Tentang susuan yang menjadikan mahram
عَنْ عَائِشَةَ رض اَنَّ النَّبِيَّ ص قَالَ: لاَ تُحَرِّمُ اْلمَصَّةُ
وَ لاَ اْلمَصَّتَانِ. الجماعة الا البخارى
Dari
‘Aisyah RA, bahwa sesungguhnya Nabi SAW bersabda, “Sekali hisapan dan dua kali
hisapan itu tidak menjadikan mahram”.
[HR. Jama’ah kecuali Bukhari]
عَنْ اُمِّ اْلفَضْلِ اَنَّ رَجُلاً سَأَلَ النَّبِيَّ ص اَ تُحَرِّمُ
اْلمَصَّةُ؟ فَقَالَ: لاَ تُحَرِّمُ الرَّضْعَةُ وَ الرَّضْعَتَانِ، وَ اْلمَصَّةُ
وَ اْلمَصَّتَانِ. احمد و مسلم
Dari
Ummu Fadlil, bahwa sesungguhnya ada seorang laki-laki bertanya kepada Nabi SAW,
“Apakah sekali hisapan itu dapat menjadikan mahram ?”.
Nabi SAW menjawab, “Tidak dapat menjadikan mahram sekali susuan dan dua kali
susuan, sekali hisapan dan dua kali hisapan”.
[HR. Ahmad dan Muslim]
و فى رواية قالت: دَخَلَ اَعْرَابِيٌّ عَلَى النَّبِيِّ ص وَ هُوَ فِى
بَيْتِى، فَقَالَ: يَا نَبِيَّ اللهِ، اِنِّى كَانَتْ لِى امْرَأَةٌ فَتَزَوَّجْتُ
عَلَيْهَا اُخْرَى، فَزَعَمَتِ امْرَأَتِى اْلاُوْلَى اَنَّهَا اَرْضَعَتِ
امْرَأَتِى اْلحُدْثَى رَضْعَةً اَوْ رَضْعَتَيْنِ. فَقَالَ النَّبِيُّ ص: لاَ
تُحَرِّمُ اْلاِمْلاَجَةُ وَ لاَ اْلاِمْلاَجَتَانِ. احمد و مسلم
Dan
dalam satu riwayat (dikatakan), ‘Aisyah berkata :
Seorang ‘Arab gunung masuk ke tempat Nabi SAW, sedang Nabi SAW berada di
rumahku. Lalu ia berkata, “Ya Rasulullah, sesungguhnya
aku mempunyai seorang istri, kemudian aku menikah lagi dengan seorang perempuan
lain, tetapi istriku yang pertama itu merasa pernah menyusui istriku yang kedua
ini sekali atau dua kali susuan”. Kemudian Nabi SAW bersabda, “Tidak dapat
menjadikan mahram, sekali hisapan dan tidak (pula) dua kali
hisapan”.
[HR. Ahmad dan Muslim].
عَنْ عَائِشَةَ رض اَنَّ رِسُوْلَ اللهِ ص اَمَرَ امْرَأَةَ اَبِى
حُذَيْفَةَ فَاَرْضَعَتْ سَالِمًا خَمْسَ رَضَعَاتٍ. وَ كَانَ يَدْخُلُ عَلَيْهَا
بِتِلْكَ الرَّضَاعَةِ. احمد
Dari
‘Aisyah RA, bahwasanya Rasulullah SAW pernah menyuruh istri Abu Hudzaifah
(supaya menyusui Salim) maka Salim ia susui sebanyak
lima
kali susuan. Dan Salim keluar-masuk rumahnya sebab penyusuan
tersebut.
[HR. Ahmad].
و فى رواية اَنَّ اَبَا حُذَيْفَةَ تَبَنَّى سَالِمًا وَ هُوَ مَوْلًى
ِلامْرَأَةٍ مِنَ اْلاَنْصَارِ، كَمَا تَبَنَّى النَّبِيُّ ص زَيْدًا. وَ كَانَ
مَنْ تَبَنَّى رَجُلاً فِى اْلجَاهِلِيَّةِ دَعَاهُ النَّاسُ ابْنَهُ وَ وَرِثَ
مِيْرَاثَهُ حَتَّى اَنْزَلَ اللهُ عَزَّ وَ جَلَّ اُدْعُوْهُمْ ِلآبَائِهِمْ هُوَ
اَقْسَطُ عِنْدَ اللهِ فَاِنْ لَمْ تَعْلَمُوْا آبَاءَهُمْ فَاِخْوَانُكُمْ فِى
الدّيْنِ وَ مَوَالِيْكُمْ. فَرُدُّوْا اِلَى آبَائِهِمْ. فَمَنْ لَمْ يُعْلَمْ
لَهُ اَبٌ. فَمَوْلىً وَ اَخٌ فِى الدِّيْنِ. فَجَاءَتْ سَهْلَةُ فَقَالَتْ: يَا
رَسُوْلَ اللهِ، كُنَّا نَرَى سَالِمًا وَلَدًا يَأْوِى مَعِى وَ مَعَ اَبِى
حُذَيْفَةَ وَ يَرَانِى فُضْلَى وَ قَدْ
اَنْزَلَ اللهُ عَزَّ وَ جَلَّ فِيْهِمْ مَا قَدْ عَلِمْتَ، فَقَالَ: اَرْضِعِيْهِ
خَمْسَ رَضَعَاتٍ. فَكَانَ بِمَنْزِلَةِ وَلَدِهِ مِنَ الرَّضَاعَةِ. ملك فى الموطأ و احمد
Dan
dalam satu riwayat lain (dikatakan) : Sesungguhnya Abu
Hudzaifah mengangkat Salim (sebagai anak angkatnya), sedang Salim adalah bekas
hamba seorang perempuan Anshar, sebagaimana Nabi SAW mengangkat Zaid. Di jaman jahiliyah orang laki-laki yang dijadikan anak angkat, maka
orang-orang menganggap dan memanggilnya sebagai anaknya dan dia mewarisi
hartanya, sehingga Allah ‘Azza wa Jalla menurunkan (ayat) [Panggillah mereka (anak-anak angkat itu) dengan
(memakai) nama bapak-bapak mereka.
Itulah yang lebih adil pada sisi Allah, dan jika kamu tidak
mengetahui bapak-bapak mereka, maka (panggillah mereka sebagai)
saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu. (QS. Al-Ahzaab : 5)]. Kemudian mereka dikembalikan kepada
ayah-ayah mereka, maka bagi yang tidak diketahui siapa ayahnya (dianggap
sebagai) maula dan saudara seagama. Kemudian datanglah Sahlah, lalu ia bertanya,
“Ya Rasulullah, kami memandang Salim sebagai anak yang ikut hidup bersamaku dan
bersama Abu Hudzaifah, ia masuk (rumah kami) dan melihatku tidak berkudung (di
rumah), padahal Allah telah menurunkan (ayat) kepada mereka sebagaimana telah
engkau ketahui, yang demikian itu bagaimana ?”. Kemudian Nabi SAW bersabda,
“Susuilah ia lima
kali susuan. Dengan begitu, maka (menjadilah Salim) berstatus sebagai anak
susuan”.
[HR. Malik dalam Al-Muwaththa’ dan
Ahmad].
Keterangan
:
Dari
hadits-hadits diatas bisa diambil kesimpulan bahwa menyusu yang bisa menjadikan
sebagai anak susu itu paling sedikit adalah
lima
kali susuan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar