1/20/2013

Thaharah (ke-8)

Hal-hal yang disunnatkan kita berwudlu
1. Memperbaharui wudlu untuk tiap-tiap shalat
عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِيّ ص قَالَ: لَوْ لاَ اَنْ اَشُقَّ عَلَى اُمَّتِى َلاَمَرْتُهُمْ عِنْدَ كُلّ صَلاَةٍ بِوُضُوْءٍ وَ مَعَ كُلّ وُضُوْءٍ بِسِوَاكٍ. احمد باسناد صحيح، فى نيل الاوطار 1: 248
Dari Abu Hurairah dari Nabi SAW, beliau bersabda, “Sekiranya tidak memberatkan ummatku, tentu aku perintahkan kepada mereka supaya berwudlu untuk tiap-tiap shalat dan setiap berwudlu supaya bersiwak (menggosok gigi)”. [HR. Ahmad dengan sanad yang shahih, dalam Nailul Authar 1 : 248]
عَنْ اَنَسٍ قَالَ: كَانَ رَسُوْلُ اللهِ ص يَتَوَضَّأُ عِنْدَ كُلّ صَلاَةٍ. قِيْلَ لَهُ: فَاَنْتُمْ كَيْفَ كُنْتُمْ تَصْنَعُوْنَ؟ قَالَ: كُنَّا نُصَلّى الصَّلَوَاتِ بِوُضُوْءٍ وَاحِدٍ مَا لَمْ نُحْدِثْ. الجماعة الا مسلما
Dari Anas, ia berkata, “Biasanya Rasulullah SAW berwudlu pada setiap akan shalat”. Lalu ada orang bertanya kepada Anas, “Sedangkan kalian, bagaimana kalian berbuat ?”. Anas menjawab, “Kami biasa shalat beberapa shalat dengan satu kali wudlu, selama kami belum bathal”. [HR. Jama’ah, kecuali Muslim, dalam Nailul Authar 1 : 248]
2.  Berwudlu setelah makan makanan yang disentuh api
عَنْ عُرْوَةَ قَالَ: سَمِعْتُ عَائِشَةَ زَوْجَ النَّبِيّ ص تَقُوْلُ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: تَوَضَّأُوْا مِمَّا مَسَّتِ النَّارُ. مسلم 1: 273
Dari ‘Urwah, ia berkata : Saya mendengar  ‘Aisyah istri Nabi SAW berkata : Rasulullah SAW bersabda, “Berwudlulah kamu karena makan makanan yang disentuh api”. [HR. Muslim 1 : 273]
عَنْ مَيْمُوْنَةَ رض قَالَتْ: اَكَلَ النَّبِيُّ ص مِنْ كَتِفِ شَاةٍ ثُمَّ قَامَ فَصَلَّى وَ لَمْ يَتَوَضَّأْ. احمد و البخارى و مسلم، فى نيل الاوطار 1: 246
Dari Maimunah RA, ia berkata : Nabi SAW pernah makan daging sampil depan kambing, sesudah itu beliaupun bangun lalu shalat dengan tidak berwudlu lagi”. [HR. Ahmad, Bukhari dan Muslim, dalam Nailul Authar 1 : 246]
عَنْ عَمْرِو بْنِ اُمَيَّةَ الضَّمَرِى قَالَ: رَأَيْتُ النَّبِيَّ ص يَحْتَزُّ مِنْ كَتِفِ شَاةٍ فَأَكَلَ مِنْهَا فَدُعِيَ اِلَى الصَّلاَةِ فَقَامَ وَ طَرَحَ السّكّيْنَ وَ صَلَّى وَ لَمْ يَتَوَضَّأْ. احمد و البخارى و مسلم، فى نيل الاوطار 1: 246
Dari ‘Amr bin Umayyah Adl-Dlamariy, ia berkata, “Saya melihat Nabi SAW memotong sampil kambing lalu memakannya. Maka ketika ada panggilan shalat, beliau berdiri, meletakkan pisau lalu shalat tanpa berwudlu lagi”. [HR. Ahmad, Bukhari dan Muslim, dalam Nailul Authar 1 : 246]
Keterangan :
Pada hadits pertama, Nabi SAW memerintahkan kepada ummatnya supaya berwudlu setelah makan makanan yang disentuh api. Sedang pada riwayat kedua, Maimunah menjelaskan bahwa Nabi pernah makan sampil depan kambing (yang tentunya dimasak diatas api), setelah itu beliau shalat tanpa berwudlu lagi, begitu pula riwayat yang ketiga.
Dari riwayat ini, dapat diambil kesimpulan bahwa perintah supaya berwudlu sehabis makan makanan yang tersentuh api pada hadits pertama itu hukumnya adalah sunnah.
3.  Sunnah berwudlu sebelum tidur
عَنِ اْلبَرَاءِ بْنِ عَازِبٍ رض قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: اِذَا اَتَيْتَ مَضْجَعَكَ فَتَوَضَّأْ وُضُوْءَكَ لِلصَّلاَةِ ثُمَّ اضْطَجِعْ عَلَى شِقّكَ اْلاَيْمَنِ وَ قُلْ: اَللّهُمَّ اَسْلَمْتُ نَفْسِى اِلَيْكَ وَ فَوَّضْتُ اَمْرِى اِلَيْكَ وَ اَلْجَأْتُ ظَهْرِى اِلَيْكَ رَهْبَةً وَ رَغْبَةً اِلَيْكَ لاَ مَلْجَأَ وَ لاَ مَنْجَى مِنْكَ اِلاَّ اِلَيْكَ امَنْتُ بِكِتَابِكَ الَّذِى اَنْزَلْتَ وَ بِنَبِيّكَ الَّذِى اَرْسَلْتَ. فَاِنْ مُتَّ مُتَّ عَلَى اْلفِطْرَةِ. وَ اجْعَلْهُنَّ آخِرَ مَا تَقُوْلُ. فَقُلْتُ: اَسْتَذْكِرُهُنَّ وَ بِرَسُوْلِكَ الَّذِى اَرْسَلْتَ. قَالَ: لاَ، وَ نَبِيّكَ الَّذِى اَرْسَلْتَ. البخارى 7: 146
Dari Baraa’ bin ‘Azib RA, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, “Apabila kamu akan tidur, maka berwudlulah sebagaimana wudlu untuk shalat. Kemudian berbaringlah atas lambung kananmu dan bacalah [Allaahumma aslamtu nafsii ilaika wa fawwadltu amrii ilaika wa alja’tu dhahrii ilaika rahbatan wa raghbatan ilaika laa malja-a wa laa manjaa minka illaa ilaika. Aamantu bi kitaabika lladzii anzalta wa bi Nabiyyika lladzii arsalta] (Ya Allah aku serahkan diriku kepada-Mu, aku pulangkan segala urusanku kepada-Mu dan aku melindungkan diriku kepada-Mu, karena takut dan cintaku kepada-Mu. Tidak ada tempat berlindung dan melepaskan diri dari-Mu melainkan kepada-Mu. Aku beriman kepada kitab-Mu yang telah Engkau turunkan dan kepada Nabi-Mu yang telah Engkau utus), maka jika kamu mati, niscaya kamu mati di dalam fithrah (kesucian) dan jadikanlah doa itu sebagai akhir perkataanmu. (Baraa’ berkata) lalu aku mengulangi doa itu (supaya didengar Nabi SAW) dengan [Wa bi rasuulika lladzii arsalta]. Rasulullah SAW bersabda, “Tidak begitu, tetapi [Wa bi Nabiyyika lladzii arsalta]”. [HR. Bukhari 7 : 146]
4.  Berwudlu bagi orang yang berjunub bila hendak tidur
عَنْ عَائِشَةَ رض قَالَتْ: كَانَ رَسُوْلُ اللهِ ص اِذَا اَرَادَ اَنْ يَنَامَ وَ هُوَ جُنُبٌ غَسَلَ فَرْجَهُ وَ تَوَضَّأَ وُضُوْءَهُ لِلصَّلاَةِ. الجماعة، فى نيل الاوطار 1: 253
Dari ‘Aisyah RA, ia berkata, “Rasulullah SAW apabila akan tidur sedang beliau junub, beliau membasuh kemaluannya dan berwudlu sebagaimana wudlunya untuk shalat”. [HR. Jama’ah, dalam Nailul Authar 1 : 253]
عَنِ ابْنِ عُمَرَ اَنَّ عُمَرَ قَالَ: يَا رَسُوْلَ اللهِ، أَيَنَامُ اَحَدُنَا وَ هُوَ جُنُبٌ؟ قَالَ: نَعَمْ اِذَا تَوَضَّأَ. الجماعة، فى نيل الاوطار 1: 253
Dari Ibnu ‘Umar, bahwasanya ‘Umar (bin Khaththab) berkata, “Ya Rasulullah, apakah boleh seseorang diantara kita tidur padahal ia sedang junub ?”. Nabi SAW menjawab, “Ya boleh, apabila ia berwudlu”. [HR. Jama’ah, dalam Nailul Authar 1 : 253]
5.  Berwudlu bagi orang junub bila hendak mengulangi persetubuhan
عَنْ اَبِى سَعِيْدٍ عَنِ النَّبِيّ ص قَالَ: اِذَا اَتَى اَحَدُكُمْ اَهْلَهُ ثُمَّ اَرَادَ اَنْ يَعُوْدَ فَلْيَتَوَضَّأْ. الجماعة الا البخارى، فى نيل الاوطار 1: 254
Dari Abu Sa’id (Al-Khudriy), dari Nabi SAW, beliau bersabda, “Apabila seseorang diantara kamu mengumpuli istrinya kemudian akan mengulanginya, hendaklah ia berwudlu”. [HR. Jama’ah, kecuali Bukhari, dalam Nailul Authar 1 : 254]
6.  Berwudlu bagi orang junub bila akan makan dan minum
عَنْ عَمَّارِ بْنِ يَاسِرٍ رض اَنَّ النَّبِيَّ ص رَخَّصَ لِلْجُنُبِ اِذَا اَرَادَ اَنْ يَأْكُلَ اَوْ يَشْرَبَ اَوْ يَنَامَ اَنْ يَتَوَضَّأَ وُضُوْءَهُ لِلصَّلاَةِ. احمد و الترمذى و صححه، فى نيل الاوطار 1: 254
Dari ‘Ammar bin Yasir RA bahwasanya Nabi SAW memberikan keringanan bagi orang berjunub, apabila hendak makan-minum atau tidur supaya berwudlu sebagaimana wudlu untuk shalat”. [HR. Ahmad dan Tirmidzi, dan ia menshahihkannya, dalam Nailul Authar 1 : 254]
عَنْ عَائِشَةَ رض قَالَتْ: كَانَ النَّبِيُّ ص اِذَا اَرَادَ اَنْ يَأْكُلَ اَوْ يَشْرَبَ وَ هُوَ جُنُبٌ يَغْسِلُ يَدَيْهِ ثُمَّ يَأْكُلُ وَ يَشْرَبُ. احمد و النسائى، فى نيل الاوطار 1: 255
Dari ‘Aisyah RA, ia berkata : Nabi SAW apabila hendak makan atau minum, sedang beliau junub, beliau membasuh kedua tangannya, sesudah itu beliau makan dan minum”. [HR. Ahmad dan Nasai, dalam Nailul Authar 1 : 255]
Orang yang berhadats boleh membaca/menyentuh Al-Qur’an
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ: كَانَ النَّبِيُّ ص يَذْكُرُ اللهَ عَلَى كُلّ اَحْيَانِهِ. مسلم 1: 282
Dari ‘Aisyah, ia berkata, “Adalah Nabi SAW selalu menyebut (nama) Allah di setiap waktu”. [HR Muslim 1: 282]
قَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ: اَخْبَرَنِى اَبُوْ سُفْيَانَ اَنَّ هِرَقْلَ دَعَا بِكِتَابِ النَّبِيّ ص فَقَرَأَهُ، فَاِذَا فِيْهِ بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ. يَا اَهْلَ اْلكِتَابِ تَعَالَوْا اِلى كَلِمَةٍ الآية ... البخارى 1: 79
Ibnu ‘Abbas berkata : Abu Sufyan telah memberitahukan kepada saya, bahwa Heraclius pernah meminta surat yang (dibawa) dari Nabi SAW, kemudian ia membacanya, sedang di situ tertulis “Bismillaahir rahmaanir rahiim. (Dengan nama Allah, yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang), hai ahli kitab, marilah (berpegang) pada suatu kalimat ..... (QS. Ali ‘Imraan : 64) “. [HR. Bukhari 1 : 79]
لَمْ يَرَ ابْنُ عَبَّاسٍ بِاْلقِرَاءَةِ لِلْجُنُبِ بَأْسًا. البخارى 1: 79
Ibnu ‘Abbas RA tidak memandang sebagai suatu kesalahan bagi seorang yang sedang berjunub membaca Al-Qur’an. [HR. Bukhari 1 : 79]
اِنَّ ابْنَ عَبَّاسٍ كَانَ يَقْرَأُ وِرْدَهُ وَ هُوَ جُنُبٌ. ابن المنذر
Sesungguhnya Ibnu ‘Abbas biasa membaca wiridnya (sebagian dari Al-Qur’an) walaupun ia junub. [HR. Ibnu Mundzir]
قَالَ اْلحَكَمُ: اِنّى َلاَذْبَحُ وَ اَنَا جُنُبٌ وَ قَالَ اللهُ عَزَّ وَ جَلَّ: وَ لاَ تَأْكُلُوْا مِمَّا لَمْ يُذْكَرِ اسْمُ اللهِ عَلَيْهِ. البخارى 1: 79
Hakam (salah seorang shahabat) berkata : Sesungguhnya saya pernah menyembelih (dengan membaca basmalah), padahal saya sedang junub, karena Allah ‘Azza wa Jalla berfirman, “Janganlah kalian memakan (sembelihan) yang tidak disebut nama Allah atasnya”. [HR. Bukhari 1 : 79]
Keterangan :
Dari hadits ‘Aisyah RA diatas dengan keumuman lafadhnya, berarti Nabi SAW selalu menyebut nama Allah, baik dalam keadaan suci maupun berhadats besar ataupun kecil.
Shahabat Ibnu ‘Abbas membolehkan orang berjunub membaca Al-Qur’an dan beliau sendiri melakukannya. Riwayat shahabat Hakam yang menyembelih dengan (menyebut) nama Allah, yaitu Bismillah yang merupakan sebagian dari ayat Al-Qur’an, padahal beliau sedang junub. Begitu pula riwayat Abu Sufyan, bahwa seorang penguasa Romawi yang beragama Nashrani yang tentu saja tidak mengenal syariat mandi janabat atau wudlu bila berhadats, dia dikirimi surat oleh Nabi SAW dengan menyertakan ayat sebagai materi dakwah kepadanya.
Maka dari hadits dan riwayat tersebut, bisa diambil kesimpulan, bahwa hukum bagi seseorang yang sedang berhadats besar maupun kecil untuk membaca Al-Qur’an adalah boleh dan tidak dilarang oleh agama.
Tentang wanita haidl atau nifas membaca Al-Qur’an
Tentang wanita haidl atau nifas membaca Al-Qur’an ini, memang ada hadits yang melarangnya, tetapi setelah diselidiki, ternyata hadits itu lemah, hadits  itu sebagai berikut :
عَنِ ابْنِ عُمَرَ عَنِ النَّبِيّ ص قَالَ: لاَ يَقْرَأُ اْلجُنُبُ وَ لاَ اْلحَائِضُ شَيْئًا مِنَ اْلقُرْآنِ. ابو داود و الترمذى و ابن ماجه، فى نيل الاوطار 1: 266
Dari Ibnu ‘Umar, dari Nabi SAW, beliau bersabda, “Orang yang berjunub dan wanita yang haidl tidak boleh membaca sesuatu dari Al-Qur’an”. [HR. Abu Dawud, Tirmidzi dan Ibnu Majah, Nailul Authar I : 266]
عَنْ جَابِرٍ عَنِ النَّبِيّ ص قَالَ: لاَ يَقْرَأُ اْلحَائِضُ وَ لاَ النُّفَسَآءُ مِنَ اْلقُرْآنِ شَيْئًا. الدارقطنى، فى نيل الاوطار 1: 267
Dari Jabir, dari Nabi SAW, beliau bersabda, “Wanita yang sedang haidl dan yang sedang nifas tidak boleh membaca sesuatu dari Al-Qur’an”. [HR. Daruquthni, Nailul Authar I : 267]
Hadits-hadits tersebut adalah lemah dan tidak dapat dipakai sebagai dasar untuk menetapkan hukum, karena pada hadits pertama dalam isnadnya terdapat Ismail bin ‘Ayyasy dan dia dilemahkan oleh imam-imam Bukhari, Ahmad dan lain-lain ahli hadits.
Sedang hadits kedua dalam isnadnya terdapat seorang yang bernama Muhammad bin Fadl yang dikenal oleh para ahli hadits sebagai seorang pemalsu hadits yang terkenal.
Kesimpulan :
Karena tidak ada dasar yang kuat yang melarang wanita yang sedang haidl dan nifas untuk membaca Al-Qur’an, maka hukumnya kembali kepada hukum asal, yaitu boleh.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tentang kehidupan Dunia

  TENTANG DUNIA فعَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ رض قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: لَوْ كَانَتِ الدُّنْيَا تَعْدِلُ عِنْدَ اللهِ جَنَاحَ بَعُوْضَةٍ ...