1/21/2013

Tawanan dan Rampasan yang Pertama Kali

Setelah Nabi SAW dan kaum muslimin berpindah ke tempat yang diusulkan Hubab, selanjutnya di tempat tersebut shahabat Sa’ad bin Mu’adz mengemukakan pendapatnya kepada Nabi SAW, ia berkata, “Ya Rasulullah, tidakkah lebih baik tuan kami buatkan ‘arisy (pos/gardu) buat tempat tuan ? Dan kami menyediakan satu kendaraan untuk tuan ? Jika nanti kami bertempur dengan musuh, kami minta tuan supaya berada di dalam ‘arisy saja, dan kami yang bertempur dengan musuh. Jika Tuhan memberi kemenangan kepada kita, dan kita dapat menghancurkan musuh, itulah yang kita harapkan. Dan jika kita kalah, kami persilahkan tuan kembali kepada orang-orang yang masih banyak di belakang kita, karena di belakang kita masih banyak orang yang belum ikut berangkat kemari. Kecintaan kami kepada tuan tidak melebihi dari kecintaan mereka kepada tuan. Seandainya mereka tahu bahwa tuan akan berperang, niscaya mereka tidak akan berpisah dari tuan. Tuhan menolong kepada tuan dengan sebab mereka, dan mereka akan berperang melawan musuh bersama-sama tuan”.
Demikianlah perkataan shahabat Sa’ad bin Mu’adz waktu itu. Dan pendapat tersebut diterima dengan baik dan dipuji oleh Nabi SAW. Lalu seketika itu juga dibuatlah suatu ‘arisy dari pelepah pohon kurma diatas bukit yang tampak dari medan peperangan. Maka setelah ‘arisy dibuat dengan kokoh, Nabi SAW lalu dipersilakan masuk ke dalamnya, dan untanya diikat di belakang ‘arisy, dan shahabat Abu Bakar RA sebagai kawan yang tercinta diajak masuk bersama-sama oleh Nabi SAW.
8. Kedatangan tentara Quraisy dan doa Nabi SAW.
Sesudah tentara Islam mendapat tempat yang baik, dan keadaan air pun tidak kekurangan, serta berbenteng di gunung-gunung yang begitu kokoh lagi pula tempat bagi Nabi SAW telah selesai dibuat, dan kemah-kemah yang dipergunakan tempat beristirahat oleh masing-masing tentara telah selesai dipasang juga, maka ketika itu datanglah pasukan tentara musyrikin Quraisy dengan sombong dan congkak.
Nabi SAW setelah melihat kedatangan tentara Quraisy yang begitu sombong dan congkak itu lalu berdoa kepada Allah :
اَللّهُمَّ هذِهِ قُرَيْشٌ قَدْ اَقْبَلَتْ بِخُيَلاَئِهَا وَ فَخْرِهَا تُحَادُّكَ وَ تُكَذِّبُ رَسُوْلَكَ، اَللّهُمَّ فَنَصْرَكَ الَّذِى وَعَدْتَنِى. اَللّهُمَّ اَحِنْهُمُ اْلغَدَاةَ. ابن هشام 3:168
Ya Allah, Inilah kaum Quraisy telah datang dengan sombong dan congkak. Mereka memusuhi Engkau dan mendustakan Rasul Engkau. Ya Allah, maka pertolongan Engkau yang telah Engkau janjikan kepada hamba (itulah yang kami nantikan). Ya Allah, binasakanlah mereka itu besok pagi hari. [Ibnu Hisyam 3 : 168]
Kemudian kepala tentara Quraisy menyuruh seseorang yang bernama ‘Umair bin Wahb Al-Jumahiy supaya datang ke tempat tentara Islam untuk menghitung banyaknya. ‘Umair lalu datang dan memperkirakan banyaknya, lantas kembali melapor kepada kepala tentara Qurais, bahwa tentara Muhammad kurang lebih 300 orang. Tetapi ‘Umair juga berkata, “Sekalipun begitu, cobalah kita per-hatikan dulu dari jauh dan dari atas gunung, apakah memang tentara Muham-mad hanya itu, ataukah ada lagi yang bersembunyi ? Sebab saya khawatir, jika Muhammad menyembunyi-kan tentaranya di belakang gunung ini”.
Perkataan ‘Umair yang demikian itu diterima baik oleh kepala-kepala Quraisy, dan mereka lalu berangkat bersama ‘Umair naik ke atas gunung dekat lembah Badr. Mereka setelah sampai diatas gunung, lalu masing-masing melihat ke sebelah bawah (ke kanan dan ke kiri, ke depan dan ke belakang), tetapi mereka tidak melihat apa-apa. Karena tentara Muhammad memang hanya itu.
Kemudian ketika itu dalam pasukan tentara Quraisy timbul pula suatu kekacauan yang hebat yaitu kekacauan yang ditimbulkan oleh seseorang dari antara kepala pasukan Quraisy sendiri, ialah ‘Utbah bin Rabi’ah.
‘Utbah waktu itu mendadak berpendapat, bahwa berperang dengan Muhammad jangan dilanjutkan, karena bukan semestinya kalau tentara Quraisy berperang dengan Muhammad dan tentaranya, karena sebagian dari tentaranya masih famili kaum Quraisy sendiri.
Oleh sebab itu dengan adanya pendapat ‘Utbah ini, lalu timbul perdebatan dan pertengkaran mulut dengan Abu Jahl, sehingga ketika itu Abu Jahl mengatakan, bahwa ‘Utbah penakut, pengecut dan sebagainya.
Dan ketika timbul perdebatan tadi, Nabi SAW mengetahui dari jauh dan saat itu juga tentara Islam ketika melihat tentara Quraisy, tidak merasa takut dan gentar sedikitpun.
Pendapat ‘Utbah tadi setelah diperbincangkan oleh kepala-kepala pasukan, maka akhirnya ‘Utbah kalah suara, dan diputuskan oleh kepala-kepala pasukan Quraisy, bahwa peperangan dilanjutkan.
Kemudian waktu itu ada seorang Quraisy yang dengan sombong keluar lebih dulu dari barisan tentaranya. Orang tersebut bernama Aswad bin ‘Abdul Asad Al-Makhzumiy. Ia keluar terus berjalan menuju ke kolam-kolam yang telah penuh air bagi tentara Islam, sambil berkata, “Saya bersumpah dengan nama Allah, sungguh saya akan minum dari kolam mereka, dan saya akan merusak kolam-kolam mereka, jika tidak bisa lebih baik saya mati”.
Ketika itu terdengar oleh shahabat Hamzah, lalu beliau mengejar Aswad. Kemudian setelah diketahui bahwa ia hendak merusak kolam kepunyaan tentara Islam, lalu didahului dengan pukulan pedang sekeras-kerasnya oleh shahabat Hamzah, maka seketika itu juga jatuhlah Aswad tertelungkup di kolam dengan mengucurkan darah yang banyak, lalu Hamzah memukulnya hingga mati bersimbah darah.
Selanjutnya sebagaimana biasa bagi bangsa Arab umumnya terutama bagi bangsa Quraisy, apabila hendak berperang, maka diantara pahlawan-pahlawannya lebih dulu harus bertanding dan beradu kekuatan dengan pahlawan-pahlawan musuh, seorang lawan seorang. Maka dari itu sewaktu sebelum terjadi pertempuran dan peperangan, kepala tentara Quraisy minta dan menentang dengan sombong kepada Nabi SAW supaya Nabi mengeluarkan tiga orang dari pahlawan tentaranya untuk bertanding dan beradu kekuatan dengan pahlawan-pahlawan tentara Quraisy.
Maka setelah tentara Quraisy mengeluarkan 3 orang pahlawannya yang gagah berani di tengah medan yang akan dipergunakan berperang, maka Nabi SAW bersabda kepada 3 orang pahlawan tentaranya dari golongan shahabat Anshar. Adapun 3 orang dari pahlawan tentara Quraisy tadi ialah : 1. ‘Utbah bin Rabi’ah, 2. Syaibah bin Rabi’ah, dan 3. Walid bin ‘Utbah. Adapun dari pahlawan tentara Islam yang disuruh keluar oleh Nabi, ialah : 1. ‘Auf bin Al-Harits, 2. Mu’adz bin Al-Harits, dan 3. ‘Abdullah bin Rawahah. Masing-masing dari shahabat Anshar.
Kemudian pahlawan-pahlawan Quraisy tersebut bertanya, “Siapa kalian ?. Pahlawan-pahlawan Islam itu menjawab, “Kami dari golongan Anshar, dan dari Madinah”. Lalu oleh pahlawan Quraisy tadi ditolak dengan ejekan, “Ah, bukan sepatutnya kalau kami bertanding dengan kamu, karena kamu bukan dari bangsa kami. Percuma kalau kamu bertanding dengan kami”. Lalu mereka berteriak meminta kepada Nabi SAW, “Ya Muhammad, keluarkanlah 3 orang dari golongan kita (Quraisy) dan yang dari keturunan Hasyim”. Oleh sebab itu Nabi SAW lalu menyuruh 3 orang Anshar tadi supaya mengundurkan diri, dan beliau menyuruh kepada 3 orang pahlawan Islam dari bangsa Quraisy dan Bani Hasyim, yaitu : 1. Hamzah bin ‘Abdul Muththalib, 2. ‘Ali bin Abu Thalib, dan 3. ‘Ubaidah bin Al-Harits supaya keluar menggantikan 3 orang pahlawan dari Anshar tadi.
Shahabat Hamzah, shahabat ‘Ali dan shahabat ‘Ubaidah seketika itu juga berdiri dengan tegak, terus keluar dari tempatnya masing-masing dan menuju ke tengah medan pertempuran, lalu mendekati mereka masing-masing yang sombong itu. Kemudian setelah masing-masing berdekatan dan berhadapan muka, lalu mereka bertanya dengan sombong, “Siapakah kamu sekalian itu ?. Shahabat ‘Ubaidah menjawab, “Saya ‘Ubaidah bin Al-Harits”. Kemudian shahabat Hamzah mengatakan, “Saya Hamzah bin ‘Abdul Muththalib”. Dan shahabat ‘Ali mengatakan, “Saya ‘Ali bin Abu Thalib”. Mereka berkata, “Ya baiklah. Memang sudah sepatutnya kalau kami bertanding dengan kamu. Kami dari Quraisy, dan kamu juga dari Quraisy”.
Kemudian pertandingan beradu kekuatan dimulai seorang dengan seorang. Shahabat ‘Ubaidah dengan ‘Utbah bin Rabi’ah, shahabat Hamzah dengan Syaibah bin Rabi’ah dan shahabat ‘Ali dengan Walid bin ‘Utbah.
Maka setelah masing-masing saling memukul dan beradu kekuatan, shahabat Hamzah dengan mudah mengalahkan Syaibah sampai mati. Shahabat ‘Ali dengan mudah mengalahkan Walid hingga mati. Adapun shahabat ‘Ubaidah dalam bertanding dengan Utbah bin Rabi’ah, mereka saling memukul. Dan akhirnya shahabat ‘Ubaidah dipukul dengan keras oleh ‘Utbah sehingga kakinya terkena dan hampir putus. Sebab itu shahabat ‘Ubaidah lalu jatuh, dan segera diangkat shahabat Hamzah dan ‘Ali dibawa ke hadapan Nabi SAW. Lalu shahabat Hamzah dan ‘Ali kembali lagi ke medan perang dan bertanding dengan ‘Utbah, dan dengan sekejap ‘Utbah terpukul oleh ‘Ali hingga menghem-buskan nafas yang terakhir.
Keadaan shahabat ‘Ubaidah setelah di hadapan Nabi SAW lalu disuruh berbaring diatas tikar beliau, maka setelah ia berbaring diatas tikar lalu berkata, “Bukankah saya mati syahid, ya Rasulullah ?. Nabi SAW bersabda :
اَشْهَدُ اَنَّكَ شَهِيْدٌ
Aku menyaksikan, bahwa engkau mati syahid.
Maka seketika itu juga, wafatlah shahabat ‘Ubaidah dengan hati gembira.
Jadi dalam pertandingan adu kekuatan tadi, tentara Quraisy kehilangan tiga orang pahlawannya, dan tentara Islam kehilangan seorang pahlawan, dan dengan kejadian ini menjadi suatu tanda, bahwa dalam peperangan nanti kemenangan akan didapat oleh kaum muslimin.
9. Pertempuran tentara Quraisy dengan tentara Islam.
Setelah selesai pertandingan tersebut, lalu Nabi SAW keluar dari ‘arisy untuk mengatur barisan tentaranya sambil memberi pengarahan tentang cara-caranya orang melepaskan anak panahnya kepada musuh dan lain sebagainya.
Dan diriwayatkan bahwa Nabi SAW ketika mengatur barisan, beliau memukul seorang shahabat yang bernama Sawad bin Ghaziyah (Anshar) dengan tongkatnya, karena waktu Nabi SAW mengatur, ia beromong kosong dengan kawannya sambil dirinya keluar dari barisan yang tengah diatur dengan sebaik-baiknya. Beliau menegur, “Disiplinlah, hai Sawad”, beliau sambil memukul perut Sawad dengan tongkat. Lalu Sawad menjawab, “Ya Rasulullah, engkau diutus dengan membawa kebenaran dan keadilan, maka aku akan membalasmu”. Lalu Rasulullah SAW membuka bajunya dan bersabda, “Silakan membalas, hai Sawad”. Kemudian Sawad merangkul dan menciumi perut beliau. Lalu Nabi SAW bertanya, “Apa yang menyebabkan kamu berlaku demikian ?. Sawad menjawab, “Sungguh telah datang apa yang kamu lihat, maka aku menginginkan supaya akhir hayatku kulitku bisa bertemu dengan kulitmu”. Kemudian Rasulullah SAW mendoakan kebaikan untuknya.
Setelah selesai mengatur pasukan, beliau kembali ke ‘arisy bersama Abu Bakar, sedangkan shahabat Sa’ad bin Mu’adz berjaga di pintu ‘arisy dengan pedang terhunus. Lalu beliau SAW tidak henti-hentinya berdoa :
اَللّهُمَّ اَنْشُدُكَ عَهْدَكَ وَ وَعْدَكَ ، اَللّهُمَّ اِنْ شِئْتَ لَمْ تُعْبَدْ. نور اليقين:107
Ya Allah, hamba memohon kepada Engkau akan janji dan perjanjian Engkau. Ya Allah, jika Engkau berkehendak (mengalahkan pada hamba), Engkau tidak akan disembah. [Nurul Yaqin 107].
Dan dalam satu riwayat Nabi SAW menghadap ke qiblat dan berdoa :
اَللّهُمَّ اَنْجِزْ لِى مَا وَعَدْتَنِى، اَللّهُمَّ اِنْ تُهْلِكْ هذِهِ اْلعِصَابَةَ مِنْ اَهْلِ اْلاِسْلاَمِ فَلاَ تُعْبَدُ بَعْدُ فِى اْلاَرْضِ اَبَدًا. نور اليقين: 107
Ya Allah, sempurnakanlah kepadaku janji-Mu. Ya Allah, jika Engkau mengalahkan kaum muslimin, maka Engkau tidak akan disembah di bumi ini sesudah itu selamanya. [Nurul Yaqin : 107]
Beliau SAW terus-menerus berdoa kepada Allah sehingga selendangnya jatuh, kemudian Abu Bakar mengambilnya dan menyelempangkannya kembali sambil berkata, “Cukuplah ya Rasulullah, pasti Allah akan menyempurnakan janji-Nya kepadamu”. Kemudian Rasulullah SAW keluar dari ‘arisy dan bersabda sebagaimana firman Allah dalam QS. Al-Qamar ayat 45 :
سَيُهْزَمُ اْلجَمْعُ وَ يُوَلُّوْنَ الدُّبُرَ. القمر:45
Golongan itu pasti akan dikalahkan dan mereka akan mundur ke  belakang.
Diriwayatkan pula, bahwa sebelum terjadi pertempuran, Nabi SAW bersabda sambil berisyarat dengan tangannya, “Itu tempat bangkainya Abu Jahl, itu tempat binasanya si Fulan, ini tempat tewasnya si Fulan”, dan demikianlah selanjutnya. Adapun yang dimaksud dengan si Fulan dan si Fulan tadi ialah dari orang-orang Quraisy yang akan binasa dalam peperangan tersebut.
Selanjutnya Nabi SAW menyampaikan peringatan kepada segenap tentara muslimin, yang arinya, “Hai manusia, janganlah kamu mencita-citakan hendak bertempur dengan musuh, dan mohonlah ampunan kepada Allah. Akan tetapi jika kamu bertemu dengan musuh, hendaklah kamu bertahan (berani bertempur dengan musuh), dan ketahuilah olehmu, bahwa sesungguhnya surga itu di bawah naungan pedang”.
Menurut riwayat, Nabi SAW ketika itu juga berpesan kepada segenap tentaranya :
اِنِّى قَدْ عَرَفْتُ اَنَّ رِجَالاً مِنْ بَنِى هَاشِمٍ وَ غَيْرِهِمْ قَدْ اُخْرِجُوْا كُرْهًا لاَ حَاجَةَ لَهُمْ بِقِتَالِنَا. فَمَنْ لَقِيَ مِنْكُمْ اَحَدًا مِنْ بَنِى هَاشِمٍ فَلاَ يَقْتُلْهُ، وَ مَنْ لَقِيَ اَبَا اْلبُخْتُرِيِّ بْنَ هِشَامٍ فَلاَ يَقْتُلْهُ، وَ مَنْ لَقِيَ اْلعَبَّاسَ بْنَ عَبْدِ اْلمُطَّلِبِ عَمَّ رَسُوْلِ اللهِ، فَلاَ يَقْتُلْهُ، فَاِنَّهُ اِنَّمَا اُخْرِجَ مُسْتَكْرَهًا.
Sesungguhnya saya mengetahui, bahwa beberapa orang lelaki dari Bani Hasyim dan lainnya, mereka itu dikeluarkan dengan paksaan (untuk berperang), padahal mereka itu tidak ada kemauan untuk memerangi kita. Oleh sebab itu, maka barangsiapa diantara kalian bertemu salah seorang dari bani Hasyim, janganlah ia membunuhnya. Barangsiapa bertemu dengan Abul Bukhturiy bin Hisyam janganlah ia membunuhnya. Dan barangsiapa bertemu dengan ‘Abbas bin Abdul Muththalib (paman Rasulullah SAW), maka janganlah ia membunuhnya. Karena sesungguhnya ia dikeluarkan untuk berperang dengan dipaksa.
Waktu Nabi SAW berpesan demikian itu, shahabat Abu Hudzaifah bin ‘Utbah bertanya, “Ya Rasulullah, mengapa begitu ? Tidakkah engkau telah menyuruh kami supaya membunuh ketua-ketua kami, orang-orang tua kami, anak-anak kami, saudara-saudara kami dan kawan-kawan kami yang masih dalam kemusyrikan ? Mengapa engkau melarang kami membunuh ‘Abbas ? Bukankah ia dari kaum musyrikin juga ? Demi Allah, jika saya bertemu dengan dia, tentu akan saya potong dengan pedang ini”.
Di kala itu Nabi SAW tetap berpesan, “Janganlah mereka itu dibunuh, karena mereka itu keluar dari kota Makkah mengikuti tentara musyrikin dengan dipaksa”.
Pesan Nabi SAW yang demikian itu karena beliau mengerti bahwa pada hakekatnya mereka itu tidak ada kemauan untuk berperang, memerangi kaum muslimin. Dan Abul Bukhturiy sekalipun termasuk pemuka Quraisy, tetapi bukanlah termasuk yang menganiaya Nabi. Bahkan dialah yang berdiri untuk merobek naskah pemboikotan yang pernah dilakukan segenap pemuka Quraisy terhadap Nabi dan pengikutnya serta bani Hasyim di Makkah dulu. Adapun ‘Abbas bin ‘Abdul Muththalib dikala itu meskipun pada lahirnya masih mengikut agama berhala, namun nampaknya Nabi SAW menginginkan bahwa ia nanti akan menjadi muslim. Dan dia pernah menguatkan perjajian rahasia yang pernah dilakukan Nabi dengan kaum ‘Aus dan Khajraj yang terkenal dengan baiatul ‘Aqabah. Demikianlah sebabnya Nabi SAW melarang mereka itu dibunuh mengingat jasa-jasa mereka.

Bersambung………

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tentang kehidupan Dunia

  TENTANG DUNIA فعَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ رض قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: لَوْ كَانَتِ الدُّنْيَا تَعْدِلُ عِنْدَ اللهِ جَنَاحَ بَعُوْضَةٍ ...