oleh
pasukan Yahudi, tetapi tentara Islam terus mengepungnya hampir 20 hari. Akhirnya benteng
Qamush dapat didobrak dan dibuka oleh ‘Ali bin Abu Thalib. Dalam benteng Qamush
inilah ‘Ali dapat menawan seorang putri bangsa Yahudi, yaitu shafiyah binti
Huyay bin Akhthab, putri seorang pemuka Yahudi yang sangat memusuhi kaum
muslimin.
Kemenangan
tentara Islam
Sesudah
benteng Qamush jatuh, tinggal dua benteng yang harus diserbu oleh tentara Islam yaitu benteng
Wathih dan Sulaalim. Tentara muslimin terus bergerak untuk menyerang benteng
yang belum ditaklukkan itu.
Ketika
tentara kaum Yahudi melihat tentara Islam hendak menyerang dua benteng tersebut, maka pihak
tentara Yahudi sudah merasa tidak akan berdaya lagi mempertahankan dua benteng
tersebut. Dua benteng itu menjadi tempat anak-anak dan para wanita yang mereka
ungsikan dari benteng-benteng yang lain, dan harta benda dan kekayaan mereka,
ditambah lagi dari orang laki-laki yang lari dari benteng yang telah ditaklukkan
tentara muslimin. Oleh karena itu mereka memutuskan untuk menyerah kepada kaum
muslimin dan mengharapkan perdamaian.
Mereka
lalu mengirimkan seorang utusan untuk menghadap kepada Nabi SAW dan mengajukan
permohonan damai kepada beliau, supaya darah mereka diselamatkan dari hukum
bunuh, mereka bersedia keluar dari wilayah Khaibar bersama anak-anak mereka
dengan tidak membawa harta benda mereka, kecuali pakaian yang ada pada punggung
mereka.
Permintaan
mereka itu oleh Nabi SAW diluluskan, karena tujuan beliau datang ke Khaibar itu
bukan untuk membinasakan dan menyengsarakan mereka. Beliau hanya bertujuan akan
membasmi atau memusnahkan yang sengaja hendak merintangi tersiarnya dakwah Islam.
Dan
akhirnya pasukan kaum muslimin dapat menaklukkan dua buah benteng terakhir
tersebut (Wathih, dan Sulaalim) tanpa menumpahkan darah sedikitpun, setelah
mengepung selama 14 hari. Kaum muslimin mendapat harta rampasan dari dua benteng
tersebut, antara lain seratus buah baju besi, empat ratus bilah pedang, lima
ratus busur panah, seribu batang tombak dan beberapa shuhuf kitab Taurat. Tetapi
shuhuf-shuhuf dari Taurat ini diserahkan kembali kepada orang yang mencarinya.
[Nuurul Yaqiin, hal. 185]
Mengenai
syarat-syarat perdamaian, meskipun kaum Yahudi mengemukakan seperti yang
tersebut itu, tetapi Nabi SAW memberikan kemurahan yang tidak mereka sangka
sebelumnya, yaitu : 1. kaum Yahudi Khaibar diperkenankan tetap tinggal di
kampung-kampung mereka masing-masing, 2. mereka diperkenankan mengurus dan
memelihara kebun-kebun, sawah ladang dan tanah-tanah pertanian mereka
masing-masing seperti biasa, dan 3. seperdua dari hasil pertanian dan perkebunan
mereka itu diserahkan kepada kaum Muslimin.
Syarat-syarat
yang diberikan oleh Nabi SAW ini tentu diterima oleh mereka dengan penuh
kegembiraan, karena tidak disangka-sangka oleh mereka, bahwa Nabi SAW akan
memberikan kemurahan sedemikian rupa.
Nabi
SAW di kala itu lalu mencari simpanan harta benda peninggalan Huyay bin Akhthab
(seorang ketua Yahudi banu Nadlir yang sangat memusuhi Islam ), karena beliau
yaqin bahwa harta benda peninggalan Huyay tersebut tentu disimpan dalam salah
satu benteng mereka. Tentang ini Nabi SAW lebih dahulu menanyakan kepada Kinanah
bin Rabi’ bin Abul Huqaiq (seorang menantu Huyay atau suami Shafiyah). Tetapi
Kinanah tidak mau menunjukkan tempat simpanan harta benda peninggalan Huyay
itu.
Kemudian
datang seorang Yahudi mengatakan kepada Rasulullah SAW, “Sesungguhnya saya
melihat Kinanah berada di tempat ini setiap pagi”. Kemudian Rasulullah SAW
bertanya kepada Kinanah :
اَ رَأَيْتَ اِنْ وَجَدْنَاهُ عِنْدَكَ اَ اَقْتُلُكَ؟ قَالَ: نَعَمْ.
ابن هشام 4: 307
Bagaimana
pendapatmu jika harta itu bisa kami temukan ada padamu, apakah boleh aku
membunuhmu ?”. Jawab Kinanah, “Ya, silakan”.
[Ibnu Hisyam, juz 4, hal. 307]
Nabi
SAW lalu memerintahkan sebagian tentara Islam supaya mencari dengan jalan menggali tanah yang ada
di dalam benteng, yang tempat itu selalu dikelilingi oleh Kinanah bin Rabi’
tersebut pada setiap pagi. Tentara kaum muslimin yang menerima perintah dari
Nabi SAW itu segera mengerjakannya perintah itu, menggali sebidang tanah yang
ada di dalam benteng Qamush. Tidak lama kemudian, ditemukanlah harta kekayaan
peninggalan Huyay bin Akhthab tersebut yang berupa beberapa macam perhiasan yang
sangat berharga, antara lain : beberapa macam gelang tangan, beberapa macam
gelang kaki, beberapa giwang, berbagai cincin dan banyak pula batu-batu zamrud,
intan, berlian dan sebagainya.
Setelah
Nabi SAW menemukan harta benda Huyay bin Akhthab tersebut, maka Kinanah pun
dihukum bunuh sebagaimana janjinya sendiri. Yang diserahi untuk membunuh menurut
riwayat ialah shahabat Muhammad bin Maslamah.
Abu
Dawud meriwayatkan dalam hadits no. 3006 sebagai berikut : Dari Ibnu ‘Umar
bahwasanya Nabi SAW memerangi penduduk Khaibar. Lalu beliau menguasai kebun
kurma dan negeri mereka dan memaksa mereka lari ke benteng mereka. Kemudian
mereka berdamai dengan ketentuan bahwa Rasulullah SAW akan mendapatkan emas,
perak dan senjata mereka. Sedang bagi mereka mendapatkan apa yang bisa dibawa
oleh kendaraan mereka, atas dasar mereka tidak menyimpan dan tidak
menyembunyikan sesuatu. Jika mereka melakukan yang demikian itu, maka tak ada
jaminan dan perjanjian bagi mereka.
Ternyata
mereka menyembunyikan sebuah kantong kulit berisi emas milik Huyay bin Akhthab
yang terbunuh sebelum Khaibar. Kantong itu dibawa Huyay (ke Khaibar) pada perang
banu Nadlir ketika banu Nadlir diusir. Di dalam kantong itu berisi perhiasan
banu Nadlir. Maka Nabi SAW bersabda, “Dimana kantong perhiasan Huyay bin Akhthab
?”. Jawabnya, “Telah habis untuk perang dan belanja”.
Lalu
mereka (kaum muslimin) menemukan kantong perhiasan tersebut. Maka dibunuhlah
Ibnu Abil Huqaiq (Kinanah), dan ditawanlah kaum wanita dan anak-anak mereka.
Lalu beliau hendak mengusir mereka, maka mereka berkata, “Hai Muhammad,
biarkanlah kami menggarap tanah ini, dan bagi kami separuh bagian dari
pendapatannya, dan bagi kalian separuhnya”. [Abu Dawud juz 3, hal.
157]
Demikianlah
riwayat perang Khaibar, dan kemenangan gilang-gemilang berada di tangan kaum
muslimin.
Menurut
riwayat, tentara Islam yang gugur di Khaibar sebagai syahid berjumlah lima
belas orang, dan dari balatentara kaum Yahudi yang tewas berjumlah 93 orang.
[Nuurul Yaqiin, hal. 185]
Perlu
diketahui bahwa syair pasukan Islam ketika perang di Khaibar menurut riwayat adalah
sebagai berikut :
يَا مَنْصُوْرُ، اَمِتْ ! اَمِتْ ! ابن هشام 4: 303
Wahai
yang ditolong, matikanlah ! matikanlah !
[Ibnu Hisyam 4, hal. 303]
Maksudnya,
supaya kaum muslimin menghancur binasakan pihak musuh.
Fadak,
Taimaa’ dan Wadil Qura jatuh ke tangan tentara Islam
Menurut
riwayat, setelah pasukan tentara Islam dapat menaklukkan Khaibar, maka Nabi SAW menyuruh
seorang shahabat supaya datang ke Fadak, menyeru mereka untuk masuk Islam , atau mereka
menyerahkan harta benda mereka kepada Nabi SAW.
Kaum
Yahudi di Fadak, sekalipun mereka itu dari golongan Yahudi, tetapi ketika
menerima seruan Nabi SAW tersebut mereka lebih suka menyerah dan berdamai.
Mereka meminta diselamatkan darah mereka dan merekapun menyerahkan harta benda
mereka, dan tanah Fadak diserahkan khusus untuk Nabi SAW. Dengan demikian maka
tidak terjadi pertempuran antara mereka dengan kaum
muslimin.
Kemudian
penduduk yahudi di dusun Taimaa’ ini setelah mendengar berita jatuhnya kota
Khaibar, mereka mengajukan permohonan kepada Nabi SAW agar memperlakukan mereka
seperti saudara-saudaranya seagama di Khaibar. Dengan permohonan mereka itu
berarti bahwa mereka minta perdamaian dan bersedia membayar jizyah (membayar
pajak kepada kaum muslimin) asal mereka dapat tetap tinggal di dusun Taimaa’
dengan aman dan tenteram, serta dapat melakukan kewajiban-kewajiban agama
mereka.
Maka
permohonan mereka diterima Nabi SAW dengan baik. Mereka tidak akan diganggu
gugat mengerjakan tugas-tugas agama mereka, asal mereka tidak mengganggu
keamanan dakwah Islamiyah dan mereka membayar jizyah.
Kemudian
Nabi SAW akan kembali ke Madinah dengan melalui Wadil Qura. Wadil Qura ialah
nama sebuah desa yang besar bagi kaum Yahudi yang terletak di sebelah barat daya
Khaibar.
Nabi
SAW bersama pasukan Islam kembali dari Khaibar sengaja melalui Wadil Qura, dan
sesampai di Wadil Qura beliau berhenti sebentar dengan tujuan akan berdakwah
kepada segenap penduduknya, supaya mengikut Islam . Tetapi dakwah
(seruan) Nabi yang sebaik itu mereka sambut dengan kekerasan dan
perlawanan.
Setelah
jelas mereka mengadakan perlawanan terhadap kaum muslimin, maka desa Wadil Qura
itu dikepung oleh pasukan Islam .
Nabi
SAW mengatur barisan tentaranya, bendera Islam diserahkan kepada shahabat Saad bin ‘Ubadah, sesudah
itu mereka diseru lagi oleh Nabi SAW supaya mengikut Islam Tetapi mereka
tetap menolak dengan cara kekerasan, bahkan mereka lalu mengeluarkan seorang
jagoan mereka untuk melawan tentara Islam . Tantangan mereka yang amat sombong itu dilayani pula
oleh tentara Islam
Kemudian
terjadilah pertempuran sengit antara kedua belah pihak.
Dan
akhirnya sebelas orang dari mereka dapat dibunuh oleh tentara muslimin, sehingga
kaum Yahudi Wadil Qura merasa lemah dan takut kepada pasukan Islam , kemudian mereka
mengajukan permohonan damai kepada Nabi SAW dan menyerah.
Permohonan
mereka itu diterima dengan baik, harta benda dan milik mereka dirampas oleh
tentaraIslam .
Adapun hasil bumi dari dusun Wadil Qura menjadi haq milik kaum muslimin, dengan
pembagian “seperdua harus diserahkan kepada kaum muslimin, dan seperdua yang
lain diberikan kepada yang mengurus, mengolah dan memeliharanya”, sebagaimana
dilakukan terhadap hasil bumi penduduk Khaibar. Dan kaum Yahudi di Wadil Qura
tetap diperkenankan oleh Nabi SAW menetap di dusun mereka itu, sebagaimana
keadaan kaum Yahudi di Khaibar.
Dengan
menyerahnya kaum Yahudi yang bertempat tinggal di Fadak, Taimaa’ dan Wadil Qura,
maka segenap kaum yahudi yang berdiam di Jazirah ‘Arab telah takluk dan tunduk
di bawah naungan bendera Islam yang berpusat di Madinah. Dan sejak saat itu dengan
berangsur-angsur lenyaplah pengaruh kekuatan dan kekuasaan kaum Yahudi di
jazirah ‘Arab.
Bersambung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar