Muslim meriwayatkan :
Kemudian datanglah ‘Ali RA dari Yaman dengan membawa unta Nabi SAW. Lalu ‘Ali
mendapati Fathimah (istrinya) termasuk orang-orang yang sudah bertahallul, dan
ia mengenakan pakaian yang longgar dan memakai celak. Melihat hal itu ‘Ali RA
tidak berkenan, (sehingga ia merasa kecewa). Kemudian Fathimah berkata,
“Sesungguhnya ayahku memerintahkan kepadaku yang demikian ini”. (Jabir bin
‘Abdullah) berkata : Dahulu ‘Ali bercerita ketika di
Iraq : Lalu aku menemui Rasulullah SAW untuk
mengadukan perbuatan Fathimah itu sambil meminta fatwa kepada Rasulullah SAW
tentang hal itu. Dan aku katakan kepada beliau bahwa aku mengingkari apa yang
diperbuat Fathimah itu. Beliau bersabda kepada ‘Ali, “Sesungguhnya istrimu telah
melakukan sesuatu yang benar. Ia melakukan sesuatu yang benar. Lalu apa yang
kamu ucapkan ketika akan berhajji ?”. ‘Ali menjawab, ”Saya mengucapkan :
Alloohumma inii uhillu bimaa ahalla bihi rasuuluka (Ya Allah,
sesungguhnya aku berihram sebagaimana Rasul-Mu berihram)”. Kemudian Rasulullah
SAW bersabda, “Sesungguhnya aku mempunyai hewan sembelihan, maka kamu tidak
perlu bertahallul”.
(Rawi) berkata :
Binatang sembelihan yang dibawa ‘Ali dari Yaman dan binatang sembelihan yang
dibawa oleh Nabi SAW berjumlah seratus ekor unta. (Rawi) berkata, “Orang-orang
sama bertahallul dan bercukur, kecuali Nabi SAW dan orang yang membawa hewan
sembelihan.
Kemudian pada hari
tarwiyah (tanggal delapan Dzul Hijjah), orang-orang sama berangkat menuju ke
Mina dan berihram hajji. Rasulullah SAW pun segera menaiki untanya. Beliau di
Mina shalat Dhuhur, ‘Ashar, Maghrib, ‘Isyak dan Shubuh. Kemudian menunggu
sebentar sehingga matahari terbit. Beliau lalu menyuruh untuk didirikan tenda di
Namirah. Kemudian beliau meneruskan perjalanan. Pada saat itu orang-orang
Quraisy menganggap bahwa Rasulullah SAW akan berhenti di Masy’aril Haram (sebuah
bukit yang terletak di Muzdalifah) seperti yang dahulu dilakukan oleh
orang-orang Quraisy pada jaman jahiliyah. Namun anggapan mereka itu salah,
ternyata beliau terus melewatinya sampai akhirnya tiba di ‘Arafah. Beliau sudah
mendapati sebuah tenda yang telah dipersiapkan untuk beliau di Namirah. Kemudian
beliau SAW singgah di tenda itu. Ketika matahari telah condong ke barat, beliau
menyuruh supaya unta beliau dipersiapkan. Kemudian beliau menuju ke sebuah
lembah yang disebut ‘Uranah. Di tengah-tengah lembah itulah beliau menyampaikan
pidatonya di hadapan manusia. Beliau bersabda, “Wahai manusia. Sesungguhnya
darah kalian dan harta kalian adalah haram atas kalian, sebagaimana haramnya
hari kalian ini, dan bulan kalian ini dan negeri kalian ini. Ketahuilah, bahwa
sesungguhnya semua urusan jahiliyah yang pernah ada, di bawah dua tapak kakiku
ini, sekarang telah dibasmi. Darah-darah jahiliyah sudah dihapus. Sesungguhnya
darah yang aku hapus untuk pertama kalinya ialah darahnya Ibnu Rabi’ah bin
Al-Harits. Dahulu, dia menyusu serta tumbuh dibesarkan di kalangan Bani Sa’ad,
lalu dia dibunuh oleh orang-orang Hudzail. Riba yang berlaku di kalangan kaum
jahiliyah juga sudah dihapus. Riba pertama di tengah-tengah kita yang aku hapus
ialah riba yang pernah dipraktekkan oleh ‘Abbas bin ‘Abdul Muththalib.
Sesungguhnya semua itu telah dihapus.
Takutlah kalian
kepada Allah mengenai para wanita. Sebab sesungguhnya kalian telah mengambil
mereka dengan amanat Allah, dan
menghalalkan farji mereka dengan kalimat Allah. Hak kalian atas mereka
ialah, sekali-kali mereka tidak boleh membiarkan seorang laki-laki pun yang
tidak kamu sukai menginjak tempat tidur kalian. Jika istri-istri itu berbuat
demikian, maka pukullah mereka dengan pukulan yang tidak membahayakan. Sedangkan
kewajiban kalian terhadap mereka ialah, kalian harus memberikan makan dan
pakaian menurut yang patut. “Dan sungguh telah aku tinggalkan untuk kalian,
apabila kalian berpegang teguh kepadanya, niscaya kalian tidak akan sesat, yaitu
Kitab Allah. Dan kelak kalian akan ditanya tentang diriku, lalu apa jawab kalian
?”. Orang-orang yang hadir itu menjawab, “Kami bersaksi bahwa engkau telah
menyampaikan, melaksanakan dan memberikan nasihat kepada kami”. Kemudian beliau
SAW sambil berisyarat mengacungkan jari telunjuknya ke langit dan kepada orang
banyak, beliau bersabda, “Ya Allah, saksikanlah. Ya Allah, saksikanlah !”.
Kalimat itu beliau ulang-ulang sampai tiga kali.
Kemudian adzan, lalu
qamat, kemudian beliau shalat Dhuhur, kemudian qamat, lalu beliau SAW shalat
‘Ashar. Dan diantara kedua shalat fardlu itu beliau tidak melaksanakan shalat
sunnah apapun.
Setelah selesai
shalat, kemudian Rasulullah SAW naik ke atas kendaraannya menuju ke tempat
wuquf. Beliau jadikan perut untanya (Qashwaa’) rapat kepada batu gunung, dan
beliau jadikan jalan yang di lalui orang-orang yang berjalan kaki berada di
hadapan beliau, sambil tetap menghadap ke qiblat beliau wuquf di tempat itu
sampai matahari terbenam, hilang kekuning-kuningan, sehingga benar-benar
terbenam. Setelah itu dengan memboncengkan Usamah, beliau meneruskan perjalanan
(ke arah Muzdalifah). Beliau tarik kencang-kencang tali kendali untanya sehingga
kepala unta itu menyentuh tempat duduk kendaraan itu, dan beliau berisyarat
dengan tangan beliau, Hai para manusia, perlahan-lahan saja, perlahan-lahan
saja. Dan ketika sampai di tanah pasir yang luas, beliau kendurkan kendali
untanya itu sedikit hingga mendaki. Setibanya di Muzdalifah, beliau lalu
melakukan shalat Maghrib dan ‘Isyak dengan satu adzan dan dua iqamah, dan
diantara kedua shalat fardlu tersebut beliau tidak melakukan shalat sunnah
apapun. Kemudian beliau berbaring sampai terbit fajar. Kemudian beliau melakukan
shalat Shubuh di sa’at telah tiba waktunya, dengan satu adzan dan satu
iqamah.
Setelah itu beliau
berangkat naik unta Qashwaa’ hingga sampai di Masy’aril Haram. Di
sana beliau menghadap ke arah qiblat, berdoa,
membaca takbir, membaca tahlil dan membaca kalimat-kalimat talbiyah dengan tetap
berhenti hingga sangat terang. Setelah itu beliau berangkat lagi meninggalkan
tempat tersebut sebelum matahari terbit. Kali ini beliau memboncengkan Fadhl bin
‘Abbas, ia seorang laki-laki yang berambut bagus dan berwajah tampan. Dalam
perjalanannya, Rasulullah SAW berjumpa beberapa unta yang bersekedup yang
dinaiki para wanita. Sejenak Fadhl memandang wanita-wanita itu. Lalu Rasulullah
SAW segera menutupi pandangan mata Fadhl dengan tangan beliau, sehingga akhirnya
Fadhl memalingkan wajahnya memandang ke arah lain. Lalu Rasulullah SAW
memindahkan tangan beliau pada wajah Fadhl dari sisi lain, memalingkan wajahnya
memandang ke arah lain, sehingga sampai di tengah lembah Muhassir, lalu beliau
agak mempercepat kendaraannya dengan memotong kompas ke Jumratul Kubra. Beliau
terus mendekati jumrah yang berada di dekat sebuah pohon, kemudian beliau
melontarnya dengan menggunakan tujuh kerikil sambil membaca takbir pada setiap
kali lontaran, tiap-tiap kerikil sebesar yang biasa dilontarkan dengan dua jari.
Kemudian beliau pergi ke tempat sembelihan, lalu menyembelih enam puluh tiga
ekor ternak dengan tangan beliau, sedangkan sisanya diberikan kepada ‘Ali yang
kemudian menyembelihnya.
Selanjutnya beliau
menyuruh para shahabat untuk memotong-motongnya, lalu memasukkannya ke dalam
periuk untuk dimasak. Beliau dan ‘Ali ikut makan dagingnya dan minum kuahnya.
Kemudian beliau menaiki untanya lagi dan turun di Baitullah untuk thawaf
ifaadlah. Kemudian beliau shalat Dhuhur di Makkah, lalu menemui Bani ‘Abdul
Muththalib yang sedang mengambil air dari sumur zamzam. Beliau bersabda, “Tolong
ambilkan air, wahai Bani ‘Abdul Muththalib. Seandainya bukan karena orang-orang
akan mengalahkan kalian untuk mengambil air, tentu aku akan mengambil air
bersama kalian”. Setelah mereka memberikan air zamzam tersebut, Rasulullah SAW
lalu meminumnya. [HR. Muslim juz 2, hal. 888]
Khutbah Wadaa’
Ibnu Ishaq berkata :
Kemudian Rasulullah SAW meneruskan hajjinya, beliau memperlihatkan cara-cara
mengerjakan ibadah hajji kepada orang ramai, dan mengajarkan cara-cara hajji
mereka. Dan beliau berkhutbah kepada orang banyak (yang terkenal dengan khutbah
Wadaa’, karena khutbah atau pidato beliau itu adalah yang terakhir kali) yang
dalam khutbah tersebut beliau menjelaskan apa-apa yang perlu dijelaskan. Beliau
memuji Allah dan menyanjung-Nya. Kemudian beliau bersabda
:
اَيُّهَا النَّاسُ، اِسْمَعُوْا قَوْلِى فَاِنّى لاَ اَدْرِى لَعَلّى
لاَ اَلْقَاكُمْ بَعْدَ عَامِى هذَا بِهذَا اْلمَوْقِفِ اَبَدًا. اَيُّهَا
النَّاسُ، اِنَّ دِمَاءَكُمْ وَ اَمْوَالَكُمْ عَلَيْكُمْ حَرَامٌ اِلَى اَنْ
تَلْقَوْا رَبَّكُمْ، كَحُرْمَةِ يَوْمِكُمْ هذَا وَ كَحُرْمَةِ شَهْرِكُمْ هذَا،
وَ اِنَّكُمْ سَتَلْقَوْنَ رَبَّكُمْ فَيَسْأَلُكُمْ عَنْ اَعْمَالِكُمْ، وَ قَدْ
بَلَّغْتُ. فَمَنْ كَانَتْ عِنْدَهُ اَمَانَةٌ فَلْيُؤَدّهَا اِلَى مَنِ
ائْتَمَنَهُ عَلَيْهَا. وَ اِنَّ كُلَّ رِبًا مَوْضُوْعٌ، وَ لكِنْ لَكُمْ رُءُوْسُ
اَمْوَالِكُمْ لاَ تَظْلِمُوْنَ وَ لاَ تُظْلَمُوْنَ. قَضَى اللهُ اَنَّهُ لاَ
رِبَا. وَ اِنَّ رِبَا عَبَّاسِ بْنِ عَبْدِ اْلمُطَّلِبِ مَوْضُوْعٌ كُلُّهُ. وَ
اِنَّ كُلَّ دَمٍ كَانَ فِى اْلجَاهِلِيَّةِ مَوْضُوْعٌ. وَ اِنَّ اَوَّلَ
دِمَائِكُمْ اَضَعُ دَمُ ابْنِ رَبِيْعَةَ ابْنِ اْلحَارِثِ بْنِ عَبْدِ
اْلمُطَّلِبِ. وَ كَانَ مُسْتَرْضِعًا فِى بَنِى لَيْثٍ فَقَتَلَتْهُ هُذَيْلٌ
فَهُوَ اَوَّلُ مَا اَبْدَأُ بِهِ مِنْ دِمَاءِ اْلجَاهِلِيَّةِ
Hai seluruh manusia, dengarkanlah
perkataanku, karena sesungguhnya aku tidak mengetahui, barangkali aku tidak akan
bertemu lagi dengan kalian untuk selama-lamanya sesudah tahun ini, di tempat aku
berdiri ini.
Hai seluruh
manusia, sesungguhnya darah kalian dan harta kalian adalah haram atas kalian
sampai kalian menghadap Tuhan, seperti haramnya hari kalian ini, dan haramnya
bulan kalian ini. Sesungguhnya kalian akan menghadap Tuhan kalian, kemudian Dia
akan menanyakan kepada kalian tentang amal perbuatan kalian. Dan aku sudah
menyampaikan.
Barangsiapa yang
diamanati dengan suatu amanat, maka hendaklah dia menyampaikan amanat itu kepada
orang yang bersangkutan. Dan bahwasanya semua riba telah dihapuskan, tetapi
kalian berhaq menerima pokok harta kalian, kalian tidak menganiaya dan tidak
pula dianiaya. Allah telah memutuskan, bahwasanya riba tidak ada lagi, dan
bahwasanya riba ‘Abbas bin ‘Abdul Muththalib telah dihapuskan semuanya. Dan
bahwasanya semua darah yang tertumpah pada masa jahiliyah telah dihapuskan, dan
bahwasanya permulaan darah yang saya hapuskan itu ialah darah Ibnu Rabi’ah bn
Al-Harits bin ‘Abdul Muththalib yang dahulu ia menyusu pada Bani Laits, lalu ia
dibunuh oleh qabilah Hudzail. Hal itu adalah permulaan apa yang aku mulai
dengannya dari penghapusan darah jahiliyah.
اَمَّا بَعْدُ: اَيُّهَا النَّاسُ، فَاِنَّ الشَّيْطَانَ قَدْ يَئِسَ
مِنْ اَنْ يُعْبَدَ بِاَرْضِكُمْ هذِهِ اَبَدًا. وَ لكِنَّهُ اِنْ يُطَعْ فِيْمَا
سِوَى ذلِكَ فَقَدْ رَضِيَ بِهِ مِمَّا تَحْقِرُوْنَ مِنْ اَعْمَالِكُمْ
فَاحْذَرُوْهُ عَلَى دِيْنِكُمْ. اَيُّهَا النَّاسُ، اِنَّ النَّسِيْءَ زِيَادَةٌ
فِى اْلكُفْرِ يُضَلُّ بِهِ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا، يُحِلُّوْنَهُ عَامًا وَ
يُحَرّمُوْنَهُ عَامًا لِيُوَاطِئُوْا عِدَّةَ مَا حَرَّمَ اللهُ، فَيُحِلُّوْا مَا
حَرَّمَ اللهُ وَ يُحَرّمُوْا مَا اَحَلَّ اللهُ. وَ اِنَّ الزَّمَانَ قَدِ
اسْتَدَارَ كَهَيْئَتِهِ يَوْمَ خَلَقَ اللهُ السَّموَاتِ وَ اْلاَرْضَ، وَ اِنَّ
عِدَّةَ الشُّهُوْرِ عِنْدَ اللهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا. مِنْهَا اَرْبَعَةٌ
حُرُمٌ، ثَلاَثَةٌ مُتَوَالِيَةٌ وَ رَجَبٌ مُضَرٌّ الَّذِى بَيْنَ جُمَادَى وَ
شَعْبَانَ.
Adapun sesudah
itu, hai seluruh manusia, bahwasanya syaithan telah putus asa bahwa dia akan
disembah di negeri kalian ini untuk selama-lamanya, tetapi jika dia diithaati
pada yang selain demikian, sungguh dia telah senang dengan hal itu, yaitu berupa
perbuatan-perbuatan yang kalian pandang remeh. Oleh sebab itu hendaklah kalian
berhati-hati terhadap agama kalian.
Hai seluruh
manusia, sesungguhnya mengundurkan bulan haram itu adalah menambah kepada
kekufuran, dengan mengundurkan bulan haram itu tersesatlah orang-orang kafir.
Mereka menghalalkannya pada satu tahun dan mereka mengharamkannya pada tahun
yang lain, untuk menyesuaikan dengan bilangan yang Allah telah mengharamkannya.
Mereka halalkan apa-apa yang diharamkan Allah dan mereka haramkan apa-apa yang
dihalalkan Allah. Dan bahwasanya masa itu beredar semenjak Allah menjadikan
langit dan bumi, dan bahwasanya bilangan bulan itu pada sisi Allah adalah dua
belas bulan. Dan diantara dua belas bulan itu ada empat bulan yang diharamkan
(yang mempunyai kehormatan), tiga yang berturut-turut (Dzul Qa’dah, Dzul Hijjah
dan Muharram), dan Rajab yang diharamkan yang terletak diantara bulan Jumadil
akhir dan Sya’ban.
اَمَّا بَعْدُ: اَيُّهَا النَّاسُ، فَاِنَّ لَكُمْ عَلَى نِسَائِكُمْ
حَقًّا، وَ لَهُنَّ عَلَيْكُمْ حَقًّا، لَكُمْ عَلَيْهِنَّ اَنْ لاَ يُوْطِئْنَ
فُرُشَكُمْ اَحَدًا تَكْرَهُوْنَهُ، وَ عَلَيْهِنَّ اَنْ لاَ يَأْتِيْنَ
بِفَاحِشَةٍ مُبَيّنَةٍ. فَاِنْ فَعَلْنَ فَاِنَّ اللهَ قَدْ اَذِنَ لَكُمْ اَنْ
تَهْجُرُوْهُنَّ فِى اْلمَضَاجِعِ وَ تَضْرِبُوْهُنَّ ضَرْبًا غَيْرَ مُبَرَّحٍ.
فَاِنِ انْتَهَيْنَ فَلَهُنَّ رِزْقُهُنَّ وَ كِسْوَتُهُنَّ بِاْلمَعْرُوْفِ. وَ
اسْتَوْصُوْا بِالنّسَاءِ خَيْرًا فَاِنَّهُنَّ عِنْدَكُمْ عَوَانٍ، لاَ يَمْلِكْنَ
ِلاَنْفُسِهِنَّ شَيْئًا وَ اِنَّكُمْ اِنَّمَا اَخَذْتُمُوْهُنَّ بِاَمَانَةِ
اللهِ، وَ اسْتَحْلَلْتُمْ فُرُوْجَهُنَّ بِكَلِمَاتِ اللهِ. فَاعْقِلُوْا اَيُّهَا
النَّاسُ قَوْلِى فَاِنّى قَدْ بَلَّغْتُ وَ قَدْ تَرَكْتُ فِيْكُمْ مَا اِنِ
اعْتَصَمْتُمْ بِهِ فَلَنْ تَضِلُّوْا اَبَدًا، اَمْرًا بَيّنًا، كِتَابَ اللهِ وَ
سُنَّةَ نَبِيّهِ.
Adapun sesudah
itu, hai seluruh manusia, bahwasanya bagi diri kalian ada hak atas istri-istri
kalian, dan bagi mereka ada haq atas kalian. Hak kalian atas mereka ialah bahwa
mereka tidak mengizinkan seseorang yang tidak kalian sukai menginjakkan kakinya
di atas tempat tidur kalian. Dan mereka tidak boleh berbuat mesum dengan
terang-terangan. Jika mereka melakukannya, maka sesungguhnya Allah telah
mengizinkan kalian untuk meninggalkan mereka dari tempat tidur, dan memukul
mereka dengan pukulan yang tidak membahayakan. Maka jika mereka telah berhenti
dari berbuat yang demikian, maka kewajiban kalianlah untuk memberi makan dan
pakaian kepada mereka dengan baik. Dan berilah nasehat-nasehat yang baik kepada
para istri, karena bahwasanya mereka itu adalah orang-orang yang perlu kalian
jaga, mereka tidak mempunyai sesuatu untuk diri mereka, dan kalian telah
mengambil mereka sebagai amanah dari Allah, dan telah kalian halalkan farji
mereka dengan kalimat Allah. Maka perhatikanlah perkataanku ini, wahai seluruh
manusia, sesungguhnya aku telah menyampaikan.
Dan sesungguhnya
telah aku tinggalkan kepada kalian sesuatu yang jika kalian berpegang teguh
kepadanya, niscaya kalian tidak akan sesat selama-lamanya, suatu perkara yang
nyata, yaitu kitab Allah dan sunnah Nabi-Nya.
اَيُّهَا النَّاسُ، اِسْمَعُوْا قَوْلِى وَ اعْقِلُوْهُ، تَعَلَّمَنَّ
اَنَّ كُلَّ مُسْلِمٍ اَخٌ لِلْمُسْلِمِ، وَ اَنَّ اْلمُسْلِمِيْنَ اِخْوَةٌ، فَلاَ
يَحِلُّ ِلامْرِئٍ مِنْ اَخِيْهِ اِلاَّ مَا اَعْطَاهُ عَنْ طِيْبِ نَفْسٍ مِنْهُ،
فَلاَ تَظْلِمُنَّ اَنْفُسَكُمْ. اَللّهُمَّ هَلْ بَلَّغْتُ؟ فَذُكِرَ لِى اَنَّ
النَّاسَ قَالُوْا: اَللّهُمَّ نَعَمْ. فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: اَللّهُمَّ
اشْهَدْ! ابن هشام 6: 8
Hai seluruh
manusia, dengarkanlah apa yang aku katakan kepada kalian, perhatikanlah, dan
ketahuilah bahwa tiap-tiap orang Islam adalah saudara dengan orang Islam yang
lain, dan bahwasanya seluruh orang Islam itu adalah bersaudara, maka tidak halal
bagi seseorang dari saudaranya, kecuali apa-apa yang telah diberikan kepadanya
dengan hati yang baik dari saudaranya itu. Maka janganlah kalian menganiaya diri
kalian. Ya Allah, bukankah aku telah menyampaikan ?
Ibnu Ishaq
mengatakan : Diceritakan kepadaku bahwasanya orang-orang yang hadir pada waktu
itu menjawab, “Alloohumma na’am”. (Benar ya Allah). Maka Rasulullah SAW lalu
bersabda, ”Alloohummasyhad”. (Ya Allah, saksikanlah !). [Ibnu Hisyam juz 6, hal.
8]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar