Berpegang kepada Al-Qur'an
dan As-Sunnah,
dan
tidak bertaqlid kepada seseorang
Firman Allah SWT
:
ياَيُّهَا الَّذِيْنَ امَنُوْآ اَطِيْعُوا اللهَ وَاَطِيْعُوا
الرَّسُوْلَ وَاُولِي اْلاَمْرِ مِنْكُمْ، فَاِنْ تَنَازَعْتُمْ فِيْ شَيْءٍ
فَرُدُّوْهُ اِلَى اللهِ وَالرَّسُوْلِ اِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُوْنَ بِاللهِ
وَالْيَوْمِ اْلاخِرِ، ذلِكَ خَيْرٌ وَّاَحْسَنُ تَأْوِيْلاً. النساء: 59
Hai orang-orang yang beriman,
tha'atilah Allah dan tha'atilah Rasul (Nya), dan ulil amri diantara kamu.
Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia
kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman
kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih
baik akibatnya. [QS. An-Nisaa' :
59]
ياَيُّهَا الَّذِيْنَ امَنُوْآ اَطِيْعُوا اللهَ وَرَسُوْلَه وَلاَ
تَوَلَّوْا عَنْهُ وَاَنْتُمْ تَسْمَعُوْنَ. الانفال: 20
Hai orang-orang yang beriman,
tha'atlah kepada Allah dan Rasul-Nya, dan janganlah kamu berpaling daripada-Nya,
sedang kamu mendengar (perintah-perintah-Nya), [QS. Al-Anfaal :
20]
قُلْ اِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّوْنَ اللهَ فَاتَّبِعُوْنِيْ يُحْبِبْكُمُ
اللهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ، وَاللهُ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ(31) قُلْ اَطِيْعُوا اللهَ وَالرَّسُوْلَ، فَاِنْ تَوَلَّوْا فَاِنَّ اللهَ
لاَ يُحِبُّ الْكفِرِيْنَ(32) ال عمران: 31-32
Katakanlah, "Jika kamu
(benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan
mengampuni dosa-dosamu". Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang. (31) Katakanlah, "Tha'atilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu
berpaling, maka sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir".
(32) [QS.
Ali 'Imraan : 31-32]
وَاَطِيْعُوا اللهَ وَاَطِيْعُوا الرَّسُوْلَ وَاحْذَرُوْا، فَاِنْ
تَوَلَّيْتُمْ فَاعْلَمُوْآ اَنَّمَا عَلى رَسُوْلِنَا الْبَلغُ
الْمُبِيْنُ. المائدة: 92
Dan tha'atlah kamu kepada Allah
dan tha'atlah kamu kepada Rasul (Nya) dan berhati-hatilah. Jika kamu berpaling,
maka ketahuilah bahwa sesungguhnya kewajiban Rasul Kami, hanyalah menyampaikan
(amanat Allah) dengan terang. [QS. Al-Maaidah :
92]
وَمَآ اتيكُمُ الرَّسُوْلُ فَخُذُوْهُ وَمَا نـَهيكُمْ عَنْهُ
فَانْتَهُوْا وَاتَّقُوا اللهَ، اِنَّ اللهَ شَدِيْدُ الْعِقَابِ. الحشر: 7
Apa yang diberikan Rasul kepadamu
maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah; dan
bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras
hukuman-Nya. [QS. Al-Hasyr :
7]
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِيْ رَسُوْلِ اللهِ اُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لّمَنْ
كَانَ يَرْجُوا اللهَ وَالْيَوْمَ اْلاخِرَ وَذَكَرَ اللهَ كَثِيْرًا. الاحزاب: 21
Sesungguhnya telah ada pada (diri)
Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap
(rahmat) Allah dan (kedatangan) hari qiyamat dan dia banyak menyebut
Allah.
[QS. Al-Ahzaab : 21]
وَمَآ اَرْسَلْنَا مِنْ رَّسُوْلٍ اِلاَّ لِيُطَاعَ بِاِذْنِ
اللهِ. النساء: 64
Dan kami tidak mengutus seseorang
rasul, melainkan untuk ditaati dengan seizin Allah. [QS. An-Nisaa' :
64]
Dari
ayat-ayat tersebut bisa kita ketahui bahwa kaum muslimin diperintahkan agar
tha'at kepada Allah dan Rasul-Nya atau dalam beragama ini berpegang kepada
Al-Qur'an dan As-Sunnah, karena hanya Allah dan Rasul-Nya itulah yang dijamin
pasti benar, sedangkan yang lain tidak dijamin kebenarannya. Di dalam hadits
juga disebutkan sebagai berikut :
اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ ص قَالَ: تَرَكْتُ فِيْكُمْ اَمْرَيْنِ لَنْ
تَضِلُّوْا مَا مَسَكْتُمْ بِهِمَا كِتَابَ اللهِ وَ سُنَّةَ نَبِيّهِ. مالك، فى الموطأ 2: 899
Sesungguhnya
Rasulullah SAW bersabda, "Kutinggalkan pada kamu sekalian dua perkara yang
kalian tidak akan sesat apabila kalian berpegang teguh kepada keduanya, yaitu :
Kitab Allah dan sunnah Nabi-Nya".
[HR. Malik dalam Al-Muwaththa’
juz 2, hal. 899]
عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ ص قَالَ: كُلُّ اُمَّتِى
يَدْخُلُوْنَ اْلجَنَّةَ اِلاَّ مَنْ اَبَى. قَالُوْا يَا رَسُوْلَ اللهِ وَ مَنْ
يَأْبَى؟ قَالَ: مَنْ اَطَاعَنِى دَخَلَ اْلجَنَّةَ وَ مَنْ عَصَانِى فَقَدْ
اَبَى. البخارى 8: 139
Dari
Abu Hurairah, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, "Semua ummatku kelak akan
masuk surga, kecuali orang yang tidak mau". Para shahabat bertanya, "Ya
Rasulullah siapa orang yang tidak mau (masuk surga) itu ?". Beliau SAW bersabda,
"Barangsiapa yang tha'at kepadaku, niscaya ia masuk surga dan barangsiapa yang
bermakshiyat kepadaku, berarti ia ttidak mau (masuk surga)".
[HR. Bukhari juz 8, hal. 139]
Dan
Al-Qur'an melarang kita bertaqlid kepada seseorang tanpa mengetahui ilmunya.
Allah SWT berfirman :
وَلا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِه عِلْمٌ، اِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ
وَالْفُؤَادَ كُلُّ اُولئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُوْلاً. الاسراء: 36
Dan janganlah kamu mengikuti apa
yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran,
penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan
jawabnya.
[QS. Al-Israa' : 36].
وَ اِذَا قِيْلَ لَهُمُ اتَّبِعُوْا مَآ اَنْزَلَ اللهُ قَالُوْا بَلْ
نَتَّبِعُ مَآ اَلْفَيْنَا عَلَيْهِ ابَآءَنَا، اَوَلَوْ كَانَ ابَآؤُهُمْ لاَ
يَعْقِلُوْنَ شَيْئًا وَّلاَ يَهْتَدُوْنَ. البقرة: 170
Dan apabila dikatakan kepada
mereka: "Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah," mereka menjawab: "(Tidak),
tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek
moyang kami". "(Apakah mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka
itu tidak mengetahui suatu apa pun, dan tidak mendapat
petunjuk?". [QS.Al-Baqarah :
170]
وَ اِذَا قِيْلَ لَهُمْ تَعَالَوْا اِلَى مَآ اَنْزَلَ اللهُ وَ اِلى
الرَّسُوْلِ قَالُوْا حَسْبُنَا مَا وَجَدْنَا عَلَيْهِ ابَآءَنَا، اَوَلَوْ كَانَ
ابَآؤُهُمْ لاَ يَعْلَمُوْنَ شَيْئًا وَّلاَ يَهْتَدُوْنَ. المائدة: 104
Apabila dikatakan kepada mereka,
"Marilah mengikuti apa yang diturunkan Allah dan mengikuti Rasul". Mereka
menjawab: "Cukuplah untuk kami apa yang kami dapati bapak-bapak kami
mengerjakannya". Dan apakah mereka akan mengikuti juga nenek moyang mereka
walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui apa-apa dan tidak (pula)
mendapat petunjuk?. [QS. Al-Maaidah :
104]
وَاِذَا قِيْلَ لَهُمُ اتَّبِعُوْا مَآ اَنْزَلَ اللهُ قَالُوْا بَلْ
نَتَّبِعُ مَا وَجَدْنَا عَلَيْهِ ابَآءَنَا، اَوَلَوْ كَانَ الشَّيْطنُ
يَدْعُوْهُمْ اِلى عَذَابِ السَّعِيْرِ. لقمان: 21
Dan apabila dikatakan kepada
mereka, "Ikutilah apa yang diturunkan Allah". Mereka menjawab: "(Tidak), tapi
kami (hanya) mengikuti apa yang kami dapati bapak-bapak kami mengerjakannya".
Dan apakah mereka (akan mengikuti bapak-bapak mereka) walaupun syaithan itu
menyeru mereka ke dalam siksa api yang menyala-nyala
(neraka)?. [QS. Luqman :
21]
Namun diantara kaum
muslimin ada yang mengatakan bahwa orang Islam itu wajib bertaqlid kepada salah
satu madzhab. Maka pendapat yang demikian itu tentu tidak sesuai dengan apa yang
dituntunkan oleh Al-Qur'an dan As-Sunnah, dan kita tahu bahwa para shahabat Nabi
dan orang-orang yang lahir sebelum imam madzhab itu tentu tidak ada yang
bermadzhab. Bahkan para imam madzhab tersebut telah berpesan sebagai berikut
:
Imam
Abu Hanifah berkata :
اُتـْرُكُوْا قَوْلـِى لِقَوْلِ اللهِ وَ رَسُوْلـِهِ وَ
الصَّحَابَةِ.
Tinggalkanlah
perkataan (pendapatku) yang berlawanan dengan firman Allah, sabda Rasul-Nya dan
perkataan shahabat.
لاَ يَحِلُّ ِلاَحَدٍ اَنْ يَقُوْلَ بِقَوْلــِنَا حَتَّى يَعْلَمَ مِنْ
اَيْنَ قُلْنَاهُ.
Tidak
halal bagi seseorang yang berkata dengan perkataan kami sehingga mengetahui dari
mana kami mengatakannya.
حَرَامٌ عَلَى مَنْ لَمْ يَعْرِفْ دَلِيْلِى اَنْ يُفْتِيَ
كَلاَمِى.
Haram
atas orang yang belum mengetahui dalil (alasan) fatwaku untuk berfatwa dengan
perkataanku.
اِنَّهُ قِيْلَ ِلاَبِى حَنِيْفَةَ: اِذَا قُلْتَ قَوْلاً وَ كِتَابُ
اللهِ يُخَالِفُهُ ؟ قَالَ: اُتْرُكُوْا قَوْلِى بِكِتَابِ اللهِ. فَقِيْلَ لَهُ:
اِذَا كَانَ خَبَرُ الرَّسُوْلِ يُخَالِفُهُ ؟ قَالَ: اُتْرُكُوْا قَوْلِى بِخَبَرِ
الرَّسُوْلِ ص. فَقِيْلَ لَهُ: اِذَا كَانَ قَوْلُ الصَّحَابِيّ يُخَالِفُهُ ؟
قَالَ: اُتْرُكُوْا قَوْلِى بِقَوْلِ الصَّحَابِيّ.
Bahwasanya
Imam Abu Hanifah pernah ditanya, "Bagaimana apabila engkau mengatakan suatu
pendapat, sedangkan Kitab Allah menyalahkannya ?". Beliau menjawab,
"Tinggalkanlah pendapatku dan ikutilah Kitab Allah". Lalu beliau ditanya lagi :
"Bagaimana kalau hadits Rasulullah SAW menyalahkannya ?" Beliau menjawab:
'Tinggalkanlah pendapatku dan ikutilah hadits Rasulullah SAW ?" Dan beliau
ditanya lagi, "Bagaimana kalau perkataan shahabat menyalahkannya ?". Beliau
menjawab, "Tinggalkanlah pendapatku dan ikutilah perkataan shahabat
itu''.
اِنْ كَانَ قَوْلِى يُخَالِفُ كِتَابَ اللهِ وَ خَبَرَ الرَّسُوْلِ
فَاتْرُكُوْا قَوْلِى.
Jika
pendapatku menyalahi Kitab Allah dan Sunnah Rasul, maka tinggalkanlah
pendapatku.
Dan
Imam Abu Hanifah apabila memberi fatwa tentang suatu perkara, beliau mengatakan
:
هذَا رَأْيُ النُّعْمَانِ بـْنِ ثَابِتٍ وَ هُوَ اَحْسَنُ مَا
قَدَّرْنَا عَلَـيْهِ. فَمَنْ جَاءَ بِاَحْسَنَ مِنْهُ فَهُوَ اَوْلَى
بِالصَّوَابِ.
Ini
pendapat An-Nu'man bin Tsabit (Imam Abu Hanifah), dan ini sebaik-baik yang telah
kami pertimbangkan. Barang siapa yang datang dengan membawa yang lebih baik dari
padanya, maka itulah yang lebih dekat dengan kebenaran.
Perkataan
Imam Abu Hanifah di atas jelas memberikan pengertian kepada kita bahwa beliau
tidak suka dan melarang ummat Islam bertaqlid kepada pendapat (madzhab)
beliau.
Imam
Malik berkata :
اِنَّمَا اَنَا بَشَرٌ اُخْطِئُ وَ اُصِيْبُ فَانْظُرُوْا فِى رَأْيِى
فَكُلُّ مَا وَافَقَ اْلكِتَابَ وَ السُّنَّةَ فَخُذُوْهُ وَ كُلُّ مَا لَمْ
يُوَافِقِ اْلكِتَابَ وَ السُّنَّةَ فَاتْرُكُوْهُ.
Aku
ini hanya seorang manusia yang terkadang salah, dan terkadang betul. Oleh karena
itu, perhatikanlah pendapatku. Tiap-tiap yang cocok dengan Kitabullah dan Sunnah
Rasul, maka ambillah dia, dan tiap-tiap yang tidak cocok dengan Kitabullah dan
Sunnah Rasul, maka tinggalkanlah.
كُلُّ اَحَدٍ يُؤْخَذُ مِنْ كَلاَمِهِ وَيُرَدُّ عَلَيْهِ اِلاَّ
صَاحِبَ هذَا اْلقَبْرِ. وَ يُشِيْرُ اِلَى الرَّوْضَةِ الشَّرِيْفَةِ. وَ فِى
رِوَايَةٍ: كُلُّ كَلاَمٍ مِنْهُ مَقْبُوْلٌ وَ مَرْدُوْدٌ اِلاَّ كَلاَمَ صَاحِبِ
هذَا اْلقَبْرِ.
Setiap
orang boleh diambil perkataannya dan boleh pula ditolak, kecuali perkataan
penghuni qubur ini (beliau sambil menunjuk kearah makam yang mulia (makam Nabi
SAW). Dan dalam riwayat lain : "Semua perkataan orang itu boleh diterima dan
boleh ditolak, kecuali perkataan penghuni qubur ini".
اِنَّمَا اَنَا بَشَرٌ اُخْطِئُ وَ اُصِيْبُ فَاَعْرِضُوْا قَوْلِى
عَلَى اْلكِتَابِ وَ السُّنَّةِ
Sesungguhnya
aku ini hanya manusia biasa, yang boleh jadi salah dan boleh jadi benar, maka
dari itu cocokkanlah pendapatku itu dengan kitab Allah dan sunnah
Rasul.
لَيْسَ كُلَّمَا قَالَ رَجُلٌ قَوْلاً وَ اِنْ كَانَ لَهُ فَضْلٌ
يُتْبَعُ عَلَـيْهِ.
Tidak
setiap pendapat yang dikatakan oleh seseorang itu harus diikut, walaupun dia
mempunyai kelebihan.
Beliau
pernah berpesan kepada Ibnu Wahb :
يَا عَبْدَ اللهِ، مَا عَلِمْتَهُ فَقُلْ بِهِ وَ دُلَّ عَلَـيْهِ.
وَمَا لَمْ تَعْلَمْ فَاسْكُتْ عَنْهُ. وَ اِيَّاكَ اَنْ تُقَلّدَ النَّاسَ
قِلاَدَةَ سُوْءٍ.
Wahai
Abdullah, apa-apa yang telah engkau ketahui, maka katakanlah dengannya dan
tunjukkanlah dasarnya, dan apa-apa yang engkau belum mengetahuinya, maka
hendaklah engkau diam darinya, dan jauhkanlah dirimu dari bertaqlid kepada orang
dengan taqlid yang buruk.
Perkataan
Imam Malik di atas, jelas melarang bertaqlid kepada seseorang, termasuk
bertaqlid kepada pendapat beliau sendiri, karena beliau itupun manusia biasa
yang fatwa atau pendapatnya bisa juga benar, dan bisa juga salah, tetapi
hendaklah mengikut kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya.
Imam
Syafi'i berkata :
لاَ قَوْلَ ِلاَحَدٍ مَعَ سُنَّةِ رَسُوْلِ اللهِ ص.
Tidak
boleh diterima perkataan seseorang jika berlawanan dengan sunnah Rasulullah
SAW.
اِذَا صَحَّ اْلحَدِيْثُ فَهُوَ مَذْهَبِى.
Apabila
telah shah satu hadits, maka itulah madzhabku.
اِذَا صَحَّ خَبَرٌ يُخَالِفُ مَذْهَبِى فَاتَّبِعُوْهُ وَاعْلَمُوْا
اَنَّهُ مَذْهَبِى.
Apabila
telah shah khabar dari Nabi SAW yang menyalahi madzhabku, maka ikutilah khabar
itu, dan ketahuilah bahwa itulah madzhabku.
كُلُّ مَسْأَلَةٍ تَكَلَّمْتُ فِيْهَا صَحَّ اْلخَبَرُ فِيْهَا عَنِ
النَّبِيّ ص عِنْدَ اَهْلِ النَّقْلِ بِخِلاَفِ مَا قُلْتُ، فَاَنَا رَاجِعٌ
عَنْهَا فِى حَيَاتِى وَ بَعْدَ مَمَاتِى.
Tiap-tiap
masalah yang pernah saya bicarakan, kemudian ada hadits yang riwayatnya sah dari
Rasulullah SAW dalam masalah itu di sisi ahli hadits dan menyalahi fatwaku, maka
aku ruju' (tarik kembali) dari fatwaku itu diwaktu aku masih hidup maupun
sesudah mati.
اِذَا وَجَدْتُمْ فِى كِتَابِى خِلاَفَ سُنَّةِ رَسُوْلِ اللهِ ص
فَقُوْلُوْا بِسُنَّةِ رَسُوْلِ اللهِ.
Apabila
kalian dapati di dalam kitabku sesuatu yang menyalahi sunnah Rasulullah SAW,
maka hendaklah kalian berkata dengan sunnah Rasulullah SAW (dan tinggalkanlah
perkataanku).
اِذَا وَجَدْتُمْ قَوْلِى يُخَالِفُ قَوْلَ رَسُوْلِ اللهِ ص
فَاضْرِبُوْا بِقَوْلِى عُرْضَ اْلحَائِطِ.
Apabila
kalian mendapati pendapatku menyalahi perkataan Rasulullah SAW, maka
lemparkanlah pendapatku ketepi dinding.
مَا قُلْتُ وَكَانَ النَّبِيُّ ص قَدْ قَالَ بِخِلاَفِ قَوْلِى فَمَا
صَحَّ مِنْ حَدِيْثِ النَّبِيّ ص اَوْلَى وَ لاَ تُقَلّدُوْنِى.
Apasaja
yang telah aku katakan, apabila Nabi SAW telah mengatakan dengan menyalahi
perkataanku, maka apa yang telah shah dari hadits Nabi SAW itulah yang lebih
pantas (untuk diambil), dan janganlah kalian bertaqlid kepadaku.
اِذَا صَحَّ اْلحَدِيْثُ عَلَى خِلاَفِ قَوْلِى فَاضْرِبُوْا قَوْلِى
بِاْلحَائِطِ وَاعْمَلُوْا بِاْلحَدِيْثِ الضَّابِطِ.
Apabila
telah sah suatu hadits dan menyalahi pendapatku, maka buanglah pendapatku ke
arah dinding, dan amalkanlah olehmu dengan hadits yang kokoh kuat
itu.
كُلُّ شَيْئٍ خَالَفَ اَمْرَ رَسُوْلِ اللهِ ص سَقَطَ، وَلاَ يَقُوْمُ
مَعَهُ رَأْيٌ وَلاَ قِيَاسٌ
Tiap-tiap
sesuatu yang menyalahi perintah Rasulullah SAW jatuhlah ia, dan tidak bisa
digunakan bersamanya pendapat dan tidak pula qiyas.
Imam
Syafi'i berkata kepada Abu Ishaq :
يَا اَبَا اِسْحَاقَ لاَ تُقَلّدْنِى فِى كُلّ مَا اَقُوْلُ وَ انْظُرْ
فِى ذَالِكَ لِنَفْسِكَ فَاِنَّهُ دِيْنٌ.
Hai
Abu Ishaq, janganlah kamu bertaqlid kepadaku pada setiap apa yang aku katakan,
dan perhatikanlah yang demikian itu untuk dirimu, karena ia itu
agama.
Perkataan
Imam Syafi'i di atas jelas melarang orang bertaqlid kepada madzhab beliau, dan
memerintahkan supaya orang beragama itu mengikuti kitab Allah dan sunnah Nabi
SAW.
Imam
Ahmad bin Hanbal berkata :
لاَ تُقَلّدْنِى وَ لاَ مَالِكًا وَ لاَ الشَّافِعِيَّ وَ لاَ
اْلاَوْزَاعِيَّ وَ لاَ الثَّوْرِيَّ وَ خُذْ مِنْ حَيْثُ اَخَذُوْا.
Jangan
engkau bertaqlid kepadaku, jangan kepada Malik, jangan kepada Syafi'i dan jangan
kepada Al-Auza'iy dan jangan kepada Ats-Tsauriy, tetapi ambillah (agamamu) dari
tempat mereka mengambilnya (yaitu Al-Qur'an dan Hadits).
مِنْ قِلَّةِ فِقْهِ الرَّجُلِ اَنْ يُقَلّدَ دِيْـنَهُ
الرّجَالَ.
Diantara
tanda sedikitnya pengertian seseorang itu ialah bertaqlid kepada orang lain
tentang urusan agama.
لاَ تُقَلّدْ دِيْنَكَ اَحَدًا.
Janganlah
engkau bertaqlid terhadap seseorang tentang agamamu.
لاَ تُقَلّدْ دِيْنَكَ اَحَدًا مِنْ هؤُلاَءِ. مَا جَاءَ عَنِ النَّبِيّ
وَ اَصْحَابِهِ فَخُذْ بِهِ.
Janganlah
kamu bertaqlid tentang agamamu kepada seseorang diantara para ulama, tetapi apa
yang datang dari Nabi SAW dan shahabatnya, maka ambillah dia.
اُنْظُرُوْا فِى اَمْرِ دِيْنِكُمْ. فَاِنَّ التَّقْلِـيْدَ لِغَيْرِ
اْلمَعْصُوْمِ مَذْمُوْمٌ وَ فِيْهِ عُمْيٌ لِلْبَصِيْرَةِ
Perhatikanlah
tentang urusan agama kalian, karena sesungguhnya taqlid kepada orang yang tidak
ma'shum itu tercela, dan padanya ada kebutaan hati.
لاَ تُقَلّدْ دِيْـنَكَ الرّجَالَ. فَإِنَّهُمْ لَمْ يَسْلَمُوْا اَنْ
يَغْلُطُوْا.
Janganlah
kamu bertaqlid kepada orang-orang tentang agamamu, karena sesungguhnya mereka
itu tidak terjamin dari kesalahan.
Perkataan
Imam Ahmad bin Hanbal di atas jelas melarang bertaqlid, baik bertaqlid kepada
madzhab beliau sendiri maupun kepada imam-imam atau ulama-ulama yang
lain.
Itulah
antara lain ucapan-ucapan dari beliau-beliau para imam itu, dengan jujur
melarang siapa saja bertaqlid kepada pendapat/madzhab
mereka.
Setelah
kita mengetahui apa-apa yang dipesankan atau dikatakan oleh para imam itu,
jelaslah bagi kita bahwa orang yang mengatakan; orang Islam itu wajib
mengikuti salah satu madzhab dan orang yang tidak bermadzhab itu sesat,
adalah nyata-nyata menyalahi Al-Qur'an, menyalahi sabda Nabi SAW. dan
menyalahi pula pesan dan perkataan para Imam Rahimahumullooh itu
sendiri.
Shahabat-shahabat
Nabi dan orang-orang yang lahir sebelum lahirnya para imam madzhab itu juga
tidak ada yang bermadzhab, bahkan sama sekali tidak
mengenalnya.
Dan
Imam Abu Hanifah (80 H - 150 H) tidak bermadzhab Syafi'i, Imam Malik (93 H
–
179 H) tidak bermadzhab Syafi'i maupun Hanafi. Begitu pula Imam Syafi'i (150 H
–
204 H) tidak bermadzhab Hanafi maupun Maliki, dan Imam Ahmad bin Hanbal (164 H
–
241 H) tidak bermadzhab Hanafi, Maliki maupun Syafi'i.
Marilah
kita berfikir secara wajar karena Allah selalu mendidik kita supaya berfikir
dengan wajar. Firman-Nya :
اَفَلاَ تَعْقِلُوْنَ ؟ البقرة:44 (Tidakkah kamu
berakal ?)
اَفَلاَ تَتَفَكَّرُوْنَ ؟ الانعام:50 (Tidakkah kamu
berfikir ?)
Dengan penjelasan ini,
marilah kita dalam beragama berpegang kepada Al-Qur'an dan As-Sunnah, dan tidak
bertaqlid kepada seseorang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar