Kaum munafiqin kembali di tengah jalan.
Nabi SAW dan tentara muslimin berangkat dari
Madinah berjalan menuju ke tempat yang diduduki oleh tentara
musyrikin. Pada malam hari (malam Sabtu 11 Syawal 3 H) sampailah perjalanan
beliau di suatu dusun yang bernama Syaikhain. Maka di
sinilah Nabi SAW beserta tentaranya berhenti. Kemudian
beliau memeriksa tentaranya. Diantara mereka yang belum
dewasa disuruh kembali ke Madinah, atau tidak diperkenankan ikut
berperang. Diantara yang disuruh kembali ialah ‘Abdullah bin ‘Umar, Zaid
bin Tsabit, Usamah bin Zaid, Baraa’ bin ‘Azib, Usaid bin Dhuhair, ‘Arabah bin
Aus, Abu Sa’id Al-Khudriy. Namun ada dua orang dari mereka sekalipun belum
dewasa, tetapi karena mempunyi kepandaian yang sangat berguna bagi peperangan,
maka diijinkan ikut menjadi tentara, yaitu shahabat Rafi’ bin Khadij dan Samurah
bin Jundab. Rafi’ pandai memanah dan Samurah mahir
bergulat. Dan di tempat tersebut Nabi SAW beserta tentara muslimin
bersama-sama
mengerjakan shalat Maghrib dan ‘Isya’ lalu bermalam. Nabi SAW
tidur dengan disertai oleh shahabat Dzakwan bin ‘Abdi Qais, dan di sekelilingnya
dijaga oleh 50 orang tentara dengan senjata lengkap.
Kemudian
pagi harinya Nabi SAW melanjutkan perjalanan bersama tentara
muslimin.
Tiba-tiba di tengah jalan beliau bertemu dengan segolongan
orang-orang yang belum dikenal, yang mereka masing-masing bersenjata.
Beliau lalu bertanya kepada tentara yang ada di belakangnya, “Siapakah mereka
itu ?”.
Seorang
shahabat menjawab, “Mereka itu golongan kaum Yahudi komplotan Abdullah bin
Ubay”.
Beliau
bertanya pula, “Adakah mereka telah ikut Islam
?”. Seorang shahabat tadi menjawab, “Tidak, ya Rasulullah !”. Beliau bersabda
:
اِنَّا لاَ نَنْتَصِرُ بِاَهْلِ اْلكُفْرِ عَلَى اَهْلِ الشّرْكِ
Sesungguhnya
kita tidak akan minta tolong pada orang kafir untuk
mengalahkan orang musyrik.
Memang mereka itu akan membantu tentara muslimin, tetapi beliau sebagai seorang
pemimpin yang bijaksana, menolak bantuan mereka, karena mereka itu orang-orang
kafir. Akhirnya mereka kembali, dan beliau beserta tentaranya
melanjutkan perjalanan. Kemudian setelah perjalan sampai di suatu tempat
(dusun) yang bernama Syauth, tiba-tiba ‘Abdullah bin Ubay bersama kawan-kawannya
sebanyak 300 orang kembali ke Madinah. Dengan adanya kejadian
ini, maka makin nyatalah kemunafiqan ‘Abdullah bin Ubay beserta
pengikutnya.
Ketika
itu ‘Abdullah bin Ubay berkata :
اََطَاعَهُمْ وَ عَصَانِى مَا نَدْرِى عَلاَمَ نَقْتَلُ اَنْفُسَنَا
ههُنَا اَيُّهَا النَّاسُ. ابن هشام 4 : 10
Muhammad
sudah tidak mau mengikut pendapatku, tetapi dia mengikut pendapat anak-anak dan
orang-orang muda sekarang, dan kita tidak tahu untuk apa kita membinasakan diri kita di sini wahai
kawan-kawan.
[Ibnu Hisyam 4 : 10]
Menurut
riwayat, bahwa ketika ‘Abdullah bin Ubay serta pengikutnya kembali, ‘Abdullah
bin ‘Amr bin Hiram (ayah shahabat Jabir) mengikuti untuk menasehatinya. Karena
dia ini termasuk dari golongan Khazraj, maka dia memperingatkan kepada mereka
yang kembali, “Hai kaumku ! ingatlah kamu kepada Allah, dan takutlah kepada-Nya. Apakah
kamu hendak merendahkan kepada kaummu dan Nabimu
?”.
Mereka
menyahut, “Jika kami mengerti akan berperang, niscaya kami mengikut kamu,
(tetapi ini tidak terjadi perang)”.
‘Abullah
bin ‘Amr berkata, “Mudah-mudahan Allah membinasakan kamu, dan mudah-mudahan Allah memberi kekayaan kepada Nabi-Nya dari
kelakuanmu yang keji itu”.
Sehingga waktu itu tentara muslimin tinggal
700 orang, dan dari tentara muslimin itu lalu timbul sedikit
perselisihan. Perselisihan terjadi diantara golongan Anshar Banu Haritsah
(Khazraj), dan golongan Anshar Banu Salamah (Aus). Adapun yang diperselisihkan ialah tentang ‘Abdullah bin Ubay serta
pengikut-pengikutnya. Dari golongan Banu Khazraj
berpendapat, bahwa ‘Abdullah bin Ubay itu lebih baik diperangi dahulu.
Tetapi dari golongan Banu Aus berpendapat, bahwa mereka itu
lebih baik dibiarkan saja.
Maka
Allah menurunkan wahyu kepada Nabi SAW
:
فَمَا لَكُمْ فِى اْلمُنفِقِيْنَ فِئَتَيْنِ، وَ اللهُ اَرْكَسَهُمْ
بِمَا كَسَبُوْا، اَ تُرِيْدُوْنَ اَنْ تَهْدُوْا مَنْ اَضَلَّ اللهُ. وَ مَنْ
يُّضْلِلِ اللهُ فَلَنْ تَجِدَ لَه سَبِيْلاً. النساء:88
Maka
mengapa bagi kamu (terpecah) menjadi dua golongan dalam (menghadapi) orang-orang
munafik, padahal Allah telah membalikkan mereka kepada kekafiran, disebabkan
usaha mereka sendiri?
Apakah kamu bermaksud memberi petunjuk kepada orang-orang yang
telah disesatkan Allah? Barangsiapa yang disesatkan Allah, sekali-kali
kamu tidak mendapatkan jalan (untuk memberi petunjuk) kepadanya.
[QS. An-Nisaa’ : 88]
Ketika itu Nabi SAW lalu bersabda :
اِنَّهَا طَيِّبَةٌ تَنْفِى اْلخَبَثَ كَمَا تَنْفِى النَّارُ خَبَثَ اْلفِضَّةِ. متفق عليه
Sesungguhnya
kejadian ini ada baiknya, bisa memusnahkan kejelekan sebagaimana api menghilangkan karat perak. [HR. Muttafaq ‘alaih]
Demikian sikap Nabi terhadap orang-orang
munafik, mereka itu dianggap sebagai kotoran, maka kotoran itu lebih baik lenyap
dari pada bercampur dengan kebersihan.
6.
Tentara Muslimin tiba di Uhud
Lalu
Nabi SAW beserta tentara muslimin melanjutkan perjalan menuju Uhud, dan ketika
itu golongan kaum Muslimin yang berselisih tadi sudah dapat dipersatukan
kembali.
Api perselisihan musnah karena masing-masing dipelihara
oleh Allah SWT.
Kemudian
di tengah perjalanan, sebagian dari shahabat-shahabat Anshar berkata kepada
Nabi,
يَا رَسُوْلَ اللهِ، اَلاَ نَسْتَعِيْنُ بِحُلَفَائِنَا مِنَ
اْليَهُوْدِ ؟ ابن هشام 4 : 10
Ya
Rasulullah, apakah tidak lebih baik kita minta bantuan kepada kaum Yahudi yang
punya perjanjian dengan kita ?.
Shahabat-shahabat Anshar berkata demikian
karena sebelumnya tidak mendengar sabda Nabi SAW bahwa beliau tidak akan minta pertolongan atau bantuan kepada kaum kafir untuk
mengalahkan kaum musyrikin. Oleh sebab itu Nabi SAW lalu menjawab :
لاَ حَاجَةَ لَنَا فِيْهِمْ
Tidak
ada keperluan kita pada (bantuan) mereka.
Selanjutnya Nabi SAW minta ditunjukkan suatu
jalan yang sekiranya tidak dilalui oleh tentara musyrikin. Ketika itu shahabat Abu Khaitsamah lalu
menunjukkan jalan yang dekat yang dikehendaki oleh Nabi SAW. Kemudian setelah
perjalanan dilanjutkan, tiba-tiba berjalan di suatu jalan kecil kepunyaan
seorang bernama Mirba’ bin Qaidhiy, yang buta matanya.
Nabi
SAW ketika berjalan di muka rumah orang itu tiba-tiba orang tua yang buta
matanya tadi menaburkan debu ke arah muka Nabi sambil berkata, “Kalau engkau
itu pesuruh Allah, maka aku tidak menghalalkan (memperkenankan) kepadamu
berjalan di jalanku ini)”.
Di lain riwayat diterangkan
: Kemudian Nabi bersama tentara muslimin melintasi tanah-tanah berbatu
hitam Banu Haritsah. Ketika itu beliau bersabda, “Siapakah diantara
kamu yang dapat membawa kami ke jalan yang lebih dekat”. Maka Abu Khaitsamah menjawab, “Saya, ya Rasulullah”.
Nabi SAW lalu mengikut dan terus berjalan melintasi
tanah-tanah harrah (berbatu hitam). Setelah perjalanan sampai di satu
kebun kepunyaan Mirba’ bin Qaidhiy, Mirba’ mendengar kedatangan beliau dengan
para shahabat di tempat itu, dan ia pun terus berdiri di tengah jalan sambil
menggenggam tanah lalu melemparkan-nya ke muka beliau dan tentara muslimin
seraya berkata, “Jika betul engkau itu pesuruh Allah, saya tidak menghalalkan
bagimu untuk masuk menginjak pagar kebun saya ini”. Menurut yang
diriwayatkan oleh Ibnu Hisyam : Mirba’ ketika itu lalu
mengambil segenggam tanah lantas berkata, “Demi Allah, jika saya mengetahui
bahwa tanah yang saya genggam ini tidak akan mengenai selain darimu, Muhammad,
niscaya saya lemparkan ke mukamu”.
Ketika
itu dengan cepat shahabat Sa’ad bin Zaid memukul kepalanya dengan busur panah
sehingga terluka, dan shahabat-shahabat lainnya hendak membunuhnya, tetapi oleh
Nabi SAW dicegahnya. Nabi bersabda
:
لاَ تَقْتُلُوْهُ. فَهذَا اْلاَعْمَى، اَعْمَى اْلقَلْبِ اَعْمَى
اْلبَصَرِ. ابن هشام 4: 11
Janganlah
kamu membunuhnya, karena orang itu buta hatinya dan buta pula
matanya.
[Ibnu Hisyam 4 : 11]
Perjalanan
dilanjutkan, akhirnya sampailah tentara muslimin yang sebanyak 700 orang
tersebut pada suatu tempat di bawah kaki gunung Uhud.
Di sinilah Nabi SAW beserta tentaranya berhenti, karena telah
melihat, bahwa tentara musuh sudah beramai-ramai, bertepuk tangan menduduki
tempat-tempat dekat gunung Uhud.
Oleh
karena tentara muslimin sebanyak 700 orang tadi pada waktu itu menghadapi musuh
lipat empat kali lebih, dan sebagian besar dari mereka sangat kurang
kepandaiannya dalam urusan berperang, sedang musuh yang dihadapi kecuali lipat
empat kali lebih, dan bersenjata lengkap, alat-alat peperangan serba cukup dan
orang-orangnya sebagian besar sudah berpengalaman perang. Oleh
sebab itu, Nabi SAW lalu mengumpulkan tentaranya, mengambil tempat membelakangi
bukit-bukit Uhud yang rasanya baik untuk perlindungan barisan tentaranya.
Tetapi karena tempat-tempat yang lain sudah kedahuluan menjadi tempat tentara
musuh, maka tempat-tempat yang diambil oleh Nabi SAW adalah tempat yang di
belakangnya ada suatu jalan yang terbuka, dan jalan itu dapat dipergunakan oleh
musuh untuk menyerang tentara muslimin dari arah belakang. Sekalipun demikian,
beliau sebagai komandan perang yang bijaksana, maka tempat-tempat tadi lalu
dipergukan untuk tentaranya yang pandai memanah sebanyak
lima
puluh orang dengan dikepalai oleh ‘Abdullah bin Jubair.
Pada
saat itu barisan tentara musyrikin sudah teratur rapi di kaki gunung Uhud, sayap
kanan barisan berkuda dipimpin oleh Khalid bin Walid, dan sayap kiri barisan
berkuda dipimpin oleh ‘Ikrimah bin Abi Jahl, dan barisan tengah dipimpin oleh
Shafwan bin Umayyah, bendera mereka dipegang oleh Abu
Thalhah.
Nabi
SAW lalu mengatur barisan tentaranya di tempat tersebut, sayap kanan diserahkan
kepada Zubair bin ‘Awwam, sayap kiri diserahkan kepada Mundzir bin ‘Amr. Bendera
Islam dipegang oleh Mush’ab bin ‘Umair. Kemudian Nabi SAW bersabda kepada
pemanah-pemanahnya :
اِحْمُوا لَنَا ظُهُوْرَنَا فَاِنَّا نَخَافُ اَنْ يَجِيْئُوْنَا مِنْ
وَرَاءِنَا. وَ اَلْزِمُوْا مَكَانَكُمْ. لاَ تَبْرَحُوْا مِنْهُ. وَ اِنْ
رَأَيْتُمُوْنَا نَهْزَمُهُمْ حَتَّى نَدْخُلَ فِى عَسْكَرِهِمْ فَلاَ تُفَارِقُوْا
مَكَانَكُمْ. وَ اِنْ رَأَيْتُمُوْنَا نُقْتَلُ فَلاَ تُعِيْنُوْنَا وَ لاَ
تَدْفَعُوْا عَنَّا. وَ اِنَّمَا عَلَيْكُمْ اَنْ تَرْشُقُوْا خَيْلَهُمْ
بِالنَّبْلِ. فَاِنَّ اْلخَيْلَ لاَ تُقْدِمُ عَلَى النَّبْلِ. اِنَّا لَنْ نَزَالَ
غَالِبِيْنَ مَا مَكَثْتُمْ مَكَانَكُمْ. اِنْضَحُوْا عَنَّا بِالنَّبْلِ. لاَ
يَأْتُوْنَا مِنْ وَرَاءِنَا. وَ لاَ تَبْرَحُوْا عَلَيْنَا. غُلِبْنَا اَوْ
نُصِرْنَا.
Jagalah kami sebelah belakang ini, maka
sesungguhnya kami kuatir, kalau mereka datang menyerang dari arah belakang ini,
dan tetaplah kamu sekalian di tempat kalian masing-masing dan janganlah kalian
meninggalkannya. Jikalau kalian melihat kami menyerang mereka sehingga masuk
dalam barisan tentara mereka, maka janganlah kamu sekalian meninggalkan dari
tempatmu masing-masing. Jikalau kalian melihat kami terbunuh, maka jangan kalian
menolong kami dan janganlah kalian datang membantu kami. Tugasmu hanyalah
memanah kuda-kuda mereka, karena kuda itu tidak akan
dapat maju kalau dihujani panah. Sesungguhnya kita senantiasa menang, selama
kamu sekalian tetap bertempat di tempat kalian masing-masing. Hendaklah kamu
sekalian menolak musuh dengan panah, agar supaya mereka tidak dapat datang dari
belakang kita, dan jangan pula kamu tinggalkan tempat itu baik kita kalah
ataupun menang.
Selanjutnya
Nabi SAW lalu bersabda kepada shahabat ‘Abdullah bin Jubair, yang beliau ini
sebagai kepala pasukan pemanah, sabdanya :
اِنْضَحِ اْلخَيْلَ عَنَّا بِالنَّبْلِ يَأْتُوْنَا مِنْ خَلْفِنَا اِنْ
كَانَتْ لَنَا اَوْ عَلَيْنَا، فَاثْبُتْ مَكَانَكَ لاَ نُؤْتَيَنَّ مِنْ
قِبَلِكَ. ابن هشام 4 : 12
Tolaklah
pasukan kuda musuh itu dengan panahmu, jangan sampai mereka datang menyerang
kita dari belakang, dan tetaplah kamu pada tempatmu, meskipun kita menang atau
kalah !.
Lalu Nabi SAW bersabda kepada tentara muslimin :
لاَ يُقَاتِلَنَّ اَحَدٌ مِنْكُمْ حَتَّى نَأْمُرَهُ بِاْلقِتَالِ. ابن هشام 4 : 11
Janganlah
seseorangpun dari kalian menyerang sehingga kami perintahkan untuk perang !.
7. Nabi SAW memberikan pedang kepada Abu
Dujanah.
Setelah
kedua pasukan saling berhadapan, tentara musyrikin menunjukkan kekuatannya,
kegagahannya dan kecakapannya kepada tentara muslimin, maka Nabi SAW
mengeluarkan pedang dari sarungnya, lalu bersabda :
مَنْ يَأْخُذُ هذَا السَّيْفَ بِحَقّهِ ؟
Siapa
yang akan memegang pedang ini dengan haknya ?.
Pada saat itu banyak dari shahabat-shahabat
beliau yang ingin memegang pedang tadi, tetapi oleh beliau tidak
diperkenankan. Diantara mereka yang meminta ialah shahabat Umar, Ali, Zubair dan
lain-lainnya. Bahkan Zubair meminta sampai tiga
kali. Kemudian Abu Dujanah (Simak bin kHarasyah) bertanya kepada beliau :
مَا حَقُّهُ يَا رَسُوْلَ اللهِ ؟
Apa
haknya (pedang itu) ya Rasulullah ?.
Nabi SAW menjawab
: اَنْ تَضْرِبَ بِهِ وَجْهَ اْلعَدُوّ حَتَّى
يَنْحَنِيَ
Kamu
memukul dengan pedang itu pada muka musuh sehingga bengkok.
Abu
Dujanah berkata :
اَنَا آخُذُهُ يَا رَسُوْلُ اللهِ
Saya
yang memegang ya Rasulullah.
[Ibnu
Hisyam 4 : 13].
Oleh Nabi SAW pedang tadi lalu diserahkan
kepada Abu Dujanah. Memang dia seorang yang terkenal perkasa, gagah berani, kalau
berperang biasa meliuk-liukkan kepalanya seperti jalannya orang yang congkak,
tetapi dalam waktu peperangan tidak dilarang mengerjakan yang seperti itu ketika
menghadapi musuh.
Kemudian
ketika itu Abu ‘Amir Ar-Rahib yang namanya ‘Abdu ‘Amr bin Shaifiy Al-Ausiy
(seorang pendeta dari golongan Aus di Madinah) yang membantu tentara Quraisy,
menampakkan diri di muka pasukan tentara muslimin. Yang sedemikian itu
denganmaksud mencari muka kepada kepala-kepala pasukan tentara Quraisy, ia menyangka jika ia memanggil-manggil golongan Aus Islam
yang ketika itu menjadi pasukan tentara muslimin, niscara bisa mengembalikan
mereka dan mengikut kepadanya. Akan tetapi kenyataanya setelah ia menampakkan diri sambil berteriak-teriak memanggil kaum
Aus, dia tidak mendapatkan balasan yang dimaksudnya, bahkan sebaliknya, mendapat
dampratan yang keras dari tentara muslimin. Tentara muslimin berkata :
فَلاَ اَنْعَمَ اللهُ بِكَ عَيْنًا يَا فَاسِقُ. ابن هشام : 4 : 13
Semoga
Allah tidak memberikan kebaikan kamu, hai orang yang fasiq
!.
Tentara muslimin membalas demikian itu dengan
melemparkan batu-batu kepadanya, maka iapun pergi menjauhkan
diri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar