2/04/2013

Nabi SAW menunaikan ibadah hajji.

Sebagaimana telah diketahui bahwa pada tahun ke-9 Hijriyah Nabi SAW telah memerintahkan Abu Bakar supaya memimpin jama’ah hajji kaum muslimin dari Madinah ke Makkah. Kemudian Nabi SAW memerintahkan pula kepada ‘Ali bin Abu Thalib supaya menyusul Abu Bakar yang telah berangkat lebih dahulu dengan membawa pengumuman penting yang baru diterima dari Allah dan supaya diumumkan kepada segenap jama’ah hajji, yang ketika itu masih terdiri dari jama’ah hajji kaum muslimin dan kaum musyrikin.
Setelah Ali bin Abu Thalib membacakan pengumuman dari Nabi SAW kepada jamaah hajji yang sedang berkumpul di Mina pada hari nahar tahun itu, maka sadarlah orang-orang musyrik Arab, dan yaqinlah mereka bahwa orang-orang yang masih tetap memeluk agama berhala tidak akan dapat mempertahankan diri lebih lama lagi, karena Nabi Muhammad SAW sudah terang-terangan memperlihatkan kekuatannya yang luar biasa, dengan dikeluarkannya larangan keras bahwa sesudah tahun itu orang-orang musyrikin tidak boleh mendekati Masjidil Haram. Pengumuman itu sebagaimana diriwayatkan Tirmidzi sebagai berikut :
عَنْ اَبِى اِسْحَاقَ عَنْ زَيْدِ بْنِ اُثَيْعٍ قَالَ: سَأَلْتُ عَلِيًّا بِاَيّ شَيْءٍ بُعِثْتَ؟ قَالَ: بِاَرْبَعٍ: لاَ يَدْخُلُ اْلجَنَّةَ اِلاَّ نَفْسٌ مُسْلِمَةٌ، وَ لاَ يَطُوْفُ بِاْلبَيْتِ عُرْيَانٌ، وَ لاَ يَجْتَمِعُ اْلمُسْلِمُوْنَ وَ اْلمُشْرِكُوْنَ بَعْدَ عَامِهِمْ هذَا. وَ مَنْ كَانَ بَيْنَهُ وَ بَيْنَ النَّبِيّ ص عَهْدٌ فَعَهْدُهُ اِلىَ مُدَّتِهِ. وَ مَنْ لاَ مُدَّةَ لَهُ فَاَرْبَعَةُ اَشْهُرٍ. الترمذى 2: 179
Dari Abu Ishaq, dari Zaid bin Utsai, ia berkata : Saya bertanya kepada Ali, Dengan apa kamu diutus ?. Ali menjawab, Aku diutus dengan empat hal. 1. Tidak akan masuk surga kecuali jiwa yang muslim, 2. Seseorang tidak boleh thawaf di Baitullah dengan telanjang. 3. Tidak boleh berkumpul kaum muslimin bersama kaum musyrikin (menunaikan ibadah hajji) sesudah tahun ini. 4. Barangsiapa yang mempunyai janji antara dia dengan Nabi SAW, maka janjinya tetap berlaku sampai batas waktunya. Dan bagi yang tidak disebutkan batas waktunya, maka waktunya empat bulan. [HR. Tirmidzi juz 2, hal. 179]
Demikianlah pengumuman yang disampaikan oleh Ali atas nama Nabi Muhammad SAW kepada segenap kaum musyrikin bangsa Arab yang datang mengerjakan ibadah hajji pada tahun itu.
Pada tahun ke-10 Hijriyah, ketika Nabi SAW akan berangkat ke Makkah untuk mengerjakan hajji ke Baitullah, beliau mengumumkan kepada segenap kaum muslimin dari negara-negara yang sudah berada di bawah bendera Islam, supaya beramai-ramai datang ke Makkah untuk mengerjakan hajji dengan sebanyak-banyaknya, supaya mereka dapat menyaksikan dan belajar langsung dari Nabi SAW bagaimana cara-cara mengerjakan hajji yang baik dan sempurna, yang tidak tercampur dengan syirik yang biasa dilakukan oleh nenek moyang mereka pada masa jahiliyyah. Dan juga supaya mereka dapat saling kenal mengenal antara satu negara dengan negara lain dan antara satu bangsa dengan bangsa lain dan untuk saling mengetahui pula bahwa mereka telah berada dalam satu agama, satu pimpinan dan satu bendera.
Dan dengan adanya anjuran Nabi SAW ini, maka datanglah kaum muslimin berduyun-duyun dari segenap penjuru jazirah ‘Arab membanjiri kota Madinah yang menjadi pusat pemerintahan Islam, dan dari sana mereka bersama-sama mengikuti Nabi SAW ke Makkah.
Nabi SAW berangkat ke Makkah.
Sebelum Nabi SAW berangkat dari Madinah ke Makkah untuk mengerjakan hajji wada, dan persiapan sudah lengkap, lalu beliau menyerahkan kepemimpinan kota Madinah kepada salah seorang shahabat beliau yang bernama Abu Dujanah As-Saaidiy, sebagai kepala pemerintahan selama beliau berhajji ke Makkah.
Pada tanggal 25 Dzul qadah tahun ke-10 Hijriyah setelah Dhuhur, berangkatlah Nabi SAW bersama 90.000 kaum muslimin dari Madinah dengan mengendarai unta Al-Qashwaa, segenap istri dan shahabat-shahabat dekat Nabi SAW ikut pula menyertai beliau ke Makkah.
Setelah Nabi SAW dengan segenap kaum muslimin tiba di suatu tempat yang bernama Dzul Hulaifah, lalu berhenti di situ selama satu malam. Dan pada keesokan harinya, sebelum berangkat masing-masing kaum muslimin memakai pakaian IHRAM. Dan pada waktu itu terbuktilah persamaan dalam arti yang sebenarnya dengan maksud yang tinggi lagi suci, dalam membentuk barisan ummat yang beribu-ribu itu. Dan dari sana segenap kaum muslimin membaca talbiyah beramai-ramai :
لَبَّيْكَ اللّهُمَّ لَبَّيْكَ، لَبَّيْكَ لاَ شَرِيْكَ لَكَ لَبَّيْكَ، اِنَّ اْلحَمْدَ وَ النّعْمَةَ لَكَ وَ اْلمُلْكَ، لاَ شَرِيْكَ لَكَ. مسلم 2: 842
Aku sambut panggilan-Mu ya Allah, aku sambut panggilan-Mu. Aku sambut panggilan-Mu ya Allah, tidak ada sekutu bagi-Mu, aku sambut panggilan-Mu. Sesungguhnya segala puji dan nimat adalah kepunyaan-Mu begitu pula kerajaan, tidak ada sekutu bagi-Mu. [HR. Muslim juz 2, hal. 842]
Dengan berpakaian ihram dan sambil membaca talbiyah itu berangkatlah beliau dengan segenap kaum muslimin menuju Makkah.
Maka berkumandanglah seruan suci itu memenuhi gurun dan lembah, bergema sampai ke tempat yang sejauh-jauhnya, seolah-olah alam sekeliling ikut menjawab dan menyahut seruan suci dari Tuhan Yang Maha Suci dan Maha Tinggi. Demikianlah terus-menerus dan sambung-menyambung, diucapkan seruan suci itu oleh segenap kaum muslimin. Rombongan kaum muslimin bersama Nabi SAW tersebut terus berjalan menuju Masjidil Haram, sambil membaca talbiyah dengan gemuruh di sepanjang jalan yang mereka lalui, untuk menunjukkan kepatuhan yang tulus ikhlash kepada Allah yang Maha Tinggi.
Selama dalam perjalanan ini Nabi SAW dan kaum muslimin senantiasa berhenti dan mengerjakan shalat dimana beliau menjumpai masjid. Sesudah shalat, beliau dan segenap kaum muslimin lalu melanjutkan perjalanan lagi, sambil mengucapkan talbiyah dengan suara yang tinggi untuk menunjukkan kethaatan mereka kepada Allah SWT.
لَبَّيْكَ اللّهُمَّ لَبَّيْكَ، لَبَّيْكَ لاَ شَرِيْكَ لَكَ لَبَّيْكَ، اِنَّ اْلحَمْدَ وَ النّعْمَةَ لَكَ وَ اْلمُلْكَ، لاَ شَرِيْكَ لَكَ. مسلم 2: 842
Aku sambut panggilan-Mu ya Allah, aku sambut panggilan-Mu. Aku sambut panggilan-Mu ya Allah, tidak ada sekutu bagi-Mu, aku sambut panggilan-Mu. Sesungguhnya segala puji dan nimat adalah kepunyaan-Mu begitu pula kerajaan, tidak ada sekutu bagi-Mu. [HR. Muslim juz 2, hal. 842]
Nabi SAW tiba di Makkah.
Pada Sabtu malam, Nabi SAW bersama kaum muslimin yang mengiringkan beliau tiba di suatu tempat yang bernama Dzi Thuwa, lalu beliau bermalam di situ. Pada keesokan harinya, yaitu pada hari Ahad, sesudah shalat Shubuh, berangkatlah beliau dari tempat itu menuju ke Makkah dengan melalui jalan yang bernama Tsaniyah Ulyaa atau Tsaniyah Kudaa, yaitu suatu jalan yang pernah beliau lalui dua tahun yang lalu, ketika penaklukan Makkah. Pada hari Ahad itu juga, tanggal 4 Dzul hijjah, beliau beserta kaum muslimin tiba di Makkah, kemudian beliau terus ke Masjidil Haram. Beliau lalu masuk ke Masjidil Haram melalui pintu Banu Syaibah (yang sekarang terkenal dengan nama Baabus Salaam), lalu ke Kabah (Baitullah). Setelah sampai di Kabah beliau mencium Hajar Aswad, kemudian thawaf tujuh kali, dengan diikuti oleh jamaah kaum muslimin. Tiga putaran yang pertama beliau berjalan cepat (agak berlari-lari), lalu yang empat putaran berjalan biasa, sebagaimana yang beliau lakukan ketika Umrah Qadla. Setelah beliau selesai mengerjakan thawaf, lalu shalat sunnah dua rekaat di maqam Ibrahim, kemudian menuju ke Kabah, lalu  mencium Hajar Aswad lagi. Sesudah itu beliau keluar dari masjid, lalu mengerjakan Sai antara Shafa dan Marwah, yaitu berjalan sambil berlari-lari kecil antara kedua tempat itu sebanyak tujuh kali.
Setelah selesai bersai, Nabi SAW lalu mengumumkan kepada kaum muslimin dengan sabdanya, Jadikanlah ihram hajjimu itu ihram umrah, kecuali orang yang membawa hadyu.
Dengan adanya perintah ini, berarti segenap kaum muslimin supaya melepaskan ihram mereka (bertahallul), walaupun tidak membawa hadyu. Dan dengan demikian, segenap kaum muslimin yang akan mengerjakan ibadah hajji, memperoleh kesempatan dan kebebasan untuk sementara waktu melakukan pekerjaan-pekerjaan yang dilarang dikerjakan sewaktu ihram, sampai tiba waktu hajji yang mengharuskan mereka berihram lagi. Tetapi sebagian kaum muslimin ragu-ragu terhadap perintah Nabi SAW yang demikian itu, sehingga mereka belum mau bertahallul pada waktu itu. Melihat keadaan yang demikian itu, maka Nabi SAW sangat marah.
Kemudian Nabi SAW masuk ke dalam kemah beliau dengan wajah yang sangat marah, sehingga Aisyah bertanya kepada beliau, Ya Rasulullah, siapakah yang membuat engkau marah ? Semoga Allah memasukkannya ke neraka.
Nabi SAW menjawab :
اَوَ مَا شَعَرْتِ اَنّى اَمَرْتُ النَّاسَ بِاَمْرٍ فَاِذَا هُمْ يَتَرَدَّدُوْنَ؟ وَ لَوْ اَنّى اسْتَقْبَلْتُ مِنْ اَمْرِى مَا اسْتَدْبَرْتُ، مَا سُقْتُ اْلهَدْيَ مَعِيْ حَتَّى اَشْتَرِيَهُ ثُمَّ اَحِلُّ كَمَا حَلُّوْا. مسلم 2: 879
Apakah kamu tidak tahu, bahwa aku telah memerintahkan suatu perintah kepada orang-orang, tetapi mereka ragu-ragu terhadap perintah itu. Dan seandainya aku mengetahui sebelumnya urusanku yang akan terjadi, tentu aku tidak akan membawa hadyu, sehingga aku membelinya, kemudian aku bertahallul (melepaskan ihram) sebagaimana mereka bertahallul. [HR, Muslim juz 2, hal. 879]
Ibnu Majah meriwayatkan :
عَنِ اْلبَرَاءِ ابْنِ عَازِبٍ قَالَ: خَرَجَ عَلَيْنَا رَسُوْلُ اللهِ ص وَ اَصْحَابُهُ، فَاَحْرَمْنَا بِاْلحَجّ. فَلَمَّا قَدِمْنَا مَكَّةَ قَالَ: اِجْعَلُوْا حُجَّتَكُمْ عُمْرَةً. فَقَالَ النَّاسُ: يَا رَسُوْلَ اللهِ، قَدْ اَحْرَمْنَا بِاْلحَجّ، فَكَيْفَ نَجْعَلُهَا عُمْرَةً؟ قَالَ: اُنْظُرُوْا مَا آمُرُكُمْ بِهِ، فَافْعَلُوْا. فَرَدُّوْا عَلَيْهِ اْلقَوْلَ. فَغَضِبَ فَانْطَلَقَ ثُمَّ دَخَلَ عَلَى عَائِشَةَ غَضْبَانَ. فَرَأَتِ اْلغَضَبَ فِى وَجْهِهِ فَقَالَتْ: مَنْ اَغْضَبَكَ؟ اَغْضَبَهُ اللهُ! قَالَ: وَ مَالِى لاَ اَغْضَبُ وَ اَنَا آمُرُ اَمْرًا فَلاَ اُتْبَعُ؟ ابن ماجه 2: 993
Dari Al-Baraa bin Aazib ia berkata : Rasulullah SAW bersama para shahabat beliau keluar bersama kami untuk menunaikan hajji. Setelah kami tiba di Makkah, beliau bersabda, Jadikanlah ihram hajji kalian sebagai umrah. Kemudian orang-orang berkata, Ya Rasulullah, kami telah berihram hajji. Lalu bagaimana kami menjadikannya ihram umrah ?. Beliau bersabda, Perhatikanlah apa-apa yang aku perintahkan kepada kalian, lalu kerjakanlah !. Lalu mereka tidak mau mengikuti. Kemudian beliau marah, lalu pergi. Kemudian beliau datang kepada Aisyah dalam keadaan marah. Aisyah melihat kemarahan beliau di wajahnya, lalu bertanya, Siapa yang membuatmu marah, semoga Allah membuat marah kepadanya. Beliau menjawab, Bagaimana aku tidak marah, aku perintahkan satu perkara lalu tidak dithaati ?. [HR. Ibnu Majah juz 2, hal. 993]
Muslim juga meriwayatkan bahwa Jabir bin Abdullah berkata, Sesungguhnya Rasulullah SAW telah menetap di Madinah selama sembilan tahun, selama itu beliau belum sempat melakukan ibadah hajji. Kemudian memasuki tahun kesepuluh, beliau mengumumkan kepada seluruh ummat Islam, bahwa Rasulullah SAW akan melakukan ibadah hajji. Maka berbondong-bondonglah orang-orang berdatangan ke Madinah. Mereka berharap bisa berhajji mengikuti Rasulullah SAW dan mengamalkannya seperti beliau. (Aku pun tidak ketinggalan, ikut juga). Sesampainya di Dzul Hulaifah, tiba-tiba Asma binti Umais melahirkan anak yang diberi nama Muhammad bin Abu Bakar. Ia lalu mengutus seorang pelayan untuk bertanya kepada Rasulullah SAW tentang apa yang harus ia lakukan. Rasulullah SAW memberi jawaban, Mandilah, lalu pakailah cawet, kemudian berihramlah. Lalu Rasulullah SAW shalat di masjid (Dzul Hulaifah).
Setelah selesai melakukan shalat, Rasulullah SAW lalu naik ke punggung untanya yang bernama Qashwaa, sehingga ketika di Baidaa aku lihat sejauh pandanganku ke depan orang-orang naik unta dan berjalan kaki, ke sebelah kanan seperti itu juga, ke sebelah kiri seperti itu juga, begitu pula ke belakang. Dan saat itu Rasulullah SAW berada di tengah-tengah kami. Karena Al-Quran itu diturunkan padanya dan beliau sendiri yang tahu akan penafsirannya, maka apapun yang beliau lakukan tentu akan aku ikuti. Rasulullah SAW kemudian membaca kalimat-kalimat talbiyah :
لَبَّيْكَ اللّهُمَّ لَبَّيْكَ، لَبَّيْكَ لاَ شَرِيْكَ لَكَ لَبَّيْكَ، اِنَّ اْلحَمْدَ وَ النّعْمَةَ لَكَ وَ اْلمُلْكَ، لاَ شَرِيْكَ لَكَ.
Aku sambut panggilan-Mu ya Allah, aku sambut panggilan-Mu. Aku sambut panggilan-Mu ya Allah, tidak ada sekutu bagi-Mu, aku sambut panggilan-Mu. Sesungguhnya segala puji dan nimat adalah kepunyaan-Mu begitu pula kerajaan, tidak ada sekutu bagi-Mu.
Seruan talbiyah Rasulullah SAW itu juga diikuti oleh kaum muslimin yang mengiringkan beliau. Berulang-ulang mereka terus mengumandangkan kalimat talbiyah tersebut tanpa mengenal lelah.
Pada saat itu aku hanya bermaksud menunaikan ibadah hajji. Saat itu aku belum mengenal adanya ibadah umrah. Sesampainya aku di dekat Kabah bersama Rasulullah SAW, beliau segera mencium Hajar Aswad, lalu (thawaf) berlari-lari kecil tiga kali, dan berjalan biasa empat kali, lalu mendekati maqam Ibrahim AS, lalu membaca firman Allah :
وَ اتَّخِذُوْا مِنْ مَّقَامِ اِبْرهِيْمَ مُصَلّى. البقرة: 125
Dan jadikanlah sebagian maqam Ibrahim tempat shalat. [QS. Al-Baqarah : 125]
Beliau mendekat maqam Ibrahim yang letaknya bersebelahan dengan bangunan Kabah. Di tempat itulah Rasulullah SAW lalu menunaikan shalat dua rekaat, beliau membaca dalam dua rekaat itu surat Al-Ikhlash dan surat Al-Kaafiruun. Setelah selesai shalat, beliau kembali mencium hajar Aswad. Kemudian beliau meninggalkan tempat tersebut dari pintu (yang diberi nama Banu Makhzum), lalu menuju ke pintu Shafa. Di dekat pintu itulah beliau membaca firman Allah :
اِنَّ الصَّفَا وَ اْلمَرْوَةَ مِنْ شَعَائِرِ اللهِ. البقرة : 158
Sesungguhnya Shafaa dan Marwah adalah sebagian dari syiar-syiar Allah. [QS. Al-Baqarah : 158]
Nabi SAW lalu bersabda, Aku memulai dengan yang Allah memulai dengannya. Maka Nabi SAW memulai dari bukit Shafaa, beliau naik ke atasnya sehingga beliau melihat Kabah, lalu menghadap qiblat, beliau mengesakan Allah dan mengagungkan-Nya. Beliau membaca :
لاَ اِلهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ اْلمُلْكُ وَ لَهُ اْلحَمْدُ وَ هُوَ عَلَى كُلّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ. لاَ اِلهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ، اَنْجَزَ وَعْدَهُ، وَ نَصَرَ عَبْدَهُ، وَ هَزَمَ اْلاَحْزَابَ وَحْدَهُ.
 Tidak ada Tuhan selain Allah yang Maha Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya, bagi-Nya lah semua kerajaan, dan bagi-Nya segala pujian, dan Dia atas segala sesuatu berkuasa. Tidak ada Tuhan selain Allah yang Maha Esa, yang telah memenuhi janji-Nya, yang telah menolong hamba-Nya, dan yang telah membinasakan musuh-musuh yang bersekutu dengan sendirian. Dan di sela-sela itu Rasulullah SAW berdoa. Beliau membaca yang demikian itu tiga kali.
Kemudian Rasulullah SAW turun menuju ke Marwah. Ketika sampai di tengah lembah beliau berlari-lari kecil. Lalu ketika sampai pada tanjakan, beliau berjalan biasa hingga tiba di Marwah. Kemudian di Marwah beliau melakukan seperti yang beliau lakukan di Shafa. Kemudian setelah selesai, beliau bersabda, Seandainya aku tahu perintahku akan begini jadinya, tentu aku tidak akan membawa hewan sembelihan. Dan aku akan menjadikannya sebagai ibadah umrah. Maka barangsiapa diantara kalian yang tidak membawa hewan sembelihan, hendaklah bertahallul, dan jadikan ia sebagai umrah. Mendengar itu Suraqah bin Malik bin Jusyum berdiri dan berkata, Ya Rasulullalh, hal ini untuk tahun ini saja ataukah untuk seterusnya ?. Rasulullah SAW menjawab, Ibadah umrah itu termasuk bagian dari ibadah hajji. Jawaban tersebut beliau ulangi dua kali. Selanjutnya beliau bersabda, Jadi hal itu adalah untuk seterusnya. [HR. Muslim juz 2, hal. 886]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tentang kehidupan Dunia

  TENTANG DUNIA فعَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ رض قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: لَوْ كَانَتِ الدُّنْيَا تَعْدِلُ عِنْدَ اللهِ جَنَاحَ بَعُوْضَةٍ ...