1/23/2013

Nabi dan kaum muslimin menghalau musuh yang akan kembali ke Madinah

Nabi SAW bersama tentara muslimin sampai di Madinah dari Uhud pada hari Sabtu malam tanggal 16 Syawal tahun 3 H. Kemudian pada malam itu juga beliau SAW mendengar khabar bahwa perjalanan tentara Quraisy sedang sampai di Ar-Rauhaa’, dan tengah berunding akan kembali menuju Madinah untuk menghancurkan kaum muslimin.
Sebagaimana telah diketahui bahwa peperangan Uhud dihentikan oleh pihak musyrikin. Kemudian setelah mereka menguburkan para korban lalu pulang ke Makkah. Dan pada waktu itu rupanya mereka telah merasa puas, karena telah dapat menghindarkan dari kekalahan mereka. Tetapi setelah perjalanan mereka agak jauh dari Uhud, dan ketika mereka sedang beristirahat di Ar- Rauhaa’, terpikirlah oleh Abu Sufyan dan sebagian para kawannya, bahwa mereka tidak memperoleh kemenangan dalam peperangan itu sebagaimana yang diharapkan. Buktinya Muhammad dan pengikutnya belum dapat dibinasakan, dan mereka tidak membawa tawanan dari tentara Islam seorangpun. Oleh sebab itu, di tempat tersebut mereka lalu mengadakan perundingan.
Abu Sufyan selaku panglima mereka berpendapat : Lebih baik kembali menyerbu dan menyerang kota Madinah serta menghancur-binasakan kaum muslimin. Karena jika tidak dihancurkan tentu di lain waktu Muhammad dan para pengikutnya akan melawan kaum Quraisy lagi dengan perlawanan yang lebih hebat. Maka sebelum Muhammad dan pengikutnya mempunyai kekuatan yang lebih besar lagi, lebih baik harus dihancurkan terlebih dahulu.
Demikianlah pendapat Abu Sufyan, dan pendapat ini oleh sebagian kaum Quraisy ditolak dengan keras, yang dipelopori oleh Shafwan bin Umayyah, seorang yang termasuk tokoh mereka.
Sekalipun demikian, namun Abu Sufyan bersikeras mempertahankan pendapatnya, dan mendapat dukungan dari para perempuan mereka. Mereka bersikeras untuk kembali ke utara menggempur kota Madinah dan menghancurkan Nabi Muhammad beserta para pengikutnya.
Pendapat Abu Sufyan pada mulanya memang berpengaruh, tetapi akhirnya tidak banyak yang menyetujuinya, sehingga perundingan pada malam itu belum dapat diambil suatu keputusan.
Pada keesokan harinya, yaitu hari Ahad 16 Syawal, sehabis Nabi SAW mengerjakan shalat Shubuh, beliau memerintah shahabat Bilal supaya berseru memanggil orang-orang yang kemarin baru saja datang dari Uhud agar segera bersiap-siap unruk mengejar musuh. Adapun orang-orang yang kemarin tidak ikut ke Uhud, tidak diperkenankan berangkat.
Diriwayatkan, bahwa pada pagi itu juga datanglah seorang shahabat yang bernama Abdullah bin ‘Amir Al-Maziniy menghadap Nabi SAW dengan terburu-buru untuk menyampaikan berita. Karena dia baru saja datang dari keluarganya yang berada di luar Madinah, tetapi masih dekat kota Madinah. Dan di tempat itulah tentara Quraisy bermalam. Dia dapat mengetahui perundingan mereka pada malam itu. Selanjutnya dia memberitakan pula segala yang dibicarakan kaum Quraisy pada malam itu, dan disampaikan pula berita perdebatan yang terjadi antara Abu Sufyan dan Shafwan bin Umayyah.
Setelah mendengar suara panggilan dari shahabat Bilal, seketika itu kaum muslimin datang berduyun-duyun dengan bersenjata ke masjid dan di muka rumah Nabi SAW, lalu masing-masing menghadap kepada beliau untuk menunggu komando. Mereka itu adalah para shahabat yang turut dalam perang Uhud, kecuali seorang shahabat yang bernama Jabir bin Abdillah yang pada waktu perang Uhud tidak dapat ikut karena harus mengurus saudara perempuannya sebanyak 7 orang, karena ayahnya (‘Abdullah bin ‘Amr bin Haram) ikut berangkat perang, dan akhirnya menemui syahid di Uhud. Sehingga pada kesempatan ini dia minta ijin kepada Nabi SAW untuk ikut berperang, maka beliau mengabulkannya.
Kemudian Nabi SAW menyerahkan pimpinan ummat kepada shahabat Abdullah bin Ummi Maktum. Waktu itu Abdullah bin Ubay bin Salul datang mengajukan dirinya untuk ikut berangkat, tetapi beliau SAW menolak dengan keras, yang akhirnya ia tidak berani ikut. Nabi menolak Abdullah bin Ubay itu karena beliau mengerti, bahwa ia pasti akan membuat kekacauan lagi.
Kemudian Nabi SAW bersiap-siap, berpakaian perang dan berkuda, dan bendera Islam diserahkan kepada shahabat Ali bin Abu Thalib. Angkatan tentara muslimin tersebut berjalan kaki, dan sebagian di antara mereka masih menderita luka-luka, namun semuanya berangkat dengan riang gembira, penuh thaat kepada Nabi SAW. Maka berangkatlah tentara Islam bersama-sama keluar dari kota Madinah untuk mengejar musuh. Setelah sampai di Hamraul-Asad, berhentilah kaum muslimin di tempat tersebut dengan semangat iman yang tetap kokoh-kuat.
Pada waktu itu tidak seorangpun tentara muslimin yang baru saja datang dari Uhud yang tidak mematuhi seruan Nabi SAW, meskipun mereka masih dalam keadaan sangat lelah dan payah, bahkan ada pula yang masih menderita luka-luka.
2. Tentara kaum muslimin menunggu musuh di Hamraul-Asad
Nabi SAW beserta tentara muslimin setelah tiba di Hamraul-Asad pada malam harinya menyalakan api dimana cahayanya menerangi tempat-tempat sekelilingnya, sehingga terlihat dari tempat yang jauh, bahwa tentara muslimin lebih banyak jumlahnya dari pada yang sudah. Kemudian, datanglah seorang dari suku Khuza’ah bernama Ma’bad yang akan bepergian ke Makkah. Dan ketika itu ia menyatakan mengikut Islam. Kemudian setelah diuji benar-benar oleh Nabi SAW, lalu ia melanjutkan perjalanannya ke Makkah, maka ia diperintah Nabi SAW supaya menemui Abu Sufyan.
Nabi SAW beserta tentara muslimin menunggu di Hamraul-Asad. Sedang tentara musyrikin ketika itu sudah sampai di Ar-Rauhaa’, sebuah tempat jarak + 36 mil dari Madinah. Setelah tiba di Ar-Rauhaa’ Ma’bad Al-Khuza’y bertemu dengan rombongan Abu Sufyan, dan Abu Sufyan setelah mengetahui kedatangan Ma’bad, maka ia berkata kepada para kawannya, “Inilah Ma’bad. Baiklah kita bertanya kepadanya, apa yang ada dan terjadi di belakang”. Abu Sufyan belum mengerti bahwa Ma’bad telah mengikut Islam, maka ia bertanya kepadanya, “Hai Ma’bad, apa yang terjadi di belakangmu ?”.
Ma’bad lalu bercerita kepada Abu Sufyan, antara lain ia berkata, “Di belakang saya ada Muhammad beserta bala tentaranya yang tidak sedikit jumlahnya, yang selama ini belum pernah saya ketahui bahwa ia mengerahkan bala tentaranya yang begitu banyak. Saya mendengar, bahwa Muhammad beserta tentaranya akan mengejarmu dan tentaramu. Pengikut Muhammad yang ketika bertempur di Uhud belum ikut berangkat, sekarang rupa-rupanya telah dikumpulkan dan dikerahkan olehnya, dan semuanya akan mengejarmu. Keberangkatan mereka dari Madinah dengan beresenjata lengkap, dan saya belum pernah melihat senjata-senjata yang menyerupai senjata mereka sekarang ini, dan engkau sekarang ini belum mempunyai senjata-senjata dan alat-alat yang serupa itu. Sepanjang yang saya dengar, mereka itu sangat marah dan akan menuntut balas kepadamu”.
Abu Sufyan menjawab, “Celaka kamu, apa katamu !”.
Ma’bad menyahut, “Kalau kamu tidak percaya kepada saya, nyatakanlah sendiri atau tunggulah kedatangan mereka, tentu tentaramu akan hancur lebur”.
Kata Abu Sufyan, “Sekarang bagaimana menurut pendapatmu ?”.
Kata Ma’bad, “Pendapat saya lebih baik engkau lekas meninggalkan tempat ini. Kalau tidak, tentu barisan tentara Muhammad akan segera menyerbu kemari”.
Abu Sufyan ketika itu tetap sombong, dan berkata lagi, “Demi Allah, kalau begitu baiklah kami mengumpulkan lagi kekuatan kami, supaya dapat menghancur-binasakan mereka”.
Kata Ma’bad, “Jangan begitu. Jangan sekali-kali engkau berbuat seperti itu. Saya ini hanya menasihatimu”.
Kata Abu Sufyan, “Kami telah sepakat memutuskan untuk kembali ke Madinah untuk menggempur dan menghancurkan mereka”.
Ma’bad menyahut, “Jangan kamu kembali. Saya khawatir, demi Allah, kalau engkau sampai kembali bersama tentaramu yang hanya sekian itu, niscaya dalam waktu yang singkat sudah dapat dihancurkan oleh tentara Muhammad”.
Mendengar anjuran Ma’bad yang demikian, seketika itu berubahlah sikap Abu Sufyan, tetapi dia tetap menyembunyikan kelemahannya, padahal sebenarnya sudah merasa takut.
Tatkala Abu Sufyan bersama-sama berangkat dari Ar-Rauhaa’ hendak melanjutkan perjalanan pulang ke Makkah, ia bertemu dengan satu rombongan bangsa Arab dari suku Abdul-Qais yang akan berangkat ke Madinah. Abu Sufyan masih juga menunjukkan kesombongannya. Dikala itu ia berpesan kepada rombongan itu supaya menyampaikan kepada Nabi Muhammad SAW, bahwa kaum Quraisy sudah mengumpulkan kekuatan bala tentaranya akan kembali ke Madinah, dan sebentar lagi tentu datang ke Madinah untuk menyerang dan mengikis habis para pengikut Muhammad. Pesan Abu Sufyan ini oleh mereka disampaikan kepada Nabi SAW di Hamraul-Asad.
Nabi SAW setelah menerima berita yang sedemikian itu hanya menjawab dengan ucapan :
حَسْبُنَا اللهُ وَ نِعْمَ اْلوَكِيْلُ
“Cukuplah Allah bagi kami, dan Dia sebaik-baik yang diserahi”.
Setelah mendengar berita itu, Nabi SAW tidak percaya, karena kebiasaan mereka jika akan mengadakan serangan terhadap musuh tidak memberitahukan lebih dulu dan tidak berbuat yang seperti itu. Nabi SAW bersama tentaranya tetap tidak akan menyerang mereka, tetapi hanya akan mempertahankan saja dan terus siap sedia untuk menghadapi segala kemungkinan di Hamraul-Asad. Tiga hari tiga malam Nabi SAW berada di Hamraul-Asad, yaitu hari Senin, Selasa dan Rabu. Adapun Ma’bad dikala itu lalu menyuruh seorang dari penduduknya yang berjalan bersama dia supaya segera ke Hamraul-Asad untuk memberitahukan kepada Nabi SAW bahwa Abu Sufyan beserta tentaranya telah meneruskan perjalanan pulang ke Makkah.
Abu Sufyan terus ke Makkah, karena sudah mendapat berita-berita yang menyatakan bahwa Nabi beserta tentaranya terus-menerus menanti kedatangan mereka, dan timbul ketakutan kalau-kalau Nabi meneruskan pengejarannya kepada mereka, karena berita yang disampaikan oleh Ma’bad sudah sangat menakutkan baginya. Rupanya Abu Sufyan yakin, bahwa Muhammad benar-benar keluar dari Madinah dengan membawa bala bantuan yang baru dan barisan tentara yang tidak sedikit jumlahnya, yang tentu saja amat sukar dikalahkan, bahkan mungkin mereka dapat mengalahkan bala tentara Quraisy.
3. Nabi SAW beserta tentara muslimin kembali ke Madinah
Setelah tiga hari tiga malam Nabi SAW beserta tentara muslimin berada di Hamraul-Asad, sedang fihak musuh yang dinanti-nanti tidak pula datang, bahkan sudah kembali ke Makkah, maka waktu itu beliau memerintahkan supaya tentaranya bersiap-siap untuk kembali ke Madinah.
Menurut riwayat, sebelum tentara muslimin kembali ke Madinah, maka pada hari itu tertangkaplah di Hamraul-Asad seorang pemuka Quraisy, yaitu Abu ’Izzah, yang sengaja disuruh oleh kaum Quraisy untuk menyelidiki keadaan tentara kaum muslimin.
Abu ‘Izzah (Amr bin Abdullah), pernah ditawan oleh tentara muslimin di Badr. Akhirnya dengan permintaannya sendiri kepada Nabi SAW lantaran tidak dapat membayar uang tebusan atas dirinya, ia berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya, tidak akan memusuhi Islam dan kaum muslimin, maka dia diampuni dan dilepaskan oleh Nabi tanpa tebusan. Kemudian ia kembali ke Makkah. Tetapi sesampainya di Makkah, ia mengulangi perbuatan kejinya, ia memperolok-olok dan mengejek Islam dengan syi’ir-syi’irnya yang tajam. Tentang kelakuan yang keji dan jahat itu Nabi SAW telah mengetahui semuanya. Maka setelah ia ditangkap oleh salah seorang tentara Islam di Hamraul-Asad (menurut riwayat oleh ‘Ashim bin Tsabit) dan telah dihadapkan pada Nabi, maka beliau memutuskan untuk dihukum bunuh”.
Setelah dia mendengar keputusan yang demikian, ia lalu mohon ampun dan menangis di hadapan Nabi SAW dan berkata lagi seperti yang sudah-sudah, yaitu tidak akan memusuhi Islam. Tetapi semua permohonannya beliau tolak, dengan sabdanya :
لاَ، وَ اللهِ، لاَ تَمْسَحْ عَارِضَيْكَ بِمَكَّةَ تَقُوْلُ: خَدَعْتُ مُحَمَّدًا (سَحَرْتُ مُحَمَّدًا) مَرَّتَيْنِ. لاَ يُلْدَغُ اْلمُؤْمِنُ مِنْ حُجْرٍ مَرَّتَيْنِ. اِضْرِبْ عُنُقَهُ يَا عَاصِمُ.
“Tidak, demi Allah, jangan sampai kamu mengusap kedua jambangmu di Makkah”. Kamu berkata, “Aku telah menipu Muhammad (mensihir Muhammad) hingga dua kali. Seorang yang beriman tidaklah akan terjerembab dalam suatu lobang sampai dua kali”. Lalu Nabi SAW bersabda, “Penggallah lehernya, hai ‘Ashim”.
Dengan perintah tersebut, seketika itu leher Abu ‘Izzah dipenggal oleh ’Ashim bin Tsabit, dan matilah ia.
Dan juga ketika itu diantara tentara muslimin dapat menangkap seorang pemuda Quraisy, bernama Mu’awiyah bin Mughirah, seorang yang terkenal perintang dan penentang Islam. Dikala itu oleh Nabi SAW ia diputuskan juga supaya dibunuh. Tetapi karena ia masih keluarga dekat dengan shahabat Utsman  bin ‘Affan, maka ia dimintakan keamanan  kepada Nabi SAW dan oleh beliau permintaan shahabat ‘Utsman itu dikabulkan, dengan syarat tidak boleh melarikan diri. Kalau ia melarikan diri dan dapat ditangkap kembali, pasti dibunuh.
Pada hari keempat, ketika Nabi SAW dan tentaraa muslimin kembali ke Madinah, Mu’awiyah bin Mughirah melarikan diri, maka seketika itu beliau memerintahkan dua orang shahabat yaitu Zaid bin Haritsah dan ‘Ammar bin Yasir supaya mengejarnya sampai dapat tertangkap. Ketika itu beliau berpesan kepada dua shahabat tersebut, supaya mengejarnya di tempat ini dan ini. Kalau sudah dapat ditangkap supaya dipenggal lehernya.
Tatkala dua orang shahabat Nabi itu mendengar bahwa Mu’awiyah berada di tempat sebagaimana yang telah ditunjukkan oleh Nabi, dan terbukti bahwa ia berada di dusun tersebut, seketika itu ia dapat dikejar dan akhirnya dipanah. Dengan demikian matilah Mu’awiyah bin Mughirah.
Nabi SAW dan tentaranya setelah mengetahui, bahwa kaum musyrikin Quraisy yang dikejar sudah kembali ke Makkah, maka Nabi SAW dan kaum muslimin akhirnya kembali ke Madinah. Dan sekalipun pertempuran dengan fihak musuh tidak terjadi, tetapi peristiwa tersebut dalam sejarah Islam disebut perang Hamraul-Asad.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tentang kehidupan Dunia

  TENTANG DUNIA فعَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ رض قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: لَوْ كَانَتِ الدُّنْيَا تَعْدِلُ عِنْدَ اللهِ جَنَاحَ بَعُوْضَةٍ ...