Makmum
masbuq
عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: اِذَا جِئْتُمْ
اِلىَ الصَّلاَةِ وَ نَحْنُ سُجُوْدٌ فَاسْجُدُوْا وَلاَ تَعُدُّوْهَا شَيْئًا. وَ
مَنْ اَدْرَكَ الرَّكْعَةَ فَقَدْ اَدْرَكَ الصَّلاَةَ. ابو داود 1: 236، رقم 893
Dari
Abu Hurairah, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda,
"Apabila kalian datang untuk shalat sedang kami dalam keadaan sujud, maka
bersujudlah kalian. Dan janganlah dihitung (satu
rekaat). Dan barangsiapa mendapatkan satu rekaat, berarti ia mendapatkan
shalat itu".
[HR. Abu Dawud juz 1, hal. 236, no.
893].
عَنْ عَلِيّ بْنِ اَبِى طَالِبٍ وَ مُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ قَالاَ: قَالَ
رَسُوْلُ اللهِ ص: اِذَا اَتَى اَحَدُكُمُ الصَّلاَةَ وَ اْلاِمَامُ عَلَى حَالٍ
فَلْيَصْنَعْ كَمَا يَصْنَعُ اْلاِمَامُ. الترمذى 2: 51، رقم 588
Dari
Ali bin Abu Thalib dan Mu'adz bin Jabal, mereka berkata
: Rasulullah SAW bersabda, "Apabila seseorang diantara kalian datang
untuk shalat sedangkan imam dalam suatu keadaan, maka hendaklah ia berbuat
sebagaimana yang diperbuat imam".
[HR. At-Tirmidzi juz 2, hal. 51, no. 588]
Keterangan
:
Apabila
kita menjadi makmum masbuq, maka hendaklah kita memperbuat sebagaimana yang
diperbuat imam, misalnya : imam dalam keadaan sujud, setelah kita takbiratul
ihram lalu sujud sebagaimana yang diperbuat imam, atau jika imam dalam keadaan
ruku' maka setelah takbiratul ihram lalu kita ruku', tetapi yang demikian itu
jangan dihitung satu rekaat. Kemudian setelah imam salam, kita berdiri untuk menyempurnakan rekaat yang
ketinggalan tersebut.
Orang yang sudah shalat
munfarid maupun jama'ah, boleh mengikuti shalat jama'ah lagi
عَنْ يَزِيْدَ بْنِ اْلاَسْوَدِ اَنَّهُ صَلَّى مَعَ رَسُوْلِ اللهِ ص
صَلاَةَ الصُّبْحِ. فَلَمَّا صَلَّى رَسُوْلُ اللهِ ص اِذَا هُوَ بِرَجُلَيْنِ لَمْ
يُصَلّيَا فَدَعَا بِهِمَا فَجِيْءَ بِهِمَا تَرْعُدُ فَرَائِصُهُمَا فَقَالَ
لَهُمَا: مَا مَنَعَكُمَا اَنْ تُصَلّيَا مَعَنَا؟ قَالاَ: قَدْ صَلَّيْنَا فِى
رِحَالِنَا. قَالَ: فَلاَ تَفْعَلاَ اِذَا صَلَّيْتُمَا فِى رِحَالِكُمَا ثُمَّ
اَدْرَكْتُمَا اْلاِمَامَ وَ لَمْ يُصَلّ فَصَلّيَا مَعَهُ فَاِنَّهَا لَكُمَا
نَافِلَةٌ. احمد و اللفظ له و الثلاثة و صححه ابن حبان و الترمذى، فى بلوغ
المرام، رقم 428
Dari
Yazid bin Al-Aswad, sesungguhnya ia pernah shalat
Shubuh bersama Rasulullah SAW. Setelah Rasulullah SAW selesai shalat, beliau mengetahui
ada dua orang yang tidak ikut shalat, maka beliau menyuruh untuk memanggil
mereka, lalu mereka dibawa dalam keadaan gemetar daging rusuk mereka. Beliau
bersabda : "Apa yang menghalangimu berdua shalat
bersama kami ?" Mereka menjawab : "Kami sudah shalat
ditempat kami !". Beliau bersabda : "Janganlah kalian
berbuat demikian. Apabila kalian telah shalat di rumah kalian, lalu menemukan
imam belum shalat, maka hendaklah kalian shalat bersamanya, karena yang demikian
itu menjadi shalat sunat bagi kalian".
[HR. Ahmad dan lafadh itu baginya, dan Tsalatsah, disahkan oleh Ibnu Hibban dan
Tirmidzi, dalam Bulughul Maram hadits no. 428]
Memutus
jama'ah lalu melanjutkannya dengan shalat munfarid
عَنْ جَابِرٍ قَالَ: كَانَ مُعَاذٌ يُصَلّى مَعَ النَّبِيّ ص ثُمَّ
يَأْتِى فَيَؤُمُّ قَوْمَهُ، فَصَلَّى لَيْلَةً مَعَ النَّبِيّ ص اْلعِشَاءَ ثُمَّ
اَتَى قَوْمَهُ فَاَمَّهُمْ فَافْتَتَحَ بِسُوْرَةِ اْلبَقَرَةِ فَانْحَرَفَ رَجُلٌ
فَسَلَّمَ، ثُمَّ صَلَّى وَحْدَهُ وَ انْصَرَفَ، فَقَالُوْا لَهُ اَنَافَقْتَ يَا
فُلاَنُ؟ قَالَ: لاَ، وَ اللهِ وََلآتِيَنَّ رَسُوْلَ اللهِ ص فَلاُخْبِرَنَّهُ.
فَاَتَى رَسُوْلَ اللهِ فَقَالَ: يَا رَسُوْلَ اللهِ اِنَّا اَصْحَابُ نَوَاضِحَ
نَعْمَلُ بِالنَّهَارِ وَ اِنَّ مُعَاذًا صَلَّى مَعَكَ اْلعِشَاءَ ثُمَّ اَتَى
فَافْتَتَحَ بِسُوْرَةِ اْلبَقَرَةِ. فَاَقْبَلَ رَسُوْلُ اللهِ ص عَلَى مُعَاذٍ
فَقَالَ: يَا مُعَاذُ اَفَتَّانٌ اَنْتَ؟ اِقْرَأْ بِكَذَا وَ اقْرَأْ
بِكَذَا. مسلم
Dari
Jabir, ia berkata : Adalah Mu’adz
biasa shalat bersama Nabi SAW, kemudian datang lalu mengimami kaumnya (di
kampung mereka). Maka pernah pada suatu malam ia shalat
‘Isya
bersama Nabi SAW lalu datang kepada kaumnya lalu mengimami mereka. Ia memulai dengan membaca
surat
Al-Baqarah. Maka ada salah seorang berpaling ~memutus
shalatnya~ kemudian shalat sendirian, lalu pergi. Kemudian orang-orang
berkata kepadanya, “Apakah
engkau menjadi munafiq hai Fulan !”.
Ia menjawab, “Tidak,
demi Allah ! Sungguh aku akan
menghadap Rasulullah SAW dan kuceritakan hal ini”.
Kemudian ia datang kepada Rasulullah SAW dan berkata,
“Ya,
Rasulullah, sesungguhnya kami ini orang-orang pekerja, kami bekerja di siang
hari, sesungguhnya Mu’adz
setelah shalat ‘Isya
bersama tuan lalu ia datang (mengimami kami). Ia
memulai dengan membaca surat
Al-Baqarah”.
Lalu Rasulullah SAW berpaling kepada Mu’adz
sambil bersabda, "Hai Mu'adz ! Apakah engkau hendak
menjadi tukang penyusah ? Bacalah
surat
ini dan ini".
[HSR. Muslim, Juz I hal 339]
Dan
yang dimaksud "Bacalah surat
ini dan ini" dalam hadits tersebut ialah sebagaimana Sabda Rasulullah SAW kepada
Mu'adz sebagai berikut :
اِذَا
اَمَمْتَ النَّاسَ فَاقْرَأْ: بِالشَّمْسِ وَ ضُحَاهَا، وَ سَبّحِ اسْمَ رَبّكَ
اْلاَعْلَى، وَ اقْرَأْ بِاسْمِ رَبّكَ، وَ اللَّيْلِ اِذَا يَغْشَى. مسلم
"Apabila
engkau mengimami orang banyak, bacalah : Wasy-syamsi
wa dluhaahaa dan Sabbihisma rabbikal-a'laa dan Iqra' bismi
rabbika dan Wallaili idzaa yaghsyaa".
[HR Muslim juz 1, hal. 340]
Keterangan
:
Dari
hadits tersebut bisa difahami bahwa : Agama memberi
kelonggaran bagi seseorang yang mempunyai keperluan yang penting dan mendesak
untuk memutus dari jama'ah dan melaksanakan shalat sendirian melanjutkan
kekurangannya apabila dirasanya imam berlebih-lebihan menurut pertimbangan agama
dalam shalat tersebut, mungkin surat
yang dibacanya terlalu panjang atau karena hal lain yang bersangkutan dengan
shalat itu, misalnya :
Sang imam salah dalam rukun shalat; yang
seharusnya ia berdiri untuk rakaat yang terakhir pada shalat yang empat rakaat,
tetapi ia duduk untuk tasyahhud akhir karena lupa dan walaupun telah
diperingatkan dengan ucapan "subhaanallooh" (bila makmumnya
laki-laki) atau dengan bertepuk tangan (kalau makmumnya wanita), namun ia tetap
duduk. Maka bila terjadi demikian, makmum boleh memilih apakah ia memutus dari shalat jama'ah itu dan melanjutkan sendiri
atau duduk mengikuti imam dan setelah imam salam ia melanjutkan kekurangan yang
satu rakaat tersebut.
Atau bila imam tidak tertib dalam
menjalankan shalatnya, misalnya ; terlalu cepat dalam
tiap-tiap bacaan maupun perubahan dari rukun ke rukun sehingga menghilangkan
kekhusyu'an dan thuma'ninah shalat tersebut, maka makmum diperkenankan untuk
memutus dari jamaah lalu shalat sendiri dengan baik.
Membaca
Al-Fatihah di belakang imam yang membaca jahr.
Tentang
Ma'mum wajib membaca Al-Fatihah atau tidak, apabila Imam membaca dengan jahr, disini ulama' berbeda pendapat.
Masing-masing mempunyai alasan yang secara ringkas sebagai berikut :
1.
Golongan pertama, berpendapat bahwa Makmum wajib membaca Al-Fatihah di
belakang imam, sekalipun imamnya membaca jahr dengan alasan sebagai berikut :
عَنْ عُبَادَةَ قَالَ: صَلَّى رَسُوْلُ اللهِ ص الصُّبْحَ فَثَقُلَتْ
عَلَيْهِ اْلقِرَاءَةُ. فَلَمَّا انْصَرَفَ قَالَ: اِنّى اَرَاكُمْ تَقْرَءُوْنَ
وَرَاءَ اِمَامِكُمْ؟ قَالَ: قُلْنَا: يَا رَسُوْلَ اللهِ اِيْ وَ اللهِ! قَالَ:
لاَ تَفْعَلُوْا اِلاَّ بِاُمّ اْلقُرْآنِ فَاِنَّهُ لاَ صَلاَةَ لِمَنْ لَمْ
يَقْرَأْبِهَا. ابو داود و الترمذى، فى نيل الاوطار
Dari
'Ubadah, ia berkata : Rasulullah SAW pernah shalat
Shubuh, tiba-tiba bacaan beliau menjadi berat (karena terganggu). Maka setelah
selesai, Rasulullah SAW bersabda, "Saya merasa bahwa kalian membaca di belakang
Imam kalian ?". 'Ubadah berkata
: Kami menjawab, "Demi Allah, betul ! Ya
Rasulullah". Beliau bersabda, "Janganlah kalian berbuat
demikian, kecuali Ummul Qur'an (Al-Fatihah). Karena
sesungguhnya tidak sah shalat orang yang tidak membacanya".
[HR. Abu Dawud dan Tirmidzi, dalam Nailul Authar juz 2, hal.
243]
عَنْ عُبَادَةَ اَنَّ النَّبِيَّ ص قَالَ: لاَ يَقْرَأَنَّ اَحَدٌ
مِنْكُمْ شَيْئًا مِنَ اْلقُرْآنِ اِذَا جَهَرْتُ بِاْلقِرَاءَةِ اِلاَّ بِاُمّ
اْلقُرْآنِ. الدارقطنى و قال رجاله كلهم ثقات، فى نيل الاوطار
Dari
'Ubadah ia berkata : Sesungguhnya Nabi SAW bersabda,
"Janganlah seseorang diantara kalian membaca sesuatu dari Al-Qur'an apabila aku
membaca dengan jahr, kecuali Ummul Qur'an".
[HR. Daruquthni, ia berkata, "Sanadnya semuanya
dapat dipercaya", dalam Nailul Authar juz 2, hal. 243]
2.
Golongan kedua berpendapat, bahwa Makmum wajib mendengarkan bacaan Imam,
berdasar firman Allah dan hadits-hadits Nabi SAW.
Firman Allah SWT :
وَ اِذَا قُرِئَ اْلقُرْانُ فَاسْتَمِعُوْا لَه وَ اَنْصِتُوْا
لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُوْنَ. الاعراف:204
Dan
apabila dibacakan Al-Qur'an hendaklah kamu mendengarkannya serta diam
(memperhatikan), supaya kamu diberi rahmat.
[Al-A'raf : 204]
عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ ص قَالَ: اِنَّمَا جُعِلَ
اْلاِمَامُ لِيُؤْتَمَّ بِهِ. فَاِذَا كَبَّرَ فَكَبّرُوْا وَ اِذَا قَرَأَ
فَاَنْصِتُوْا. الخمسة الا الترمذى و قال مسلم: هو صحيح، فى نيل الاوطار
Dari
Abu Hurairah, ia berkata : Sesungguhnya Rasulullah SAW
bersabda, "Hanyasanya imam itu dijadikan untuk diturut, jika dia bertakbir maka
bertakbirlah dan jika dia membaca (Al-Qur'an) maka diam dan
perhatikanlah".
[HR. Khamsah kecuali Tirmidzi, Muslim berkata, "Hadits itu Shahih",
Nailul Authar Juz II hal 240]
عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ ص انْصَرَفَ مِنْ صَلاَةٍ
جَهَرَ فِيْهَا بِاْلقِرَاءَةِ. فَقَالَ: هَلْ قَرَأَ مَعِى اَحَدٌ مِنْكُمْ
آنِفًا؟ فَقَالَ رَجُلٌ: نَعَمْ يَا رَسُوْلَ اللهِ. قَالَ: فَاِنّى اَقُوْلُ
مَالِى اُنَازَعُ اْلقُرْآنَ؟ قَالَ: فَانْتَهَى النَّاسُ عَنِ اْلقِرَاءَةِ مَعَ
رَسُوْلِ اللهِ ص فِيْمَا يَجْهَرُ فِيْهِ رَسُوْلُ اللهِ ص بِاْلقِرَاءَةِ مِنَ
الصَّلَوَاتِ بِاْلقِرَاءَةِ حِيْنَ سَمِعُوْا ذلِكَ مِنْ رَسُوْلِ اللهِ
ص. ابو داود و النسائى و الترمذى و قال: حديث حسن، فى نيل
الاوطار
Dari
Abu Hurairah, ia berkata : Sesungguhnya pernah
Rasulullah SAW setelah selesai dari satu shalat yang beliau baca dengan jahr
(nyaring), lalu beliau bersabda, "Apakah tadi diantara kalian ada yang membaca
bersama-sama aku ?". Maka ada seorang laki-laki menjawab,
"Saya, ya Rasulullah". Rasulullah SAW bersabda, "Aku mau bertanya,
mengapa aku dilawan dalam membaca Al-Qur'an ?". Abu
Hurairah berkata, "Sesudah itu orang-orang berhenti dari membaca bersama
Rasulullah SAW diwaktu shalat yang Rasulullah membacanya dengan jahr (nyaring)
setelah mereka mendengar yang demikian itu dari Rasulullah SAW".
[HR. Abu Dawud, Nasai, Tirmidzi, dan ia berkata,
"Ini hadits Hasan". Dalam Nailul Authar juz 2,
hal. 242]
3.
Golongan ketiga berpendapat, bahwa Makmum tidak boleh membaca apapun
termasuk Al-Fatihah dibelakang seorang Imam, baik Imamnya membaca jahr maupun
sir; karena menurut pendapat mereka bacaan Imam adalah bacaan Makmumnya pula ,
maka dengan Imam membaca itu sudah mencakup bagi seluruh Makmumnya. Dengan
alasan sebagai berikut :
اِنَّ النَّبِيَّ ص قَالَ: مَنْ كَانَ لَهُ اِمَامٌ فَقِرَاءَةُ
اْلاِمَامِ لَهُ قِرَاءَةٌ. احمد و الدارقطنى عن عبد الله بن شداد
Sesungguhnya
Nabi SAW bersabda, "Barangsiapa (shalat) bersama Imam maka bacaan Imam itu jadi bacaan baginya".
[HR. Ahmad dan Daruquthni dari Abdullah bin Syaddad]
كَانَ رَجُلٌ يَقْرَأُ وَرَاءَ رَسُوْلِ اللهِ ص فَجَعَلَ رَجُلٌ
يُوْمِئُ اِلَيْهِ اَنْ لاَ يَقْرَأَ فَلَمَّا قَضَى رَسُوْلُ اللهِ ص قَالَ لَهُ
الرَّجُلُ: مَا لَكَ تَقْرَأُ خَلْفَ اْلاِمَامِ؟ فَقَالَ: مَالَكَ تَنْهَانِى اَنْ
اَقْرَأَ؟ فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص اِذَا كَانَ لَكَ اِمَامٌ فَاِنَّ قِرَاءَتَهُ
لَكَ قِرَاءَةٌ. الخلال عن عبد الله بن شداد
Seorang
laki-laki pernah membaca di belakang Rasulullah SAW maka seorang laki-laki
(lain) memberi isyarat kepadanya supaya dia tidak
membaca.
(Orang itu tidak menurut), dan tetap membaca. Setelah
Rasulullah SAW selesai (salam), maka laki-laki itu berkata kepada orang
tersebut, "Mengapa engkau membaca di belakang Imam ?".
Ia menjawab, "Mengapa engkau melarang aku membaca ?".
Maka Rasulullah SAW bersabda, "Apabila engkau mengikuti imam, maka sesungguhnya
bacaan Imam itu menjadi bacaan bagimu".
[HR. Al-Khallal dari Abdullah bin Syaddad]
Keterangan
:
Pengarang
Al-Muntaqa berkata, "Hadits riwayat Ibnu Syaddad (yang dijadikan hujjah golongan
ketiga) itu telah diriwayatkan juga dengan tidak putus sanadnya dari beberapa
jalan yang semuanya lemah.
Demikianlah
tentang membaca Al-Fatihah di belakang Imam yang
membaca dengan jahr.
Adapun kami condong kepada
pendapat golongan kedua, yaitu : Bahwa seorang Makmum
dibelakang Imam yang membaca dengan jahr (nyaring) maka ia wajib diam dan
memperhatikan bacaan imam tersebut, sebagaimana keterangan di
atas.
Adapun
hadits-hadits yang menjelaskan tidak sah shalat kecuali dengan membaca
Al-Fatihah, itu maksudnya ialah
:
1. Bagi Imam, baik ia
membaca jahr atau sir.
2. Bagi Makmum yang Imamnya membaca dengan sir
atau meskipun jahr tetapi tidak mendengar (misalnya sebab tempatnya terlalu
jauh).
3. Bagi orang yang shalat Munfarid
(sendirian).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar