1/20/2013

Thaharah (ke-9)

Tayammum
Tayammum adalah suatu syariat agama sebagai pengganti wudlu atau mandi janabat bagi yang hendak melaksanakan shalat karena sesuatu keadaan.
وَ اِنْ كُنْتُمْ مَرْضى اَوْ عَلى سَفَرٍ اَوْ جَآءَ اَحَدٌ مّنْكُمْ مّنَ اْلغَآئِطِ اَوْ لَمَسْتُمُ النّسَآءَ فَلَمْ تَجِدُوْا مَآءً فَتَيَمَّمُوْا صَعِيْدًا طَيّبًا فَامْسَحُوْا بِوُجُوْهِكُمْ وَ اَيْدِيْكُمْ.... النساء 43 و المائدة:6
Dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir atau datang dari tempat buang air atau kamu telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapat air, maka bertayammumlah kamu dengan tanah yang baik (suci), sapulah mukamu dan tanganmu. [QS. An-Nisaa’ : 43 dan Al-Maaidah : 6]
Keterangan :
Yang dimaksud orang sakit ialah, orang sakit yang apabila terkena air akan membahayakan baginya atau memperlambat kesembuhannya.
Termasuk dalam pengertian “tidak mendapat air”, ialah walaupun ada air tetapi tempatnya sangat jauh menurut ukuran yang umum, atau tempatnya berbahaya. Atau walaupun ada tetapi sangat sedikit/terbatas dan dipergunakan untuk keperluan penting lainnya (mencuci, memasak dan lain-lain), sehingga adanya seolah sama dengan tidak ada.
عَنْ عَائِشَةَ اَنَّهَا اسْتَعَارَتْ مِنْ اَسْمَاءَ قِلاَدَةً فَهَلَكَتْ، فَبَعَثَ رَسُوْلُ اللهِ ص رِجَالاً فِى طَلَبِهَا. فَوَجَدُوْهَا فَاَدْرَكَتْهُمُ الصَّلاَةُ وَ لَيْسَ مَعَهُمْ مَاءٌ، فَصَلَّوْا بِغَيْرِ وُضُوْءٍ. فَلَمَّا اَتَوْا رَسُوْلَ اللهِ ص شَكَوْا ذلِكَ اِلَيْهِ، فَاَنْزَلَ اللهُ عَزَّ وَ جَلَّ ايَةَ التَّيَمُّمِ. الجماعة الا الترمذى
Dari ‘Aisyah, sesungguhnya dia pernah meminjam sebuah kalung dari Asma’, lalu kalung itu hilang. Kemudian Rasulullah SAW mengutus beberapa orang untuk mencarinya, lalu mereka menemukannya, lalu mereka menjumpai waktu shalat, padahal tidak ada air, lantas mereka shalat tanpa wudlu. Maka tatkala mereka datang kepada Rasulullah SAW, mereka mengadukan hal tersebut kepadanya, lalu Allah ‘Azza wa Jalla menurunkan ayat tayammum. [HR. Jama’ah, kecuali Tirmidzi, dalam Nailul Authar I : 313]
عَنْ عَلِيّ كَرَّمَ اللهُ وَجْهَهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: اُعْطِيْتُ مَا لَمْ يُعْطَ اَحَدٌ مِنَ اْلاَنْبِيَاءِ. نُصِرْتُ بِالرُّعْبِ، وَ اُعْطِيْتُ مَفَاتِيْحَ اْلاَرْضِ، وَ سُمّيْتُ اَحْمَدَ وَ جُعِلَ لِيَ التُّرَابُ طَهُوْرًا وَ جُعِلَتْ اُمَّتِى خَيْرَ اْلاُمَمِ. احمد
Dari ‘Ali karramallaahu wajhah, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, “Aku diberi sesuatu yang tidak diberikan kepada seorang pun dari para nabi-nabi, yaitu : Aku diberi kemenangan dengan rasa takut di pihak lawan, aku diberi kunci-kunci untuk menaklukkan beberapa negeri, aku diberi nama Ahmad, dijadikan tanah bagiku sebagai pensuci, dan dijadikan ummatku sebaik-baik ummat”. [HR. Ahmad, dalam Nailul Authar I : 307]
عَنْ حُذَيْفَةَ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: فُضّلْنَا عَلَى النَّاسِ بِثَلاَثٍ. جُعِلَتْ صُفُوْفُنَا كَصُفُوْفِ اْلمَلاَئِكَةِ، وَ جُعِلَتْ لَنَا اْلاَرْضُ كُلُّهَا مَسْجِدًا، وَ جُعِلَتْ تُرْبَتُهَا لَنَا طَهُوْرًا اِذَا لَمْ نَجِدِ اْلمَاءَ. مسلم
Dari Hudzaifah RA, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, “Kami diberi kelebihan atas manusia dengan tiga perkara, yaitu : Dijadikan barisan-barisan kami seperti barisan-barisan malaikat, dijadikan bagi kami bumi seluruhnya sebagai tempat shalat, dan dijadikan bagi kami debunya sebagai pensuci apabila kami tidak mendapatkan air”. [HR. Muslim, dalam Nailul Authar I : 308]
عَنْ عِمْرَانَ بْنِ حُصَيْنٍ قَالَ: كُنَّا مَعَ رَسُوْلِ اللهِ ص فِى سَفَرٍ فَصَلَّى بِالنَّاسِ. فَاِذَا هُوَ بِرَجُلٍ مُعْتَزِلٍ فَقَالَ: مَا مَنَعَكَ اَنْ تُصَلّيَ؟ قَالَ: اَصَابَتْنِى جَنَابَةٌ وَ لاَ مَاءَ. قَالَ: عَلَيْكَ بِالصَّعِيْدِ، فَاِنَّهُ يَكْفِيْكَ. احمد و البخارى و مسلم فى نيل الاوطار 1: 300
Dari ‘Imran bin Hushain, ia berkata : Kami pernah bersama Rasulullah SAW dalam safar (bepergian), lalu beliau SAW shalat bersama orang banyak, tiba-tiba ada seorang laki-laki menyendiri, lalu beliau bertanya, “Apa yang menghalangi kamu untuk shalat ?”. Ia menjawab, “Saya sedang junub, padahal tidak ada air”. (Kemudian) Nabi SAW bersabda, “Gunakanlah debu, karena sesungguhnya ia cukup bagimu”. [HR. Ahmad, Bukhari dan Muslim, dalam Nailul Authar I : 300]
عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَسَارٍ عَنْ اَبِى سَعِيْدٍ اْلخُدْرِيّ قَالَ: خَرَجَ رَجُلاَنِ فِى سَفَرٍ فَحَضَرَتِ الصَّلاَةُ وَ لَيْسَ مَعَهُمَا مَاءٌ فَتَيَمَّمَا صَعِيْدًا طَيّبًا فَصَلَّيَا. ثُمَّ وَجَدَ اْلمَاءَ فِى اْلوَقْتِ فَاَعَادَ اَحَدُهُمَا اْلوُضُوْءَ وَ الصَّلاَةَ وَ لَمْ يُعِدِ اْلآخَرُ. ثُمَّ اَتَيَا رَسُوْلَ اللهِ ص فَذَكَرَا ذلِكَ لَهُ فَقَالَ لِلَّذِى لَمْ يُعِدْ: اَصَبْتَ السُّنَّةَ وَ اَجْزَاَتْكَ صَلاَتُكَ. وَ قَالَ لِلَّذِى تَوَضَّأَ وَ اَعَادَ: لَكَ اْلاَجْرُ مَرَّتَيْنِ. النسائى و ابو داود و هذا لفظه
Dari ‘Atha’ bin Yasar, dari Abu Sa’id Al-Khudriy, ia berkata : Dua orang laki-laki keluar dalam satu bepergian, lalu datang waktu shalat (padahal keduanya tidak membawa air), kemudian kedua orang itu bertayammum dengan debu yang bersih, lantas keduanya shalat. Kemudian (selesai shalat) mereka mendapati air dalam waktu itu. Lalu salah seorang dari padanya mengulangi dengan wudlu dan shalat, sedang yang lain tidak mengulangi. Kemudian kedua orang itu menghadap Rasulullah SAW, lalu menceritakan hal itu kepada beliau, maka Nabi SAW bersabda kepada orang yang tidak mengulangi, “Kamu sesuai dengan sunnah dan shalatmu sudah memadai”. Dan terhadap orang yang wudlu dan mengulangi, beliau bersabda, “Bagimu pahala dua kali”. [HR. Nasai dan Abu Dawud, dan ini adalah lafadh Abu Dawud, dalam Nailul Authar I : 311]
عَنْ جَابِرٍ قَالَ: خَرَجْنَا فِى سَفَرٍ فَاَصَابَ رَجُلاً مِنَّا حَجَرٌ، فَشَجَّهُ فِى رَأْسِهِ ثُمَّ احْتَلَمَ فَسَأَلَ اَصْحَابَهُ: هَلْ تَجِدُوْنَ لِى رُخْصَةً فِى التَّيَمُّمِ؟ فَقَالُوْا: مَا نَجِدُ لَكَ رُخْصَةً وَ اَنْتَ تَقْدِرُ عَلَى اْلمَاءِ. فَاغْتَسَلَ فَمَاتَ. فَلَمَّا قَدِمْنَا عَلَى رَسُوْلِ اللهِ ص اُخْبِرَ بِذلِكَ فَقَالَ: قَتَلُوْهُ قَتَلَهُمُ اللهُ. اَلاَ سَأَلُوْا اِذْ لَمْ يَعْلَمُوْا؟ فَاِنَّمَا شِفَاءُ اْلعَيّ السُّؤَالُ. اِنَّمَا كَانَ يَكْفِيْهِ اَنْ يَتَيَمَّمَ وَ يَعْصِرَ اَوْ يَعْصِبَ عَلَى جُرْحِهِ ثُمَّ يَمْسَحَ عَلَيْهِ وَ يَغْسِلَ سَائِرَ جَسَدِهِ. ابو داود و الدارقطنى
Dari Jabir, ia berkata : Kami pernah keluar dalam safar (bepergian), lalu salah seorang diantara kami kena batu, sehingga luka di kepalanya, kemudian ia mimpi keluar mani, lalu bertanya kepada kawan-kawannya, “Apakah kamu mendapatkan dalil yang membolehkan aku tayammum ?”. Mereka menjawab, “Kami tidak mendapati dalil yang membolehkan kamu tayammum, karena dapat menggunakan air”. Lalu ia mandi, kemudian ia mati. Maka tatkala kami sampai di hadapan Nabi SAW, hal itu diceritakan kepada beliau, lalu Nabi SAW bersabda, “Celaka mereka itu, karena mereka telah membunuhnya ! Mengapa mereka tidak bertanya. Jika tidak mengetahui, karena obatnya orang yang tidak tahu itu adalah bertanya. Sesungguhnya cukup baginya bertayammum dan membalut lukanya itu dengan sepotong kain, lantas ia mengusap di atasnya, dan membasuh seluruh badannya”. [HR. Abu Dawud dan Daruquthni, dalam Nailul Authar I : 301]
عَنْ عَمْرِو بْنِ اْلعَاصِ اَنَّهُ لَمَّا بُعِثَ فِى غَزْوَةِ ذَاتِ السَّلاَسِلِ قَالَ: احْتَلَمْتُ فِى لَيْلَةٍ بَارِدَةٍ شَدِيْدَةِ اْلبَرْدِ، فَاَشْفَقْتُ اِنِ اغْتَسَلْتُ اَنْ اَهْلِكَ. فَتَيَمَّمْتُ، ثُمَّ صَلَّيْتُ بِاَصْحَابِى صَلاَةَ الصُّبْحِ. فَلَمَّا قَدِمْنَا عَلَى رَسُوْلِ اللهِ ص ذَكَرُوْا ذلِكَ لَهُ. فَقَالَ: يَا عَمْرُو، صَلَّيْتَ بِاَصْحَابِكَ وَ اَنْتَ جُنُبٌ؟ قُلْتُ: ذَكَرْتُ قَوْلَ اللهِ عَزَّ وَ جَلَّ {وَ لاَ تَقْتُلُوْآ اَنْفُسَكُمْ، اِنَّ اللهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيْمًا} فَتَيَمَّمْتُ ثُمَّ صَلَّيْتُ. فَضَحِكَ رَسُوْلُ اللهِ ص وَ لَمْ يَقُلْ شَيْئًا. احمد و ابو داود و الدارقطنى
Dari ‘Amr bin Al-‘Ash, sesungguhnya ketika ia diutus dalam peperangan Dzatus Salasil, ia berkata : Saya mimpi sampai keluar mani pada suatu malam yang sangat dingin. Kalau saya mandi, maka saya khawatir celaka, karena itu saya bertayammum. Kemudian saya mengimami kawan-kawan shalat Shubuh. Ketika kami sampai di hadapan Rasulullah SAW, lalu mereka menceritakan peristiwa itu kepada beliau. Kemudian Rasulullah SAW bersabda, “Ya ‘Amr, apakah kamu telah mengimami shalat kawan-kawanmu padahal kamu junub ?”. Saya menjawab, “Saya ingat firman Allah ‘Azza wa Jalla (yang artinya : Dan jangan kamu membunuh diri-dirimu, sesungguhnya Allah Maha Penyayang terhadap kamu)” [QS. An-Nisaa’ : 29], lalu saya tayammum, kemudian shalat”. Maka Rasulullah SAW tertawa, tanpa mengatakan sesuatu apapun”. [HR. Ahmad, Abu Dawud dan Daruquthni, dalam Nailul Authar I : 302]
Cara tayammum :
Cara yang dituntunkan oleh Nabi SAW untuk melakukan tayammum adalah :
 =  Menepukkan tangan ke sembarang tempat yang suci dan mengandung debu dengan satu kali tepukan.
 =  Kemudian mengusapkannya ke wajah dan pada kedua tangan hingga pergelangan, atau tangannya dahulu kemudian wajah, dengan tanpa mengulangi menepuk tempat yang berdebu tersebut.
 =  Boleh pula dengan meniup-niupnya terlebih dahulu.
Hadits Nabi SAW :
عَنْ عَمَّارِ يْنِ يَاسِرٍ قَالَ: بَعَثَنِى رَسُوْلُ اللهِ ص فِى حَاجَةٍ فَاَجْنَبْتُ فَلَمْ اَجِدِ اْلمَاءَ فَتَمَرَّغْتُ فِى الصَّعِيْدِ كَمَا تَمَرَّغُ الدَّابَّةُ، ثُمَّ اَتَيْتُ النَّبِيَّ ص، فَذَكَرْتُ ذلِكَ لَهُ. فَقَالَ: اِنَّمَا كَانَ يَكْفِيْكَ اَنْ تَقُوْلَ بِيَدَيْكَ هكَذَا. ثُمَّ ضَرَبَ بِيَدَيْهِ اْلاَرْضَ ضَرْبَةً وَاحِدَةً، ثُمَّ مَسَحَ الشّمَالَ عَلَى اْليَمِيْنِ وَ ظَاهِرَ كَفَّيْهِ وَ وَجْهَهُ. متفق عليه و اللفظ لمسلم
Dari ‘Ammar bin Yasir RA, ia berkata : Nabi SAW pernah mengutus saya untuk suatu keperluan. Kemudian dalam perjalanan itu saya berjunub, tetapi saya tidak memperoleh air, lalu saya berguling di tanah sebagaimana binatang berguling. (Setelah pulang) saya menghadap Nabi SAW, serta menceritakan pengalaman saya tersebut. Beliau bersabda, “Hanyasanya kamu cukup (bertayammum) dengan kedua tanganmu demikian”. Kemudian beliau menepukkan kedua tangannya ke bumi satu kali, lalu menyapu tangan kanannya dengan tangan kirinya serta punggung kedua telapak tangannya lalu mukanya. [HR. Muttafaq ‘alaih, dan lafadh itu bagi Muslim 1 : 280]
Dan dalam riwayat lain :
فَضَرَبَ النَّبِيُّ ص بِكَفَّيْهِ اْلاَرْضَ وَ نَفَخَ فِيْهِمَا ثُمَّ مَسَحَ بِهِمَا وَجْهَهُ وَ كَفَّيْهِ. البخارى و مسلم و اللفظ للبخارى 1: 87
Lalu Nabi SAW menepukkan kedua tangannya ke bumi, lalu meniup keduanya, kemudian menyapukannya ke muka dan dua tangannya (hingga pergelangan)”. [HR. Muttafaq ‘alaih, dan ini lafadh Bukhari I : 87]
Kesimpulan :
Tayammum adalah sebagai pengganti wudlu atau mandi junub bagi orang yang dalam keadaan sebagai berikut :
1.  Sakit, yang akan membahayakan atau memperlambat kesembuhan-nya bila terkena air.
2.  Orang yang tidak mendapatkan air, baik di tempat muqim maupun di tempat safar.
Adapun tentang musafir yang mendapat air, di sini ulama ada dua pendapat.
Pendapat pertama, orang musafir boleh tayammum sebagai pengganti wudlu atau mandi junub, walaupun ada air. Mereka beralasan dari pemahaman surat An-Nisaa’ ayat 43 dan Al-Maaidah ayat 6.
Pendapat kedua, orang musafir tidak boleh tayammum sebagai pengganti wudlu atau mandi junub, bila ada air. Mereka beralasan karena tidak adanya praktek dari Nabi SAW atau shahabat bertayammum diwaktu safar dalam keadaan ada air, bukan karena sakit atau udara yang amat dingin.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tentang kehidupan Dunia

  TENTANG DUNIA فعَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ رض قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: لَوْ كَانَتِ الدُّنْيَا تَعْدِلُ عِنْدَ اللهِ جَنَاحَ بَعُوْضَةٍ ...