Tentang
kewajiban anak kepada orang tua (1)
Allah
SWT mewajibkan kepada kita untuk berbhakti kepada kedua orang tua, setelah Allah
SWT memerintahkan kepada kita supaya menyembah kepada-Nya serta tidak
mensekutukan-Nya dengan sesuatu apapun.
Firman
Allah SWT :
وَ اعْبُدُوا اللهَ وَ لاَ تُشْرِكُوْا بِه شَيْئًا، وَّ
بِاْلوالِدَيْنِ اِحْسَانًا. النساء:36
Sembahlah
Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan
sesuatupun.
Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu bapak.
[QS. An-Nisaa' : 36]
وَ قَضى رَبُّكَ اَلاَّ تَعْبُدُوْآ اِلاَّ اِيَّاهُ وَ بِاْلوالِدَيْنِ
اِحْسَانًا، اِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ اْلكِبَرَ اَحَدُهُمَا اَوْ كِلاَهُمَا
فَلاَ تَقُلْ لَّهُمَا اُفّ وَّ لاَ تَنْهَرْ هُمَا وَ قُلْ لَّهُمَا قَوْلاً
كَرِيْمًا. وَ اخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَ قُلْ رَّبِّ
ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِيْ صَغِيْرًا. الاسراء:23-24
Dan
Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan
hendaklah kamu berbuat baik kepada ibu bapakmu dengan
sebaik-baiknya.
Jika salah seorang diantara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut
dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya
perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka
perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan
penuh kesayangan dan ucapkanlah : "Wahai Tuhanku,
kasihanilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu
kecil".
[QS. Al-Israa' : 23-24]
وَ وَصَّيْنَا اْلاِنْسَانَ بِوالِدَيْهِ حُسْنًا، وَ اِنْ جَاهَدَاكَ
لِتُشْرِكَ بِيْ مَا لَيْسَ لَكَ بِه عِلْمٌ فَلاَ تُطِعْهُمَآ، اِلَيَّ
مَرْجِعُكُمْ فَاُنَبّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُوْنَ. العنكبوت:8
Dan
Kami wajibkan manusia (berbuat) kebaikan kepada dua orang
ibu-bapaknya.
Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang tidak
ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya. Hanya
kepada-Ku lah kembalimu, lalu Aku beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.
[QS. Al-Ankabuut : 8]
وَ وَصَّيْنَا اْلاِنْسَانَ بِوالِدَيْهِ اِحْسَانًا، حَمَلَتْهُ اُمُّه
كُرْهًا وَّ وَضَعَتْهُ كُرْهًا، وَّ حَمْلُه وَ فِصَالُه ثَلثُوْنَ
شَهْرًا. الاحقاف:15
Kami
perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya,
ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan
melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai
menyapihnya adalah tiga puluh bulan.
[QS. Al-Ahqaaf : 15]
وَ وَصَّيْنَا اْلاِنْسَانَ بِوالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ اُمُّه وَهْنًا
عَلى وَهْنٍ وَّ فِصلُه فِيْ عَامَيْنِ اَنِ اشْكُرْ لِيْ وَ لِوالِدَيْكَ، اِلَيَّ
اْلمَصِيْرُ. وَ اِنْ جَاهَدَاكَ عَلى اَنْ تُشْرِكَ بِيْ مَا لَيْسَ لَكَ بِه
عِلْمٌ فَلاَ تُطِعْهُمَا، وَ صَاحِبْهُمَا فِى الدُّنْيَا مَعْرُوْفًا، وَ
اتَّبِعْ سَبِيْلَ مَنْ اَنَابَ اِلَيَّ، ثُمَّ اِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ
فَاُنَبّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُوْنَ. لقمان:14-15
Dan
Kami washiyatkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada kedua orang ibu
bapaknya, ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah,
dan menyapihnya dalam dua tahun.
Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya
kepada-Ku lah kembalimu. Dan jika keduanya memaksamu untuk
mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu,
maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan bergaullah dengan keduanya di dunia
dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya
kepada-Ku lah kembalimu, maka Ku beritakan kepadamu apa yang telah kamu
kerjakan.
[QS. Luqman : 14-15]
Allah
SWT menjadikan kedua orang tua kita sebagai perantara lahirnya kita di dunia
ini, maka betapa besar jasa keduanya kepada kita, dan bagaimanapun juga kita
tidak akan bisa membalas jasa
keduanya.
Rasulullah
SAW pernah ditanya oleh seseorang sebagaimana hadits berikut
:
اَنَّ رَجُلاً اَتَى اِلَى النَّبِيِّ ص فَقَالَ: اِنَّ لِىْ اُمًّا،
اَنَا مَطِيَّتُهَا اُقْعِدُهَا عَلَى ظَهْرِى وَ لاَ اَصْرِفُ عَنْهَا وَجْهِى وَ
اَرُدُّ اِلَيْهَا كَسْبِى، فَهَلْ جَزَيْتُهَا؟ قَالَ: لاَ، وَ لاَ بِزَفْرَةٍ
وَاحِدَةٍ. قَالَ: وَ لِمَ؟ قَالَ: ِلاَنَّهَا كَانَتْ تَخْدُمُكَ وَ هِيَ تُحِبُّ
حَيَاتَكَ. وَ اَنْتَ تَخْدُمُهَا تُحِبُّ مَوْتَهَا. ابو الحسن الماوردى
Sesungguhnya
ada seorang laki-laki datang kepada Nabi SAW, lalu bertanya, "Sesungguhnya saya
mempunyai seorang ibu, saya menggendongnya di punggung saya, saya tidak pernah
bermuka masam kepadanya, dan saya serahkan kepadanya hasil pencaharian saya,
apakah yang demikian itu saya telah membalas budinya
?". Rasulullah SAW bersabda, "Belum, walau satu tarikan
nafas panjangnya". Orang itu bertanya pula :
"Mengapa demikian ya Rasulullah ?". Jawab beliau, "Karena ibumu memelihara kamu
dengan berharap agar kamu panjang umur, sedangkan kamu memeliharanya itu dengan
berharap ia lekas mati".
[HR. Abul Hasan Al-Mawardi]
Dan
Rasulullah SAW juga pernah ditanya
:
يَا رَسُوْلَ اللهِ مَنْ اَحَقُّ النَّاسِ بِحُسْنِ صَحَابَتِى؟ قَالَ:
اُمُّكَ. قَالَ: ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ: اُمُّكَ. قَالَ: ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ: اُمُّكَ.
ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ: اَبُوْكَ. البخارى و مسلم
"Ya
Rasulullah, siapakah orang yang lebih berhaq saya santuni dengan baik ?". Rasulullah SAW bersabda,
"Ibumu". Laki-laki itu bertanya lagi : "Kemudian
siapa ?". Beliau menjawab, "Ibumu". Laki-laki itu
bertanya lagi, "Kemudian siapa ?". Beliau menjawab, "Ibumu". Laki-laki itu bertanya lagi,
"Kemudian siapa ?". Jawab beliau,
"Bapakmu".
[HR. Bukhari dan Muslim]
Walaupun
di dalam hadits tersebut disebutkan "Ibumu" sampai tiga kali, kemudian baru
"Bapakmu", hanya satu kali, ini tidak berarti ibu itu harus lebih diistimewakan
daripada bapak.
Bisa juga Nabi SAW menjawab demikian itu karena melihat kepada kejiwaan orang
yang bertanya tadi, ia kurang memperhatikan kepada ibunya, maka oleh Nabi SAW ia
dinasehati agar berbhakti kepada ibunya hingga tiga kali, baru kemudian kepada
bapaknya, sebagaimana Nabi SAW juga pernah ditanya oleh seseorang, "Amal
apakah yang paling baik dalam Islam, ya Rasulullah ?". Jawab beliau, "Jangan marah".
Di
lain waktu Rasulullah SAW juga ditanya dengan pertanyaan yang sama oleh orang
lain, "Amal apa yang paling baik dalam Islam, ya Rasulullah
?". Jawab beliau, "Katakanlah :
Saya beriman kepada Allah, kemudian istiqamahlah".
Dari
dua jawaban Nabi SAW tersebut bukan berarti Nabi SAW tidak tetap dalam menjawab,
tetapi Nabi SAW dalam menjawabnya melihat kepada kejiwaan siapa yang dihadapinya
itu, sehingga si pemarah dinasehati untuk menahan marahnya, dan orang yang
kurang kuat pendiriannya diberi nasehat agar memperkuat keimanannya dan
beristiqamah.
Dan
terbukti di dalam ayat-ayat Al-Qur'an selalu disebutkan
:
وَ بِاْلوالِدَيْنِ اِحْسَانًا
"dan hendaklah berbhakti kepada kedua orang
tua", tanpa membedakan antara ayah dan ibu.
Dan
lagi pula walaupun yang mengandung dan menyusui itu adalah ibu, namun ayah
tidaklah kalah berat tanggungjawabnya, melihat orang laki-laki itu sebagai
pemimpin bagi kaum wanita dan keluarganya, sebagaimana firman Allah SWT :
اَلرّجَالُ قَوَّامُوْنَ عَلَى النّسَآءِ بِمَا فَضَّلَ اللهُ
بَعْضَهُمْ عَلى بَعْضٍ وَّ بِمَا اَنْفَقُوْا مِنْ اَمْوَالِهِمْ. النسآء:34
Kaum
laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, karena Allah telah melebihkan
sebagian mereka atas sebagian yang lain dan karena
laki-laki telah menafkahkan sebagian dari harta mereka
[QS. An-Nisaa' : 34]
Allah
SWT juga berfirman :
قُوْا اَنْفُسَكُمْ وَ اَهْلِيْكُمْ نَارًا
...
peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka
...
[QS. Tahrim : 6]
Ayat-ayat
tersebut, menunjukkan bahwa seorang laki-laki adalah bertanggungjawab dalam
memimpin dan mengarahkan istri dan anak-anaknya, oleh karena itu kewajiban
berbhakti seorang anak kepada ayah maupun ibunya adalah
sejajar.
Kita
wajib berbhakti kepada kedua orang tua, meskipun kedua orang tua kita belum mau
masuk Islam, sebagaimana riwayat berikut
:
عَنْ اَسْمَاءَ بِنْتِ اَبِى بَكْرٍ رض قَالَتْ: قَدِمَتْ عَلَيَّ
اُمِّى وَ هِيَ مُشْرِكَةٌ فِى عَهْدِ رَسُوْلِ اللهِ ص فَاسْتَفْتَيْتُ رَسُوْلَ
اللهِ ص. قُلْتُ: اِنَّ اُمِّى قَدِمَتْ رَاغِبَةً (اَىْ طَامِعَةً فِيْمَا عِنْدِى
مِنْ بِرٍّ) اَ فَاَصِلُ اُمِّى؟ قَالَ: نَعَمْ، صِلِى اُمَّكِ. فَأَنْزَلَ اللهُ:
لاَ يَنْهَا كُمُ اللهُ عَنِ الَّذِيْنَ لَمْ يُقَاتِلُوْكُمْ فِى الدّيْنِ وَ لَمْ
يُخْرِجُوْكُمْ مّنْ دِيَارِكُمْ اَنْ تَبَرُّوْهُمْ وَ تُقْسِطُوْا اِلَيْهِمْ،
اِنَّ اللهَ يُحِبُّ اْلمُقْسِطِيْنَ. البخارى و مسلم و ابو داود و البيهقى
Dari
Asma' binti Abu Bakar RA, ia berkata, "Pada masa Nabi
SAW masih hidup ibuku datang kepadaku sedang dia itu masih musyrik. Lalu saya
meminta pertimbangan atau fatwa kepada Rasulullah SAW, Sesungguhnya ibuku datang
kepadaku dengan mengharapkan kebhaktianku kepadanya. Maka apakah aku boleh
berbuat baik kepadanya ?". Beliau SAW
bersabda, "Ya, tetaplah kamu menyambung-nya dan berbuat baik kepadanya".
Kemudian Allah menurunkan ayat (yang artinya), "Allah tidak
melarang kepadamu untuk berbuat baik dan berlaku adil dengan orang-orang yang
tidak memerangi kamu sebab agama, dan tidak mengusir kamu dari
kampungmu. Sesungguhnya Allah itu senang kepada
orang-orang yang berlaku adil". (QS. Al-Mumtahanah : 8). [HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud dan
Baihaqi]
Apabila
kedua orang tua sudah meninggal dunia, anak pun masih bisa berbhakti kepada
keduanya dengan jalan mendoakan dan memohonkan ampun untuk keduanya, apabila
kedua orang tuanya itu muslim (orang Islam), sebagaimana riwayat berikut ini :
عَنْ اَبِى اُسَيْدٍ مَالِكِ بْنِ رَبِيْعَةَ السَّاعِدِيِّ قَالَ:
بَيْنَمَا نَحْنُ جُلُوْسٌ عِنْدَ رَسُوْلِ اللهِ ص اِذْ جَاءَ رَجُلٌ مِنْ بَنِى
سَلَمَةَ فَقَالَ: يَا رَسُوْلَ اللهِ، هَلْ بَقِيَ مِنْ بِرِّ اَبَوَيَّ شَيْءٌ
اَبَرُّهُمَا بِهِ بَعْدَ مَوْتِهِمَا؟ قَالَ: نَعَمْ. اَلصَّلاَةُ عَلَيْهِمَا، وَ
اْلاِسْتِغْفَارُ لَهُمَا، وَ اِنْفَاذُ عَهْدِهِمَا مِنْ بَعْدِهِمَا، وَ صِلَةُ
الرَّحِمِ الَّتِى لاَ تُوْصَلُ اِلاَّ بِهِمَا وَ اِكْرَامُ
صَدِيْقِهِمَا. ابو داود و ابن ماجه و ابن حبان فى حديث صحيحه
Dari
Abu Usaid Malik bin Rabi'ah As-Sa'idiy, ia berkata :
Pada suatu waktu kami duduk di samping Rasulullah SAW, tiba-tiba datanglah
seorang laki-laki dari Bani Salamah, lalu bertanya, "Ya Rasulullah, apakah masih
ada kesempatan berbhakti kepada kedua orang tua saya yang bisa saya lakukan
sesudah keduanya meninggal dunia ?". Beliau SAW menjawab, "Ya,
masih ada. Yaitu menshalatkannya, memohonkan ampunan bagi mereka berdua,
menyempurnakan (melaksanakan) janji-janjinya sesudah mereka meninggal,
menyambung persaudaraan yang kamu tidak menyambungnya kecuali melalui keduanya,
dan memulyakan shahabat-shahabat keduanya".
[HR. Abu Dawud, Ibnu Majah dan Ibnu Hibban di dalam hadits
shahihnya]
عَنْ اَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رض اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ ص قَالَ: اِنَّ
اْلعَبْدَ لَيَمُوْتُ وَالِدَاهُ اَوْ اَحَدُهُمَا وَ اِنَّهُ لَهُمَا لَعَاقٌّ
فَلاَ يَزَالُ يَدْعُوْ لَهُمَا وَ يَسْتَغْفِرُ لَهُمَا حَتَّى يَكْتُبَهُ اللهُ
بَارًّا. البيهقى فى شعب الايمان
Dari
Anas bin Malik RA, bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya ada seseorang
hamba yang ibu-bapaknya telah meninggal dunia atau salah satunya, hamba itu
(dahulunya) durhaka dan tidak berbhakti kepadanya. Lalu ia
selalu mendoakan kebaikan kepada ibu-bapaknya dan selalu memohonkan ampunan
untuk mereka berdua, sehingga Allah mencatatnya sebagai orang yang
berbhakti".
[HR Baihaqi di dalam Syu'abul Iman]
عَنْ مَالِكِ بْنِ زُرَارَةَ رض قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص:
اِسْتِغْفَارُ اْلوَلَدِ ِلاَبِيْهِ مِنْ بَعْدِ اْلمَوْتِ مِنَ
اْلبِرِّ. ابن النجار.
Dari
Malik bin Zurarah RA, ia berkata : Rasulullah SAW
bersabda, "Permohonan ampunan dari anak untuk orang tuanya sesudah meninggalnya
adalah termasuk berbhakti".
[HR. Ibnu Najjar]
عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ رض قَالَ: تُرْفَعُ لِلْمَيّتِ بَعْدَ مَوْتِهِ
دَرَجَتُهُ فَيَقَوْلُ: أَيْ رَبّ، أَيُّ شَيْءٍ هذِهِ؟ فَيُقَالُ: وَلَدُكَ
اِسْتَغْفَرَ لَكَ. البخارى فى الادب المفرد:33، حسن الاسناد
Dari
Abu Hurairah RA, ia berkata : Ada seorang yang telah
meninggal dunia terangkat derajatnya setelah dia meninggal, maka orang tersebut
bertanya, “Apa ini wahai Tuhanku ?”. Lalu dikatakan kepadanya, “Anakmu
memohonkan ampun untukmu”.
[HR. Bukhari, di dalam Adabul Mufrad hal. 33, sanadnya
hasan]
عَنِ اَبِى هُرَيْرَةَ رض اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ ص قَالَ: اِذَا مَاتَ
اْلاِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ اِلاَّ مِنْ ثَلاَثَةٍ. اِلاَّ مِنْ
صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ اَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ اَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُوْ
لَهُ. مسلم فى كتاب الوصية
Dari
Abu Hurairah RA, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, "Apabila manusia itu
meninggal dunia, maka terputuslah amal-amalnya kecuali tiga hal. Yaitu kecuali
sedeqah jariyah, atau ilmu yang dimanfaatkan orang, atau anak shalih yang
mendoakannya".
[HR. Muslim di dalam kitab Washiyat]
عَنِ اَبِى هُرَيْرَةَ اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ ص قَالَ: اِذَا مَاتَ
اْلعَبْدُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ اِلاَّ مِنْ ثَلاَثٍ. صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ اَوْ
عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ اَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُوْ لَهُ. البخارى فى الادب المفرد:34
Dari
Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah SAW telah bersabda, "Apabila seorang hamba
meninggal dunia, maka terputuslah amal-amalnya kecuali tiga hal. Sedekah
jariyah, atau ilmu yang dimanfaatkan orang, atau anak shalih yang
mendoakannya".
[HR. Bukhari di dalam Adabul Mufrad hal. 34]
Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapus