2/06/2013

PUASA

Puasa, yang di dalam bahasa Al-Qur'an  Ash-Shaum/Ash-Shiyam adalah salah satu dari beberapa kewajiban yang harus dilaksanakan  oleh orang-orang beriman. Firman Allah :
ياَيُّهَا الَّذِيْنَ امَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَ. البقرة: 183
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa seba-gaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu  bertaqwa. [QS. Al-Baqarah  :  183]
1. Pengertian  Ash-Shiyam  (Puasa)
Ash-Shiyam atau Ash-shaum menurut lughah/bahasa,  artinya : "Menahan diri dari melakukan sesuatu". Seperti firman  Allah :
اِنّيْ نَذَرْتُ لِلرَّحْمنِ صَوْمًا فَلَنْ اُكَلّمَ اْليَوْمَ اِنْسِيًّا. مريم: 26
Sesungguhnya aku telah bernadzar akan  berpuasa  karena Tuhan  Yang  Maha Pemurah, maka aku tidak akan berbicara dengan seseorang  manusiapun pada hari ini. [QS. Maryam : 26]
Menurut Syara', ialah :
اَْلاِمْسَاكُ عَنِ اْلأَكْلِ وَ الشُّرْبِ وَ غَشَيَانِ النّسَاءِ مِنَ اْلفَجْرِ اِلىَ اْلمَغْرِبِ اِحْتِسَابًا للهِ وَ اِعْدَادًا لِلنَّفْسِ وَ تَهْيِئَةً لَهَا لِتَقْوَى اللهِ بِاْلمُرَاقَبَةِ وَ تَرْبِيَةِ اْلاِرَادَةِ.
Menahan diri dari makan, minum dan bersetubuh, mulai fajar hingga Maghrib, karena mengharap ridla Allah dan menyiapkan diri untuk bertaqwa kepada-Nya dengan jalan  mendekatkan  diri kepada Allah dan mendidik kehendak.
اَْلاِمْسَاكُ عَنِ اْلأَكْلِ وَ الشُّرْبِ وَ اْلجِمَاعِ وَ غَيْرِهَا ِممَّا وَرَدَ بِهِ فِى النَّهَارِ عَلَى اْلوَجْهِ اْلمَشْرُوْعِ. وَ يَتْبَعُ ذلِكَ اْلاِمْسَاكُ عَنِ اللَّغْوِ وَ الرَّفَثِ وَ غَيْرِهِمَا مِنَ اْلكَلاَمِ اْلمُحَرَّمِ وَ اْلمَكْرُوْهِ فِى وَقْتٍ مَخْصُوْصٍ بِشَرَائِطَ مَخْصُوْصَةٍ.
Menahan diri dari makan, minum, jima' dan lain-lain yang telah  diperintahkan kepada kita menahan diri padanya, sepanjang hari  menurut cara yang disyariatkan. Disertai pula menahan diri dari perkataan sia-sia, perkataan keji/kotor dan lainnya dari perkataan yang diharamkan dan dimakruhkan pada waktu yang telah ditentukan serta menurut syarat-syarat yang telah  ditetapkan.
Tegasnya : "PUASA", ialah : Menahan diri untuk tidak makan, minum termasuk merokok dan bersetubuh dari mulai Fajar hingga terbenam matahari pada bulan Ramadlan karena mencari ridla Allah.
2.  Hukum Ash-Shiyam (Puasa)
Wajib 'Ain, artinya setiap orang Islam yang telah baligh (dewasa) dan sehat akalnya serta tidak ada sebab-sebab yang dibenarkan agama untuk tidak berpuasa, maka mereka itu wajib melakukannya, dan berdosa bagi yang  meninggalkannya dengan sengaja. Firman Allah :
ياَيُّهَا الَّذِيْنَ امَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَ. البقرة: 183
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa seba-gaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu  bertaqwa. [QS. Al-Baqarah : 183]
Dan hadits-hadits Rasulullah SAW :
بُنِيَ اْلاِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ: شَهَادَةِ اَنْ لاَ اِلهَ اِلاَّ اللهُ وَ اَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ وَ اِقَامِ الصَّلاَةِ وَ اِيْتَاءِ الزَّكَاةِ وَ صِيَامِ رَمَضَانَ وَ حَجّ اْلبَيْتِ. البخارى و مسلم
Islam didirikan atas lima sendi, yaitu 1. Mengakui bahwa tak ada  Tuhan melainkan Allah dan bahwasanya Muhammad pesuruh Allah, 2. Mendirikan Shalat, 3. Menunaikan zakat, 4. Berpuasa Ramadlan  dan  5. Berhajji. [HR. Bukhari dan Muslim]
اِنَّ رَجُلاً سَأَلَ النَّبِيَّ ص فَقَالَ يَا رَسُوْلَ اللهِ  اَخْبِرْنِى عَمَّا فَرَضَ اللهُ عَلَيَّ مِنَ الصّيَامِ ! قَالَ: شَهْرُ رَمَضَانَ. قَالَ: هَلْ عَلَيَّ غَيْرُهُ ؟ قَالَ: لاَ. اِلاَّ اَنْ تَطَوَّعَ. متفق عليه عن طلحة بن عبيد الله
Sesungguhnya seorang laki-laki bertanya kepada Nabi SAW, "Ya  Rasulullah, saya mohon diterangkan tentang puasa yang diwajibkan oleh Allah kepada saya". Nabi SAW menjawab, "Puasa di bulan Ramadlan". Orang itu  bertanya  pula,  "Adakah  puasa yang lain yang  diwajibkan  atas  diri saya ?". Jawab Nabi SAW, "Tidak, kecuali bila engkau hendak mengerjakan tathawwu' (puasa sunnah). [HR. Muttafaq 'Alaih dari Thalhah  bin 'Ubaidillah]
3. Yang Wajib Berpuasa
Ketentuan-ketentuan orang yang berkewajiban menjalankan puasa di bulan Ramadlan :
a.  Orang Islam, tidak diwajibkan selain orang Islam.
b.  'Aqil baligh  (dewasa), bukan anak-anak.
c.  Sehat.
d.  Muqim (berada di daerah tempat tinggalnya/daerah iqomahnya), bukan sebagai musafir.
e.  Kuat, yakni tidak memaksakan diri karena sangat berat dan payah  bila  berpuasa.
f.   Khusus bagi wanita pada waktu suci, artinya tidak sedang haidl atau nifas.
4.  Yang  Membatalkan Puasa
Sepanjang tuntunan Allah dan Rasul-Nya hal-hal yang membatalkan puasa adalah sebagai berikut :
Firman Allah SWT dalam  surat  Al-Baqarah ayat  187,
اُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ الصّيَامِ الرَّفَثُ اِلى نِسَاءِكُمْ. هُنَّ لِبَاسٌ لَّكُمْ وَ اَنْتُمْ لِبَاسٌ لَّهُنَّ، عَلِمَ اللهُ اَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَخْتَانُوْنَ اَنْفُسَكُمْ فَتَابَ عَلَيْكُمْ وَ عَفَا عَنْكُمْ، فَلْئنَ بَاشِرُوْهُنَّ وَ ابْتَغُوْا مَا كَتَبَ اللهُ لَكُمْ، وَ كُلُوْا وَ اشْرَبُوْا حَتّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ اْلخَيْطُ اْلاَبْيَضُ مِنَ اْلخَيْطِ اْلاَسْوَدِ مِن َاْلفَجْرِ، ثُمَّ اَتِمُّوا الصّيَامَ اِلىَ الَّيْلِ ... البقرة: 187
Dihalalkan bagi kamu pada malam hari puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu; mereka itu pakaian bagimu, dan kamupun pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi  keringanan kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka  dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang  hitam,  yaitu Fajar.  Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai malam ..... .  [QS. Al-Baqarah: 187]
Dari ayat tersebut dapat diambil pengertian bahwa yang membatalkan  puasa itu ialah :
a.  Bersetubuh suami-isteri dengan sengaja dan dilakukan pada saat puasa (dari mulai masuk waktu Shubuh hingga masuk waktu Maghrib), padahal mereka  termasuk orang yang berkewajiban puasa.
Dan yang dimaksud dengan "bersetubuh", ialah masuknya kemaluan laki-laki/suami pada kemaluan wanita/istri. Jadi baik mengeluarkan mani maupun tidak, hukumnya tetap sama. Karena tidak adanya ayat-ayat lain maupun hadits-hadits yang membatasi, bahwa yang dimaksud "bersetubuh" adalah yang mengeluarkan mani, maka ayat itu tetap berlaku sesuai  dengan keumuman  lafadhnya.
b.  Makan dengan sengaja, baik makanan yang mengenyangkan atau tidak.
c.  Minum, baik yang menghilangkan  haus atau tidak, termasuk merokok.
5.  Yang Boleh Tidak Berpuasa dan Wajib Mengganti di hari-hari yang Lain :
a. Orang yang sakit, yang apabila ia tetap berpuasa akan menambah berat atau akan memperlambat kesembuhan sakitnya, sedang sakitnya itu dapat diharapkan kesembuhannya (bukan sakit yang menahun atau sakit yang kronis dan terus-menerus sehingga sulit diharapkan kesembuhannya).
b.  Musafir, ialah : Orang yang sedang bepergian keluar dari daerah iqomahnya, baik dengan perjalanan yang berat dan sukar maupun dengan ringan dan mudah; kesemuanya diperbolehkan untuk tidak berpuasa dan berkewajiban mengganti di hari yang lain. Berdasarkan firman Allah :
فَمَنْ  كَانَ  مِنْكُمْ  مَّرِيْضًا  اَوْ عَلى سَفَرٍ  فَعِدَّةٌ  مّنْ اَيَّامٍ اُخَرَ. البقرة: 184
Dan barangsiapa diantara kamu yang sakit atau dalam bepergian (musafir) ~maka bolehlah ia berbuka~ dan mengganti di hari-hari  yang lain (sebanyak yang ditinggalkannya). [QS. Al-Baqarah : 184].
وَ مَنْ كَانَ مَرِيْضًا اَوْ عَلى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مّنْ اَيَّامٍ اُخَرَ. البقرة: 185
Dan barangsiapa yang sakit atau dalam bepergian (musafir) ~maka bolehlah ia berbuka~ dan mengganti di  hari-hari yang lain (sebanyak yang ditinggalkannya). [QS. Al-Baqarah : 185].
6. Batas Waktu Mengganti
Tidak ada ketentuan dalam agama tentang  batas waktu mengganti puasa yang ditinggalkan. Dapat dilaksanakan pada bulan-bulan sesudah selesai Ramadlan tahun itu atau bulan-bulan sesudah Ramadlan tahun  berikutnya.
Tegasnya selama ia masih hidup, kapanpun boleh, tanpa menambah  fidyah atau melipat gandakan puasanya (misalnya hutang satu hari diganti dua hari dan sebagainya). Hanya sebaiknya segera diganti.
7. Yang Boleh  Tidak  Berpuasa  dan Hanya Mengganti  Fidyah  Tanpa  Harus Mengganti Puasa di Hari Yang lain.
Yaitu : Orang-orang yang bila dipaksakan  untuk  berpuasa  masih dapat, tetapi sungguh amat payah sekali dalam melaksanakannya. Perhatikan Firman Allah  :
وَ عَلَى الَّذِيْنَ يُطِيْقُوْنَه فِدْيَةٌ ... البقرة: 184
Dan terhadap orang-orang yang bisa berpuasa tetapi dengan  susah payah (boleh tidak berpuasa), wajib membayar fidyah. [QS. Al-Baqarah : 184]
Ayat tersebut umum, maka siapa saja yang walaupun mampu berpuasa tetapi dengan amat payah (rekoso) dalam menjalankannya, maka termasuk yang dimaksud oleh ayat di atas, misalnya :
a.  Wanita yang sedang hamil yang bila berpuasa dikhawatirkan akan  menimbulkan gangguan pada dirinya dan/atau anak yang dikandungnya.
b.  Wanita yang sedang menyusui, baik anaknya sendiri maupun anak orang lain yang diserahkan kepadanya untuk disusui, yang bila dipaksakan untuk berpuasa akan sangat berat bagi dirinya dan/atau bagi anak yang sedang disusuinya itu. Rasulullah SAW bersabda :
اِنَّ اللهَ وَضَعَ عَنِ اْلمُسَافِرِ الصَّوْمَ وَ شَطْرَ الصَّلاَةِ وَ عَنِ اْلحُبْلَى وَ اْلمُرْضِعِ الصَّوْمَ. احمد عن انس بن مالك الكعبى
Bahwasanya Allah SWT telah membolehkan bagi musafir meninggalkan puasa dan mengqashar shalat, dan Allah telah membolehkan perempuan hamil dan yang sedang menyusui meninggalkan puasa. [HR. Ahmad dari Anas bin Malik Al-Ka'bi].
Dan riwayat dari Ibnu Abbas RA. tentang istrinya yang sedang hamil, katanya :
اَنْتِ ِبمَنْزِلَةِ الَّذِى لاَ يُطِيْقُهُ فَعَلَيْكِ اْلفِدَاءُ وَ لاَ قَضَاءَ عَلَيْكِ. البزار وصححه الدارقطنى
Engkau sekedudukan dengan orang yang amat payah  untuk  berpuasa. Maka wajib atasmu fidyah dan tidak ada qadla' bagimu. [HR. Al-Bazzar dan dishahihkan oleh Ad-Daruquthni]
Serta riwayat dari Ibnu 'Umar ketika beliau ditanya oleh seorang wanita Quraisy yang sedang hamil tentang hal puasanya, maka jawab beliau :
اَفْطِرِى وَ اَطْعِمِى كُلَّ يَوْمٍ مِسْكِيْنًا وَ لاَ تَقْضِى. ابن حزم
Berbukalah kamu dan berilah makan tiap hari seorang miskin, dan jangan  mengqadla'nya. [HR. Ibnu Hazm].
c.  Orang yang lanjut usia/orang tua yang apabila berpuasa  akan sangat memayahkannya. Berdasar keumuman ayat (Surat Al-Baqarah ayat  184)  dan riwayat dari Ibnu Abbas sebagai berikut  :
رُخّصَ لِلشَّيْخِ اْلكَبِيْرِ اَنْ يُفْطِرَ وَ يُطْعِمَ وَ لاَ قَضَاءَ عَلَيْهِ. الدارقطنى والحاكم
Orang yang sangat tua, dibenarkan untuk berbuka dan wajib memberikan (fidyah) serta tidak ada qadla' atasnya. [HR. Ad-Daruquthni dan Al-Hakim].
d.  Orang yang pekerjaannya sangat berat, yang bila tetap berpuasa  walaupun ia kuat akan sangat berat dan memayahkannya. Misalnya : Pengemudi becak, pekerja tambang, karyawan-karyawan pengangkat barang di stasiun, terminal, pelabuhan dan sebagainya.
e.  Orang yang sakit menahun yang (menurut ahli kesehatan) sulit  diharapkan sembuhnya, atau walaupun sembuh tetapi memakan waktu  yang  lama  sekali.
f.   Siapa saja yang karena kondisi badannya atau sebab-sebab lain akan amat berat sekali bila berpuasa, walaupun bila dipaksa akan kuat juga.
Untuk nomor d), e) dan f), ini pun dasarnya adalah keumuman lafadh dari ayat 184 surat  Al-Baqarah diatas.
Semua yang tersebut diatas, boleh tidak berpuasa dan wajib membayar fidyah tanpa harus mengganti puasa di hari yang lain.
8.  Yang Wajib Untuk Tidak Berpuasa dan Wajib Mengganti  Dengan Puasa di Hari Yang lain.
Yaitu khusus bagi wanita yang sedang haidl atau nifas. Berdasar riwayat  :
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ: كُنَّا نَحِيْضُ عَلَى عَهْدِ رَسُوْلِ اللهِ ص فَنُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّوْمِ وَ لاَ نُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّلاَةِ. الجماعة عن المعاذة
Dari 'Aisyah, bahwa ia berkata, "Adalah kami haidl dimasa Rasulullah SAW maka kami diperintahkan supaya mengqadla (mengganti) puasa dan kami tidak diperintahkan  mengqadla shalat". [HR. Al-Jama'ah dari Al-Mu'adzah]
Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dari Abu Sa'id, bahwa Nabi SAW bersabda:
اَلَيْسَ اِذَا حَاضَتْ لَمْ تُصَلّ وَ لَمْ تَصُمْ؟ فَذلِكَ مِنْ نُقْصَانِ دِيْنِهَا. البخارى 2: 239
Bukankah apabila seorang wanita itu haidl, ia tidak shalat dan tidak berpuasa ? Itulah dari kekurangan agamanya. [HR. Bukhari juz 2, hal. 239]
1. Pengertian  Sahur
Sahur, ialah makanan yang dimakan pada waktu sahar. Sahar menurut bahasa ialah "Nama bagi akhir suku malam dan  permulaan  suku  siang". Lawannya ialah : Ashil, akhir suku siang.
Menurut Az-Zamakhsyari, dinamai waktu Sahar dengan Sahar karena ia adalah waktu berlalunya malam dan datangnya siang. Dengan demikian, jelaslah bahwa Sahar bukanlah satu atau dua jam sebelum terbit fajar, namun yang dimaksud adalah nama waktu pergantian siang dan malam.
Jadi apabila kita makan pada jam 24.00 (jam 12 malam) atau sedikit setelah itu tidaklah dapat dinamakan "Bersahur (mengerjakan makan Sahur)".
Adapun yang dinamakan makan Sahur adalah sebagaimana yang dilakukan Rasulullah SAW pada riwayat di bawah ini :
عَنْ اَنَسٍ عَنْ زَيْدِ بْنِ ثَابِتٍ قَالَ: تَسَحَّرْنَا مَعَ رَسُوْلِ اللهِ ص : ثُمَّ قُمْنَا اِلىَ الصَّلاَةِ. قُلْتُ: كَمْ كَانَ قَدْرُ مَا بَيْنَهُمَا ؟ قَالَ: قَدْرَ خَمْسِيْنَ ايَةً. احمد و البخارى و مسلم
Dari Anas dari Zaid bin Tsabit, ia berkata, "Kami pernah bersahur bersama Rasulullah SAW kemudian kami mengerjakan shalat (Shubuh)". Aku (Anas) bertanya kepada Zaid. "Berapa tempo antara keduanya ?".  Zaid  menjawab, "Sekadar 50 ayat Al-Qur'an". [HR. Ahmad, Bukhari dan Muslim].
2.  Hikmah Sahur
Diriwayatkan oleh Ahmad dari Abu Sa'id  bahwa Nabi SAW bersabda :
اَلسَّحُوْرُ أَكْلُهُ بَرَكَةٌ فَلاَ تَدَعُوْهُ وَ لَوْ اَنْ يَجْرَعَ اَحَدُكُمْ جُرْعَةً مِنْ مَاءٍ فَاِنَّ اللهَ وَ مَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى اْلمُتَسَحّرِيْنَ. احمد
Sahur itu suatu berkah. Maka janganlah kamu meninggalkannya,  walaupun hanya dengan meneguk seteguk air, karena sesungguhnya Allah dan malaikat-Nya bershalawat atas orang yang bersahur. [HR. Ahmad]
Diriwayatkan oleh Muslim dari 'Amr bin 'Ash bahwa Rasulullah SAW bersabda :
فَصْلُ مَابَيْنَ صِيَامِنَا وَ صِيَامِ اَهْلِ اْلكِتَابِ أَكْلَةُ السَّحَرِ. مسلم
Yang membedakan antara puasa kita dengan puasa ahli kitab ialah makan sahur. [HR. Muslim].
3.  Keraguan  Tentang Waktu Sahur
Bila seseorang ragu apakah telah habis waktu ataukah belum, maka ia diperbolehkan makan dan minum hingga nyata-nyata baginya bahwa waktu sahur  telah  habis dan masuk waktu shubuh. Firman Allah :
وَ كُلُوْا وَاشْرَبُوْا حَتّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ اْلخَيْطُ اْلأَبْيَضُ مِنَ اْلخَيْطِ اْلأَسْوَدِ مِنَ اْلفَجْرِ. البقرة: 187
Dan makanlah, minumlah, sehingga nyata kepadamu benang putih dari pada benang  hitam yaitu Fajar. [QS. Al Baqarah : 187]
Dari ayat di atas jelaslah bahwa Allah memperkenankan makan dan minum, sehingga nyata benar terbitnya Fajar.
4.  Adab Berbuka
Diriwayatkan oleh Ahmad, Bukhari, Muslim dan Abu Dawud dari Sahl bin  'Adi, bahwa Rasulullah SAW bersabda  :
لاَ يَزَالُ النَّاسُ بِخَيْرٍ مَا عَجَّلُوا اْلفِطْرَ. احمد والبخارى ومسلم وابوداود
"Senantiasalah manusia dalam kebajikan selama mereka segera berbuka".
Diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah SAW bersabda :
يَقُوْلُ اللهُ عَزَّ وَ جَلَّ: اِنَّ اَحَبَّ عِبَادِى اِلَيَّ اَعْجَلُهُمْ فِطْرًا. الترمذى
Berfirman Allah 'Azza wa Jalla (artinya), "Yang paling Ku sayangi dari hamba-hamba-Ku, ialah yang paling segera berbuka". [HR. Tirmidzi dari Abu Hurairah].
Diriwayatkan oleh Ibnu Abdil Barr dari Anas bin Malik, katanya :
مَا رَأَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ ص قَطُّ صَلَّى صَلاَةَ اْلمَغْرِبِ حَتَّى يُفْطِرَ وَ لَوْ عَلَى شُرْبَةِ مَاءٍ. ابن عبد البر عن انس بن مالك
Tidak pernah aku melihat walau sekali Rasulullah SAW shalat  Maghrib lebih dahulu sebelum berbuka, walaupun hanya dengan seteguk air. [HR. Ibnu Abdil Barr dari Anas bin Malik]
Diriwayatkan oleh Abu Dawud, Ahmad dan Tirmidzi dari Anas, sbb :
عَنْ اَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ: كَانَ رَسُوْلُ اللهِ ص يُفْطِرُ عَلَى رُطَبَاتٍ قَبْلَ اَنْ يُصَلّىَ فَاِنْ لَمْ تَكُنْ رُطَبَاتٌ فَعَلَى تَمَرَاتٍ فَاِنْ لَمْ تَكُنْ حَسَا حَسَوَاتٍ مِنْ مَاءٍ. ابوداود و احمد و الترمذى
Dari Anas bin Maalik, ia berkata : Adalah Rasulullah SAW berbuka dengan kurma basah sebelum shalat (Maghrib), jika tidak ada kurma basah, maka beliau berbuka dengan kurma kering, dan jika tak ada kurma kering, beliau menyendok beberapa sendok air. [HR. Abu Dawud, Ahmad dan Tirmidzi]
كَانَ رَسُوْلُ اللهِ ص يُحِبُّ اَنْ يُفْطِرَ عَلَى ثَلاَثِ تَمَرَاتٍ اَوْ شَىْءٍ لَمْ تُصِبْهُ النَّارُ. ابو يعلى عن انس
Adalah Rasulullah SAW suka berbuka puasa dengan tiga biji korma atau sesuatu yang tidak  dimasak dengan api. [HR. Abu Ya'la dari Anas]
Rasulullah SAW bersabda :
اِذَا اَفْطَرَ اَحَدُكُمْ فَلْيُفْطِرْ عَلَى تَمْرٍ، فَاِنْ لَمْ يَجِدْ فَلْيُفْطِرْ عَلَى مَاءٍ فَاِنَّهُ طَهُوْرٌ. ابو داود و الترمذى عن سليمان بن عامر
Apabila seseorang diantara kalian berbuka, maka hendaklah ia berbuka dengan korma. Jika ia tidak  memperoleh korma, hendaklah ia berbuka dengan air, karena air itu bersih dan membersihkan. [HR. Abu Dawud dan At-Tirmidzi dari Sulaiman bin 'Amir]
Kesimpulan :
Hadits-hadits di atas menerangkan kepada kita, bahwa apabila kita berbuka puasa maka disunatkan untuk :
1.  Menyegerakan  berbuka.
2.  Sebelum shalat Maghrib kita berbuka dahulu walaupun dengan seteguk air.
3.  Berbuka dengan tiga biji korma, bila tidak ada, dengan sesuatu makanan yang manis dan tidak dimasak dengan api. Seperti : pisang, kates, nanas dan  lain-lain.
4.  Bila tidak ada buah-buahan maka disunatkan kita untuk berbuka  dengan  air.
5. Dan dikala berbuka dituntunkan untuk membaca do'a seperti berikut :
ذَهَبَ الظَّمَأُ وَ ابْتَلَّتِ اْلعُرُوْقُ وَ ثَبَتَ اْلاَجْرُ اِنْ شَاءَ اللهُ. ابو داود  2: 306، عن ابن عمر
Haus telah hilang, urat-urat telah basah dan semoga pahala tetap didapatkan. Insya Allah. [HR. Abu Dawud juz 2,  hal. 306, dari Ibnu Umar]

Tentang doa berbuka puasa

Ada  bermacam-macam doa berbuka puasa, diantaranya sebagai berikut:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: كَانَ النَّبِيُّ ص اِذَا اَفْطَرَ قَالَ: اَللّهُمَّ لَكَ صُمْنَا وَ عَلَى رِزْقِكَ اَفْطَرْنَا فَتَقَبَّلْ مِنَّا اِنَّكَ اَنْتَ السَّمِيْعُ اْلعَلِيْمُ. الدارقطنى 2: 185، رقم 26، ضعيف لان فى اسناده عبد الملك بن هارون بن عنترة.
Dari Ibnu Abbas, ia berkata : Adalah Nabi SAW apabila berbuka puasa beliau berdoa, Alloohumma laka shumnaa wa alaa rizqika afthornaa fataqobbal minnaa innaka antas samiiul aliim (Ya Allah, untuk-Mu kami berpuasa, dan atas rizqi-Mu kami berbuka, maka terimalah (ibadah) dari kami, sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui). [HR. Daruquthni juz 2, hal. 185 no. 26, dlaif karena dalam sanadnya ada perawi Abdul Malik bin Harun bin Antarah]
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: كَانَ النَّبِيُّ ص اِذَا اَفْطَرَ قَالَ: لَكَ صُمْتُ وَ عَلَى رِزْقِكَ اَفْطَرْتُ فَتَقَبَّلْ مِنّى اِنَّكَ اَنْتَ السَّمِيْعُ اْلعَلِيْمُ. الطبرانى فى الكبير 12: 113، رقم: 12720، فيه عبد الملك بن هارون بن عنترة و هو ضعيف
Dari Ibnu Abbas, ia berkata : Adalah Nabi SAW apabila berbuka puasa beliau berdoa, Laka shumtu wa alaa rizqika afthartu fataqabbal minnii innaka antas samiiul aliim (Untuk-Mu aku berpuasa, dan atas rizqi-Mu aku berbuka, maka terimalah ibadahku, sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui). [HR. Thabrani dalam Al-Kabir juz 12, hal. 113, no. 12720, dalam sanadnya ada perawi bernama Abdul Malik bin Harun bin Antarah, ia dlaif]
بِسْمِ اللهِ، اَللّهُمَّ لَكَ صُمْتُ وَ عَلَى رِزْقِكَ اَفْطَرْتُ. الطبرانى فى الاوسط رقم 7547، و فيه داود بن زبرقان و هو ضعيف. مجمع الزوائد 3: 279
Bismillah, Alloohumma laka shumtu wa alaa rizqika afthortu (Dengan nama Allah. Ya Allah, untuk-Mu  aku berpuasa dan dengan rizqi-Mu aku berbuka). [HR. Thabrani, dalam Al-Ausath hadits no. 7547, dalam sanadnya ada perawi bernama Dawud bin Zabraqan, dan ia dlaif Majmauz Zawaaid juz 3, hal. 279]
عَنْ مُعَاذٍ رض قَالَ: كَانَ رَسُوْلُ اللهِ ص اِذَا اَفْطَرَ قَالَ: اَلْحَمْدُ ِللهِ الَّذِى اَعَانَنِى فَصُمْتُ وَ رَزَقَنِى فَاَفْطَرْتُ. ابن السنى ص 169، رقم 479، اسناده ضعيف لان فيه رجل لم يسمَّ
Dari Muadz RA, ia berkata : Adalah Rasulullah SAW apabila berbuka puasa beliau berdoa, Alhamdu lillaahil-ladzii aaananii fa shumtu wa rozaqonii fa-afthortu (Segala puji bagi Allah yang telah menolongku, sehingga aku berpuasa dan telah memberi rizqi kepadaku, maka aku berbuka). [HR. Ibnu Sunni hal. 169, no. 479, sanadnya dlaif, karena di dalamnya ada perawi yang tidak disebutkan namanya]
عَنْ مُعَاذِ بْنِ زُهْرَةَ اَنَّهُ بَلَغَهُ اَنَّ النَّبِيَّ ص كَانَ اِذَا اَفْطَرَ قَالَ: اَللّهُمَّ لَكَ صُمْتُ وَ عَلَى رِزْقِكَ اَفْطَرْتُ. ابو داود 2: 306، رقم 2358، مرسل لان معاذ بن زهرة لم يدرك النبي ص
Dari Muadz bin Zuhrah, bahwasanya telah sampai kepadanya bahwa Nabi SAW apabila berbuka puasa beliau berdoa, Alloohumma laka shumtu wa alaa rizqika afthortu (Ya Allah, untuk-Mu aku berpuasa, dan dengan rizqi-Mu aku berbuka puasa). [HR. Abu Dawud juz 2,hal. 306, no. 2358, hadits tersebut mursal, karena Muadz bin Zuhrah tidak bertemu Nabi SAW]
عَنِ ابْنِ اَبِى مُلَيْكَةَ يَقُوْلُ: سَمِعْتُ عَبْدَ اللهِ بْنَ عَمْرِو بْنِ اْلعَاصِ يَقُوْلُ: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ ص يَقُوْلُ: اِنَّ لِلصَّائِمِ عِنْدَ فِطْرِهِ لَدَعْوَةٌ مَا تُرَدُّ، قَالَ ابْنُ اَبِى مُلَيْكَةَ: سَمِعْتُ عَبْدَ اللهِ بْنَ عَمْرٍو يَقُوْلُ اِذَا اَفْطَرَ: اَللّهُمَّ اِنّى اَسْأَلُكَ بِرَحْمَتِكَ الَّتِى وَسِعَتْ كُلَّ شَيْءٍ اَنْ تَغْفِرَ لِى. ابن ماجه 1: 557، رقم 1753، حسن
Dari Ibnu Abi Mulaikah, ia berkata : Saya mendengar Abdullah bin Amr bin Al-Ash berkata : Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, Sesungguhnya bagi orang yang berpuasa itu ketika berbuka ada doa yang tidak akan ditolak. Ibnu Abi Mulaikah berkata : Aku mendengar Abdullah bin Amr apabila berbuka puasa berdoa, Alloohumma innii as-aluka birohmatikal-latii wasiat kulla syai-in an taghfiro lii (Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu dengan rohmat-Mu yang luas meliputi segala sesuatu agar Engkau mengampuni aku). [HR. Ibnu Majah juz 1, hal. 557, no. 1753, hadits hasan]
عَنْ مَرْوَانَ يَعْنِى ابْنَ سَالِمِ اْلمُقَفَّعِ قَالَ: رَأَيْتُ ابْنَ عُمَرَ يَقْبِضُ عَلَى لِحْيَتِهِ فَيَقْطَعُ مَا زَادَ عَلَى اْلكَفّ وَ قَالَ: كَانَ رَسُوْلُ الله ص اِذَا اَفْطَرَ قَالَ: ذَهَبَ الظَّمَأُ وَ ابْتَلَّتِ اْلعُرُوْقُ وَ ثَبَتَ اْلاَجْرُ اِنْ شَاءَ اللهُ. ابو داود 2: 306، رقم 2357، حسن
Dari Marwan, yakni bin Salim Al-Muqaffa, ia berkata : Aku melihat Ibnu Umar RA memegang jenggotnya, lalu memotong yang lebih dari genggaman tangannya. Ia berkata : Adalah Rasulullah SAW apabila berbuka puasa beliau berdoa, Dzahabadh-dhoma-u wabtallatil uruuqu wa tsabatal ajru, insyaa-allooh (Haus telah hilang, urat-urat telah basah dan semoga pahala tetap didapat, insyaa-allooh). [HR. Abu Dawud juz 2, hal. 306, no. 2357, hadits hasan]
Keterangan :
Dari riwayat-riwayat di atas bisa kita ketahui bahwa yang derajatnya hasan adalah riwayat Ibnu Majah dari Ibnu Abi Mulaikah dan riwayat Abu Dawud dari Marwan bin Salim. Namun pada riwayat Ibnu Abi Mulaikah di atas, doa tersebut adalah lafadhnya Ibnu Amr. Adapun pada riwayat Abu Dawud tersebut lafadh doa itu dari Nabi SAW. Dengan demikian kita ketahui bahwa doa berbuka puasa yang paling kuat riwayatnya adalah yang diriwayatkan Abu Dawud dari Marwan bin Salim dari Ibnu Umar (Dzahabadh-dhoma-u wabtallatil uruuqu wa tsabatal ajru, insyaa-allooh).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tentang kehidupan Dunia

  TENTANG DUNIA فعَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ رض قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: لَوْ كَانَتِ الدُّنْيَا تَعْدِلُ عِنْدَ اللهِ جَنَاحَ بَعُوْضَةٍ ...