Tentang menyusui orang dewasa
عَنْ زَيْنَبَ بِنْتِ اُمِّ سَلَمَةَ قَالَتْ: قَالَتْ اُمُّ سَلَمَةَ
لِعَائِشَةَ: اِنَّهُ يَدْخُلُ عَلَيْكِ اْلغُلاَمُ اْلاَيْفَعُ الَّذِى مَا
اُحِبُّ اَنْ يَدْخُلَ عَلَيَّ؟ فَقَالَتْ عَائِشَةُ: اَمَا لَكِ فِى رَسُوْلِ
اللهِ ص اُسْوَةٌ حَسَنَةٌ؟ وَ قَالَتْ: اِنَّ امْرَأَةَ اَبِى حُذَيْفَةَ قَالَتْ:
يَا رَسُوْلَ اللهِ، اِنَّ سَالِمًا يَدْخُلُ عَلَيَّ وَ هُوَ رَجُلٌ وَ فِى نَفْسِ
اَبِى حُذَيْفَةَ مِنْهُ شَيْءٌ، فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: اَرْضِعِيْهِ حَتَّى
يَدْخُلَ عَلَيْكِ. احمد و مسلم
Dari
Zainab binti Ummu Salamah, ia berkata : Ummu Salamah
berkata kepada A’isyah, “Sesungguhnya ada seorang yang sudah baligh keluar-masuk
ke (rumah)mu yang aku sendiri tidak menyukai ia masuk (rumah)ku”. Lalu Aisyah
menjawab, “Tidakkah pada diri Rasulullah SAW ada suri teladan yang baik bagimu ?”. Dan ‘Aisyah berkata (lagi) : Sesungguhnya istri
Abu Hudzaifah pernah berkata, “Ya Rasulullah, sesungguhnya Salim keluar masuk
(rumah)-ku, sedang ia kini telah dewasa sedangkan pada diri Abu Hudzaifah ada
sesuatu terhadapnya, yang demikian itu bagaimana ?”. Kemudian Rasulullah SAW
bersabda, “Susuilah ia, sehingga ia (boleh) keluar masuk (rumah)mu”.
[HR. Ahmad dan Muslim].
و فى رواية عَنْ زَيْنَبَ عَنْ اُمِّهَا اُمِّ سَلَمَةَ اَنَّهَا
قَالَتْ: اَبَى سَائِرُ اَزْوَاجِ النَّبِيِّ ص اَنْ يُدْخِلْنَ عَلَيْهِنَّ
اَحَدًا بِتِلْكَ الرَّضَاعَةِ وَ قُلْنَ لِعَائِشَةَ: مَا نَرَى هذَا اِلاَّ
رُخْصَةً اَرْخَصَهَا رَسُوْلُ اللهِ ص لِسَالِمٍ خَاصَّةً، فَمَا هُوَ بِدَاخِلٍ
عَلَيْنَا اَحَدٌ بِهذِهِ الرَّضَاعَةِ، وَ لاَ رَائِيْنًا. احمد و مسلم و النسائى و ابن ماجه
Dan
dalam riwayat lain dari Zainab dari Ibunya (yaitu) Ummu Salamah, bahwa
sesungguhnya Ummu Salamah berkata : Seluruh istri-istri
Nabi SAW menolak keluar-masuk (rumah) mereka dengan (cara) susuan seperti itu,
dan mereka (juga) pernah menyanggah ‘Aisyah, “Tidakkah engkau tahu, bahwa itu
hanya suatu keringanan yang dikhususkan oleh Rasulullah SAW buat Salim saja ?.
Maka tidaklah seseorang (boleh) masuk (rumah) kami dengan
susuan seperti itu dan (juga) tidak (boleh) melihat kami”.
[HR. Ahmad, Muslim, Nasa’i dan Ibnu
Majah].
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ: جَاءَتْ سَهْلَةُ بِنْتُ سُهَيْلٍ اِلَى
النَّبِيِّ ص فَقَالَتْ: يَا رَسُوْلَ اللهِ، اِنِّى اَرَى فِى وَجْهِ اَبِى
حُذَيْفَةَ مِنْ دُخُوْلِ سَالِمٍ (وَ هُوَ حَلِيْفُهُ). فَقَالَ النَّبيُّ ص:
اَرْضِعِيْهِ. قَالَتْ: وَ كَيْفَ اُرْضِعُهُ وَ هُوَ رَجُلٌ كَبِيْرٌ؟ فَتَبَسَّمَ
رَسُوْلُ اللهِ ص وَ قَالَ: قَدْ عَلِمْتُ اَنَّهُ رَجُلٌ كَبِيْرٌ. مسلم
Dari
‘Aisyah, ia berkata : Sahlah binti Suhail (istri Abu
Hudzaifah) datang kepada Nabi SAW lalu bertanya, “Ya Rasulullah, sesungguhnya
aku melihat perubahan wajah Abu Hudzaifah berkenaan dengan keberadaan Salim di
rumah kami, bagaimanakah yang demikian itu ?”. (Salim adalah
anak angkatnya). Nabi SAW bersabda, “Susuilah dia
!”. Sahlah berkata, “Bagaimana aku menyusuinya sedangkan dia adalah
seorang laki-laki yang sudah besar ?”. Maka Rasulullah
SAW tersenyum lalu bersabda, “Aku tahu dia itu seorang laki-laki yang sudah
besar”.
[HR. Muslim]
عَنْ عَائِشَةَ اَنَّ سَالِمًا مَوْلَى اَبِى حُذَيْفَةَ كَانَ مَعَ
اَبِى حُذَيْفَةَ وَ اَهْلِهِ فِى بَيْتِهِمْ. فَاَتَتْ (تَعْنِى اِبْنَةَ
سُهَيْلٍ) النَّبِيَّ ص، فَقَالَتْ: اِنَّ سَالِمًا قَدْ بَلَغَ مَا يَبْلُغُ
الرِّجَالُ، وَ عَقَلَ مَا عَقَلُوْا، وَ اِنَّهُ يَدْخُلُ عَلَيْنَا وَ اِنِّى
اَظُنُّ اَنَّ فِى نَفْسِ اَبِى حُذَيْفَةَ مِنْ ذلِكَ شَيْئًا. فَقَالَ لَهَا
النَّبِيُّ ص: اَرْضِعِيْهِ، تَحْرُمِى عَلَيْهِ وَ يَذْهَبِ الَّذِى فِى نَفْسِ
اَبِى حُذَيْفَةَ. فَرَجَعَتْ، فَقَالَتْ: اِنِّى قَدْ اَرْضَعْتُهُ، فَذَهَبَ
الَّذِى فِى نَفْسِ اَبِى حُذَيْفَةَ. مسلم
Dari
‘Aisyah RA, bahwasanya Salim bekas budaknya Abu Hudzaifah ikut bersama Abu
Hudzaifah dan keluarganya di rumah mereka. Lalu istri Abu Hudzaifah (anak
perempuan Suhail), datang kepad Nabi SAW, dan berkata, “Sesungguhnya Salim telah
baligh, dan akalnya pun sebagaimana pada umumnya orang dewasa. Dan dia berada di rumah kami. Sedangkan aku menyangka bahwa
pada diri Abu Hudzaifah ada sesuatu (kecemburuan) berkenaan dengan hal itu,
bagaimanakah yang demikian itu ?”. Nabi SAW bersabda kepadanya, “Susuilah dia, maka kamu menjadi haram
kepadanya dan akan hilanglah sesuatu yang ada pada diri Abu Hudzaifah”.
Lalu Sahlah pulang. Kemudian ia berkata, “Sungguh aku telah menyusuinya”. Maka hilanglah
sesuatu yang ada pada diri Abu Hudzaifah.
[HR. Muslim]
عَنْ اُمِّ سَلَمَةَ رض قَالَتْ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: لاَ يُحَرِّمُ
مِنَ الرَّضَاعِ اِلاَّ مَا فَتَقَ اْلاَمْعَاءَ فِى الثَّدْيِ، وَ كَانَ قَبْلَ
اْلفِطَامِ. الترمذى و صححه
Dari
Ummu Salamah RA, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda,
“Tidak dapat menjadikan mahram melainkan susuan yang memberi bekas pada perut
dengan susuan itu, dan hal itu terjadi pada waktu anak tersebut belum
disapih”.
[HR. Tirmidzi dan ia
mengesahkannya].
عَنِ ابْنِ عُيَيْنَةَ عَنْ عَمْرِو بْنِ دِيْنَارٍ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ
قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: لاَ رَضَاعَ اِلاَّ مَا كَانَ فِى
اْلحَوْلَيْنِ. الدارقطنى
Dari
Ibnu ‘Uyainah dari ‘Amr bin Dinar dari Ibnu
Abbas,
ia
berkata : Nabi SAW bersabda, “Tidak ada susuan
melainkan yang berlangsung dalam (usia) dua tahun”.
[HR. Daruquthni].
عَنِ ابْنِ مَسْعُوْدٍ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: لاَ رَضَاعَ
اِلاَّ مَا اَنْشَزَ اْلعَظْمَ وَ اَنْبَتَ اللَّحْمَ. ابو دتود
Dari
Ibnu Mas’ud, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda,
“Tidak ada penyusuan melainkan apa yang menguatkan tulang dan menumbuhkan
daging”.
[HR. Abu Dawud]
عَنْ جَابِرٍ عَنِ النَّبِيِّ ص قَالَ: لاَ رَضَاعَ بَعْدَ فِصَالٍ وَ
لاَ يُتْمَ بَعْدَ احْتِلاَمٍ. ابو داود و الطياليسى فى مسنده
Dari
Jabir dari Nabi SAW, ia berkata, “Tidak ada susuan
sesudah disapih dan tidak ada yatim sesudah baligh”.
[HR. Abu Dawud Ath-Thayalisi dalam
musnadnya].
عَنْ عَائِشَةَ رض قَالَتْ: دَخَلَ عَلَيَّ رَسُوْلُ اللهِ ص وَ عِنْدِى
رَجُلٌ فَقَالَ: مَنْ هذَا؟ قُلْتُ: اَخِى مِنَ الرَّضَاعَةِ. قَالَ: يَا عَائِشَةُ
اُنْظُرْنَ مِنْ اِخْوَانِكُنَّ، فَاِنَّمَا الرَّضَاعَةُ مِنَ
اْلمَجَاعَةِ. الجماعة الا الترمذى
Dari
‘Aisyah RA, ia berkata : Rasulullah SAW pernah masuk
rumahku, sedang di sisiku ada seorang laki-laki, kemudian beliau bertanya,
“Siapa dia ini ?”. Aku menjawab, “Saudaraku sepesusuan”. Beliau bersabda, “Hai ‘Aisyah, perhatikanlah saudara-saudaramu,
karena sebenarnya radla’ah (susuan yang dianggap) itu ialah (susuan yang dapat
menutup) rasa lapar”.
[HR. Jamaah kecuali Tirmidzi]
Keterangan
:
Tentang
menyusui orang dewasa tersebut, para ulama terjadi perbedaan pendapat :
Pendapat
pertama,
mengemukakan bahwa menyusui orang dewasa itu boleh dan sah berdasarkan hadits
riwayat ‘Aisyah tentang penyusuan Salim tersebut.
Pendapat
kedua,
mengemukakan bahwa menyusui orang dewasa itu tidak boleh dan tidak sah, berdasarkan :
a. Sabda
Rasulullah SAW, “Tidak menjadikan haram suatu penyusuan, kecuali yang memberi
bekas pada perut dan (adanya) pada waktu kecil dan sebelum disapih”. [HR.
Tirmidzi]
b. Sabda
Rasulullah SAW, “Tidak ada penyusuan, kecuali yang terjadi dalam dua tahun”.
[HR. Daruquthni]
c. Sabda
Rasulullah SAW, “Tidak ada penyusuan sesudah diputuskan (disapih)”. [HR. Abu
Dawud Ath-Thayalisi]
d. Sabda
Rasulullah SAW, “Tidak ada penyusuan melainkan (yang bisa menutup) rasa lapar”.
[HR. Jamaah kecuali Tirmidzi). Maksudnya, tidak
dinamakan penyusuan melainkan apabila si anak itu lapar maka susu ibu itulah yang bisa
mengenyangkannya.
e. Firman Allah pada
surat
Al-Baqarah ayat 233 yang menyebutkan bahwa masa penyusuan itu dua
tahun.
Dengan
alasan-alasan tersebut, maka ulama golongan ini berpendapat bahwa penyusuan yang
dianggap (bisa menjadikan sebagai anak susu) tersebut
hanya penyusuan yang terjadi pada waktu anak itu masih kecil yaitu masih dalam
masa penyusuan. Maka penyusuan yang telah lewat dari masa
penyusuan itu tidak sah. Apalagi penyusuan kepada orang
yang sudah baligh, karena untuk menyusuinya itu sendiri perlu dilanggar satu
larangan, yaitu membuka aurat perempuan kepada orang yang tidak halal dibukakan
aurat kepadanya.
Adapun
penyusuan kepada Salim tersebut adalah khususiyah untuk Salim saja tidak untuk
yang lain.
Pendapat
ketiga,
mengemukanan bahwa menyusui orang dewasa itu pada dasarnya adalah tidak boleh
dan tidak sah. Dalilnya sebagaimana yang dikemukakan oleh
pendapat ke-II. Namun apabila memang keadaannya seperti kasusnya Salim
tersebut, yaitu anak yang telah dipeliharanya sejak kecil dan berat untuk
menyingkirkannya dari rumah itu, maka berdasarkan hadits tentang penyusuan Salim
tersebut, hal ini dibolehkan dan sah menjadi anak susu.
Demikianlah
pendapat para ulama tentang menyusui orang dewasa,
وَ اللهُ اَعْلُمُ
Tidak ada komentar:
Posting Komentar